Bank Bumi Arta Mau Dicaplok? Sahamnya Bergerak Liar

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
15 February 2021 13:13
Ilustrasi IHSG (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi IHSG (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga saham Bank Umum Kegiatan Usaha II (BUKU II) PT Bank Bumi Arta Tbk (BNBA) melesat 9,2% hari ini, Senin (15/2/2021). Di akhir pekan lalu harga saham BNBA bahkan meroket sampai menyentuh level auto reject atas (ARA).

Hingga sesi satu perdagangan hari ini, saham BNBA ditransaksikan sebanyak 3.135 kali dengan nilai transaksi mencapai Rp 15,53 miliar. Saham BNBA bergerak liar di rentang harga Rp 575 - Rp 750 per lembar sebelum ditutup di Rp 655 per lembar pada 11.30 WIB.

Adapun broker yang menjadi top sellers saham BNBA adalah PT Semesta Indovest Sekuritas (MG) dan PT NH Korindo Sekuritas (XA). Keduanya membukukan aksi jual neto saham BNBA sebanyak 83,2 ribu lot dengan nilai transaksi mencapai Rp 5,5 miliar.

Sementara untuk broker yang tercatat melakukan beli bersih saham BNBA adalah PT Indo Premier Sekuritas (PD) dan PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia (YP) dengan nilai transaksi mencapai Rp 3,6 miliar. Kedua broker tersebut tercatat membeli saham BNBA sebanyak 54,9 ribu lot di harga rata-rata Rp 635 - Rp 647 per lembar.

Usut punya usut, pergerakan harga saham BNBA yang liar belakangan ini tak terlepas dari rumor di pasar bahwa bank yang dikuasai oleh PT Surya Husada Investment ini masuk ke radar induk usaha Shopee yaitu Sea Group yang berkedudukan di Singapura. 

Desas-desus menyebutkan bahwa Sea Group berencana untuk mengambil alih BNBA yang nantinya akan dipermak menjadi bank digital dan akan diintegrasikan ke dalam ekosistem platform e-commerce pesaing Tokopedia dan Bukalapak itu. 

Namun belum ada kepastian terkait kabar yang beredar. Selain BNBA, saham bank BUKU II lain yang juga bergerak liar dan diisukan masuk radar Sea Group adalah saham PT Bank Capital Indonesia Tbk (BACA). Berbeda dengan BNBA, BACA hanya naik 1,3% hari ini. 

Namun apabila ditarik satu bulan terakhir, nilai kapitalisasi pasar dua bank bermodal inti di bawah Rp 5 triliun ini sudah melesat lebih dari 20%. BNBA masih memimpin penguatan dengan capital gain sebesar 36,5%. 

Prospek bank digital yang menjanjikan memang dilirik oleh banyak pihak. Tidak hanya perbankan saja yang melirik tapi korporasi, konglomerat hingga perusahaan rintisan alias start up pun berlomba-lomba untuk menjadi first mover.

Kekuatan utama dari bank digital adalah ekosistem. Start up seperti Gojek yang diisukan bakal merger dengan Tokopedia sudah memiliki ekosistem digital yang established karena memang keduanya sudah menjadi pionir dalam 10 tahun terakhir. 

Kabar aksi korporasi terbaru adalah Gojek mengakuisisi 22% saham PT Bank Jago Tbk (ARTO). Pada Desember lalu Gojek merogoh kocek hampir Rp 2,78 triliun untuk ikut berpartisipasi dalam perlombaan bank digital melalui ARTO. 

Perusahaan rintisan besutan Nadiem Makariem tersebut masuk ke ARTO di harga yang relatif premium karena membeli ARTO di harga 2 kali dari nilai bukunya.

Sebelum Gojek masuk ke ARTO, ada pengusaha kondang asal Tanah Air yang juga masuk ke jajaran top 10 crazy rich asal Indonesia yang tak mau kalah dalam perlombaan digital banking.

Ia adalah Chairul Tanjung (CT) si 'Anak Singkong'. Melalui PT Mega Corpora, CT mengakuisisi 73,7% saham PT Bank Harda Intersional Tbk (BBHI) dari PT Hakim Putra Perkasa. Nilai transaksi ditaksir mencapai Rp 500 miliar dengan harga per lembar kurang dari Rp 160 atau hampir 1,5 kali dari nilai bukunya. 

Pada April tahun 2019, BBCA membeli 99,99% saham PT Bank Royal di harga Rp 988 miliar atau 3,1 kali dari nilai bukunya. Tujuan BBCA mengakuisisi Bank Royal juga sama untuk menjadikan entitas anak tersebut menjadi bank digital. Bahkan nama Bank Royal sudah resmi berganti menjadi Bank Digital BCA.

Apabila melihat nilai transaksi preseden akuisisi bank-bank yang terjadi belakangan ini maka diperoleh nilai mediannya adalah 2,1 kali dari nilai buku. Bisa dibilang median nilai akuisisi bank di Indonesia tergolong premium.

Jika kabar soal ketertarikan Sea Group terhadap BNBA dan BACA benar serta kemungkinan nilai akuisisinya juga berada di kisaran median perbankan dua tahun terakhir, maka ada kemungkinan BNBA akan dibeli di harga Rp 1.310/lembar.

Harga tersebut masih jauh di atas dari harga di pasar pada penutupan sesi I hari ini. Maklum saat ini BNBA masih tergolong ditransaksikan relatif terdiskon di harga 1 kali nilai bukunya. 

Sementara jika yang ditarget adalah BACA, maka nilai akuisisinya berpotensi di harga Rp 468/lembar. Apabila menggunakan asumsi harga akuisisi di level tersebut dan berita yang beredar benar maka tentu saja lebih rendah dari harga yang ada di pasar saat ini. 

Ke depan para pemain bank digital akan bertambah banyak. Hal ini juga didukung dengan otoritas pengawas perbankan yang tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 12/POJK.03/2020.

Aturan tentang Konsolidasi Bank Umum yang diteken oleh Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso pada 16 Maret 2020 itu menyebutkan, bank harus memiliki modal inti minimum bank umum sebesar Rp 1 triliun tahun ini, Rp 2 triliun pada 2021 dan minimal Rp 3 triliun tahun 2022.

Jika mengacu pada aturan tersebut maka baik BNBA dan BACA masih membutuhkan suntikan modal tambahan sekitar Rp 400 - Rp 500 miliar lagi untuk mengejar ketentuan OJK tersebut. Namun bisa saja nilainya jumbo dan lebih dari Rp 1 triliun apabila yang dikejar adalah target di 2022. 

Ini juga menjadi pertanda sekaligus sinyal di pasar bahwa aksi korporasi perbankan masih akan marak terjadi. Bank-bank yang dituntut untuk memiliki kapasitas permodalan yang kuat harus agresif mendapat suntikan dana dari investor. 

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 5 Bank Mini Pastikan Jadi Bank Digital, Siap-siap Borong nih?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular