Saham ADRO dkk Kompak 'Melepuh', Apa Pemicunya?

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
17 February 2021 13:11
tambang batu bara

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga saham emiten batu bara kompak masuk di zona merah pada perdagangan sesi I, Rabu (17/2/2021) seiring dengan melemahnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebesar 1,09% ke posisi 6.224,01. Padahal indeks acuan Bursa Efek Indonesia (BEI) ini sempat melesat di atas 6.300.

Pelemahan emiten batu bara dipimpin saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) yang anjlok 4,69% ke posisi Rp 61/saham. Saham BUMI mencatatkan volume perdagangan tertinggi di antara lainnya, yakni 320 juta saham senilai Rp 19 miliar.

Saham PT Indika Energy (INDY) juga anjlok 3,92% ke Rp 1.470/saham di tengah adanya aksi jual bersih asing (net foreign sell) senilai Rp 593,19 juta.

Emiten selanjutnya, PT Bayan Resources Tbk (BYAN), merosot 500 basis poin atau 3,60% ke posisi Rp 13.400/saham, setelah sejak awal berada di zona pelemahan. Tercatat nilai transaksi BYAN Rp 20,18 juta dengan volume 1500 saham.

Saham PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID) ikut anjlok 2,44% ke posisi Rp 320/saham seiring aksi jual bersih asing Rp 1,07 miliar.

Lalu, saham PT Adaro Energy Tbk (ADRO) menurun 2,07% ke Rp 1.185/saham. Tercatat aksi jual bersih asing senilai Rp 2,09 miliar.

Saham PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) juga minus 1,97% ke Rp 12.425/saham. Asing tercatat melakukan aksi jual bersih sebesar Rp 322,76 juta.

Selanjutnya saham PT Harum Energy Tbk (HRUM) merosot 1,48% ke Rp 6.650/saham dengan nilai transaksi Rp 50,21 miliar dan volume Rp 7,40 juta.

Terakhir, setelah berada di zona hijau di awal perdagangan, saham PT Bukit Asam Tbk (PTBA) melemah 1,15% ke posisi Rp 2570/saham.

Emiten batu bara pelat merah ini tercatat membukukan nilai transaksi paling tinggi di antara emiten batu bara lainnya, yakni Rp 70,61 miliar dengan nilai volume perdagangan 27,11 juta saham.

Pelemahan saham emiten batu bara ini terjadi bersamaan dengan harga kontrak futures (berjangka) batu bara termal ICE Newcastle yang terkoreksi.

Kemarin (16/2/2021), harga kontrak futures (berjangka) batu bara termal ICE Newcastle turun hampir 1,3% dibanding Senin (15/2/2021)

Kontrak yang aktif ditransaksikan di bursa berjangka tersebut kini berada di US$ 82,25/ton.

NEXT: Target produksi

Di sisi lain, Adaro baru saja merilis kinerja produksi tahun lalu. ADRO mencatatkan total produksi batu bara sepanjang tahun 2020 sebesar 54,53 juta ton atau turun 6% dari periode yang sama di tahun sebelumnya.

Head of Corporate Communication Adaro Febriati Nadira, dalam penjelasannya di keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI) menyampaikan, volume produksi batu bara tersebut sedikit lebih tinggi dibandingkan target yang ditetapkan untuk tahun 2020 sebesar 52 - 54 juta ton.

Sementara itu, volume penjualan batu bara pada 2020 mencapai 54,14 juta ton, turun 9% secara tahunan.

"Nisbah kupas tahun 2020 tercatat 3,84 kali lebih rendah daripada panduan yang ditetapkan sebesar 4,30 kali akibat cuaca yang kurang baik hampir di sepanjang tahun," kata Febriati Nadira, dilansi CNBC Indonesia, Rabu (17/2/2021).

Di tahun ini, emiten bersandi ADRO ini juga mengalokasikan belanja modal sebesar US$ 200 juta sampai dengan US$ 300 juta. Target belanja modal tersebut meliputi pemeliharaan rutin can capex pertumbuhan. Sementara itu, EBITDA operasional ditargetkan pada tahun ini berada pada kisaran US$ 750 juta sampai dengan US$ 900 juta.

"Walaupun pemulihan ekonomi diperkirakan akan berdampak positif terhadap batu bara, perusahaan harus tetap berhati-hati untuk mengantisipasi ketidakpastian," ujarnya.

Belum banyak emiten batu bara merilis kinerja produksi. BUMN tambang batu bara PTBA juga sudah merilis kinerja meskipun belum resmi secara angka. Bahkan tahun ini, perusahaan menargetkan produksi batu bara bisa naik lebih dari 20% dibanding tahun 2020 yang produksinya di kisaran 24 juta ton hingga 25 juta ton.

"Kalau di rencana kita 30 juta ton produksi/tahun 2021. Akan lihat perkembangan. Kendala bukan stok tapi demand. Kalau demand banyak yaa.. tingkatkan produksi," ujar Direktur Utama PTBA, Arviyan Arifin kepada CNBC Indonesia di Jakarta, Rabu (27/1/2021).

Dia merasa, permintaan batu bara belum akan kembali stabil seperti semula, saat pandemi belum terjadi. Menurutnya, permintaan akan sangat tergantung dari bagaimana suksesnya program vaksinasi yang dilakukan pemerintah.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Saham Batu Bara 'Kesurupan'! BUMI Melesat Pimpin Kenaikan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular