Dolar AS Sedang Lesu, Kok Menular ke Rupiah

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
16 February 2021 17:15
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Sempat menguat cukup tajam di awal perdagangan Selasa (16/2/2021), rupiah akhirnya berakhir melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS), meski tipis saja. Rupiah tetap berakhir melemah meski indeks dolar AS masih mengalami tekanan. Bank Indonesia (BI) yang akan mengumumkan kebijakan moneter Kamis nanti, sepertinya membuat pelaku pasar berhati-hari.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,14% di level Rp 13.890/US$. Apresiasi rupiah semakin menebal hingga 0,36% ke Rp 13.860/US$, level terkuat sejak 4 Januari lalu.

Namun, menjelang tengah hari penguatan rupiah terus terpangkas hingga akhirnya berbalik melemah hingga 0,18% di Rp 13.935/US$.

Di akhir perdagangan, rupiah berada di level Rp 13.920/US$, melemah 0,07% di pasar spot.

Tidak hanya rupiah, mayoritas mata uang utama Asia juga melemah hari ini. Hingga pukul 15:19 WIB, peso Filipina menjadi yang terburuk dengan melemah 0,48%.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hari ini.

Setelah tertekan akibat ekspektasi cairnya stimulus fiskal di AS senilai US$ 1,9 triliun, dolar AS kini tertekan karena sentimen pelaku pasar yang membaik. Hal tersebut tercermin dari menguatnya bursa saham utama Asia.

Kala sentimen pelaku pasar membaik, maka daya tarik dolar AS yang menyandang status safe haven menjadi menurun.

Alhasil, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan Mata Uang Paman Sam tersebut hingga sore ini melemah 0,2%.

Namun, pelemahan indeks dolar AS tersebut tidak mampu dimanfaatkan rupiah dan mata uang Asia lainnya untuk menguat.

Penguatan rupiah hari ini masih terganjal oleh pengumuman kebijakan moneter BI Kamis nanti. BI sebelumnya memberikan sinyal peluang suku bunga kembali diturunkan, sebab pemulihan ekonomi Indonesia masih di bawah ekspektasi BI.

Pada kuartal IV-2020, ekonomi Indonesia tumbuh -2,19% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). BI sempat memperkirakan Produk Domestik Bruto (PDB) Tanah Air bisa tumbuh positif pada kuartal pamungkas tahun lalu.

"Sejujurnya ini di bawah ekspektasi. Memang arahnya ada perbaikan, tetapi tidak secepat yang kami perkirakan," tutur Gubernur BI Perry Warijyo dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR. 

Oleh karena itu, Perry mengungkapkan bahwa bank sentral membuka peluang untuk menurunkan suku bunga acuan demi mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun apakah ruang itu akan dimanfaatkan atau tidak, tergantung dinamika nilai tukar rupiah.

Melihat nilai tukar rupiah yang cukup stabil belakangan ini, bahkan mulai menguat, tentunya peluang dipangkasnya suku bunga semakin besar. Ketika sukun bunga dipangkas maka, selisih suku bunga di Indonesia dan AS akan menyempit, dan memberikan tekanan bagi rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article The Fed Tetap Tegas, Rupiah Tetap Liar!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular