
Heboh! Indosat Siap Jual 4.000 Menara Lagi, Berapa Duit?

Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah kabar backdoor listing PT Tri Indonesia ke PT Indosat Tbk (ISAT), kabar terbaru datang dari perusahaan telekomunikasi milik Ooredoo Qatar tersebut. ISAT lagi-lagi akan menjual ribuan menara milik perusahaan untuk meraih dana triliunan.
Manajemen ISAT menyatakan perusahaan akan menjajaki penjualan sebanyak kurang lebih 4.000 menara.
"Perseroan masih dalam tahap awal penjajakan transaksi tersebut, namun apabila transaksi terjadi, maka transaksi tersebut dapat menjadi transaksi material di bawah peraturan OJK [Otoritas Jasa Keuangan] yang berlaku," kata Natasha Nababan, Chief Legal & Regulatory Officer as Acting Corporate Secretary ISAT, dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (18/2/2021).
Dia menegaskan tidak ada dampak material terhadap kegiatan operasional, hukum, kondisi keuangan, kelangsungan usaha perseroan pada saat ini.
"Dapat kami yakinkan bahwa begitu informasi material lebih lanjut sehubungan dengan kemungkinan transaksi tersebut ada, maka hal tersebut akan kami sampaikan ke pihak yang berwenang," katanya.
Lantas kalau jadi, berapa triliun yang bisa diraih ISAT?
Sebagai perbandingan, pada Oktober 2019, Indosat resmi menjual sebanyak 3.100 menara kepada dua pemenang tender yakni PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) dan PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel).
Nilai penjualan yakni Rp 6,39 triliun atau setara dengan dengan 54,30% dari ekuitas perseroan berdasarkan laporan keuangan ISAT 30 Juni 2019.
Dari 3.100 menara, 2.100 di antaranya diambil oleh Mitratel (anak usaha PT Telkom Indonesia Tbk/TLKM yang bergerak di bidang penyediaan infrastruktur telekomunikasi) dan sisanya diambil Protelindo, perusahaan milik PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) dari Grup Djarum.
Namun meski telah menjual ribuan tower tersebut, namun bukan berarti Indosat kehilangan seluruh menara. Hingga saat ini, anak usaha Ooredoo ini masih memiliki 5.000 menara lainnya.
President Direktur dan CEO Indosat Ooredoo Ahmad Al Neama mengatakan perseroan tidak akan terganggu dengan penjualan dengan jumlah besar itu. Hal ini karena sebagian besar tower masih dimiliki perusahaan.
"Ada 5.000 tower yang ada tapi kita tetap fokus ekspansi terhadap 4G," katanya dalam peluncuran Internet 101 di kantor Indosat, Selasa (15/10/2019).
Nantinya, Indosat akan menyewa tower yang sudah dijualnya itu kembali selama 10 tahun atau leaseback. "Jadi secara cakupan tidak akan mengganggu karena itu memberikan dana investasi untuk perusahaan jadi bukan berarti aset itu dijual kemudian mati," papar Al Neama.
Catatan CNBC Indonesia, memang bukan kali ini saja perseroan melepas asetnya. Pada 2013, Indosat melepas 2.500 menaranya ke PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) dari Grup Saratoga senilai US$ 406 juta (sebelum dikenakan beberapa penyesuaian harga).
Dari total nilai akuisisi tersebut, sebesar 17,98% atau US$ 73 juta dibayar dalam bentuk saham dari perusahaan menara itu.
Di luar penjualan menara ini, ISAT dan Tri Indonesia dalam proses konsolidasi. Manajemen operator Tri Indonesia atau 3 yakni PT Hutchison 3 Indonesia menyatakan backdoor listing masuk menjadi salah satu opsi yang dikaji oleh para pemegang saham terkait dengan konsolidasi dengan ISAT.
Backdoor listing merupakan aksi akuisisi oleh perusahaan non publik kepada perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa.
Sebagai catatan, perusahaan pengendali Indosat, Ooredoo Q.P.S.C, asal Qatar sudah menandatangani nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) yang eksklusif dan tidak mengikat secara hukum dengan CK Hutchison Holdings Limited (CK Hutchison), induk Tri Indonesia.
MoU yang diteken pada akhir Desember 2020 itu sehubungan dengan rencana potensi transaksi untuk mengkombinasikan Indosat dan Hutchison 3 Indonesia, anak usaha CK Hutchison , kendati tidak spesifik memakai kata merger.
Aksi backdoor listing atau memilih jalan dengan membeli saham perusahaan yang terlebih dulu listing di bursa merupakan hal yang tidak dilarang. Praktik itu merupakan cara paling mudah dan cepat bagi korporasi untuk masuk ke bursa tanpa perlu melewati berbagai persyaratan yang rumit untuk bisa mencatatkan sahamnya di bursa.
Namun, tidak adanya aturan yang jelas mengenai praktik backdoor listing di Indonesia menimbulkan ketidakpastian apakah backdoor listing, khususnya yang dilakukan melalui akuisisi perusahaan publik, diperbolehkan atau tidak menurut undang-undang di Indonesia.
Terlepas dari hal itu, ada persoalan lain. Karena tidak melewati saringan yang seperti pada umumnya, backdoor listing kerapkali dipergunakan oleh para pemilik modal untuk memiliki saham gorengan. Emiten yang telah dipoles menjadi korporasi baru itu umumnya sahamnya akan dikelola sehingga melonjak tinggi. Namun harga tinggi itu tidak akan bertahan cukup lama karena biasanya akan kembali turun.
Perlindungan investor menjadi hal yang mutlak diberikan oleh otoritas bursa. Kewajiban tender offer sebenarnya merupakan mekanisme yang bagus untuk melindungi kepentingan investor yang tidak setuju dengan rencana aksi korporasi melakukan backdoor listing.
Penawaran Tender Wajib (tender offer) yang diatur dalam Peraturan OJK tersebut adalah penawaran untuk membeli sisa saham Perusahaan Terbuka yang wajib dilakukan oleh pemegang saham pengendali baru. Namun pada Pasal 23 POJK tersebut menyebutkan bahwa perubahan pengendali yang diakibatkan karena penggabungan usaha (merger) dikecualikan dari kewajiban tender offer.
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Wow...Bakal Ada Deal Gede! Indosat & Tri Bakal Merger?
