Megaskandal Asabri

Terkuak! Modus Asabri-Jiwasraya Saat Kejeblos Saham Gorengan

Tirta Widi Gilang Citradi, CNBC Indonesia
17 February 2021 07:10
Tersangka Baru Asabri/Dok Kejagung
Foto: Tersangka Baru Asabri/Dok Kejagung

Selain memegang langsung saham-saham berfundamental rendah, AJS dan Asabri juga berinvestasi di reksa dana dengan aset yang mendasari (underlying aset) berupa saham gorengan, bahkan biasanya reksa dana ini hanya memiliki single buyer yakni AJS atau Asabri.

Bedanya porsi portofolio reksa dana gorengan AJS lebih tinggi dibandingkan dengan Asabri secara persentase yakni 59,1% ditempatkan di reksa dana, di mana 98% dari reksa dana tersebut merupakan reksa dana yang tidak dikelola oleh manajer investasi (MI) yang andal.

Sedangkan porsi saham AJS berada di kisaran 22,4% di mana 95% dari sahamnya ditempatkan di saham non LQ45 (indeks berisi 45 saham likuid).

Untuk investasi Asabri, porsi investasi di reksa dana sebesar 24% dan saham sebesar 14,53%.

Berdasarkan penjelasan Kejagung, modus Asabri dilakukan dengan membeli atau menukar saham dalam portofolio Asabri dengan saham-saham milik Heru, Benny dan satu pihak lainnya yakni LP yang merupakan Direktur Utama PT Prima Jaringan yang bukan merupakan konsultan investasi ataupun MI.

LP yang menjadi satu dari 9 tersangka Asabri adalah mengacu pada nama Lukman Purnomosidi, Presiden Direktur PT Prima Jaringan dan sekaligus Dirut PT Eureka Prima Jakarta Tbk (LCGP).

Penempatan dana ke saham-saham milik ketiga pihak ini dilakukan dengan harga yang telah dimanipulasi sehingga bernilai tinggi. Tujuannya adalah untuk menunjukkan bahwa kinerja portofolio investasi Asabri terlihat baik.

Setelah saham-saham ini masuk sebagai portofolio Asabri, kemudian ditransaksikan dan dikendalikan oleh ketiga orang tersebut. Sebab, berdasarkan kesepakatan saham tersebut harus terlihat likuid dan bernilai tinggi.

Saham-saham non-likuid itu sendiri dimanipulasi sedemikian rupa agar terlihat ramai transaksi dengan cara melakukan transaksi semu yakni saham dijual dan dibeli oleh pihak yang sama dengan nominee (nama alias) yang berbeda agar tidak terdeteksi oleh regulator.

Ketika harga sahamnya turun, Asabri tidak dapat menjual sahamnya karena akan menimbulkan kerugian sehingga pihak Benny dan Heru terpaksa menyiapkan nominee untuk membeli di harga atas dan kemudian dibuatkan reksa dana dengan underlying asset saham dengan fundamental dipertanyakan itu untuk kemudian dibeli oleh Asabri.

Setelah saham-saham berfundamental tersebut menjadi milik Asabri, kemudian saham-saham tersebut ditransaksikan atau dikendalikan oleh pihak HH (Heru Hidayat), Bentjok, dan LP berdasarkan kesepakatan bersama dengan Direksi Asabri.

"Sehingga seolah-olah saham tersebut bernilai tinggi dan likuid, padahal transaksi-transaksi yang dilakukan hanya transaksi semu dan menguntungkan pihak HH, BTS dan LP serta merugikan investasi atau keuangan Asabri karena Asabri menjual saham-saham dalam portofolionya dengan harga di bawah harga perolehan saham-saham tersebut," tulis keterangan resmi Kejagung.

Di Jiwasraya pun demikian. Modusnya dilakukan dengan cara saham yang overprice (kemahalan), dibeli oleh Jiwasraya, kemudian dijual pada harga negosiasi (di atas harga perolehan) kepada perusahaan manajer investasi (MI) untuk kemudian dibeli kembali oleh Jiwasraya.

"Hal ini dibuktikan dengan aset investasi Jiwasraya yang dominan pada saham dan reksa dana saham yang underlying asset-nya sama dengan portofolio saham langsung," tulis dokumen Dokumen Penyelamatan Jiwasraya yang diterima CNBC Indonesia.

Itulah sekilas cerita tentang bagaimana bisa asuransi pelat merah yang diharapkan untung dan menjadi institusi yang andal justru jatuh akibat tata kelola investasi yang tidak prudent.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular