Jakarta, CNBC Indonesia - Pengembangan bisnis bank digital di Indonesia saat ini menjadi hal yang paling menarik dilakukan. Terbukti dengan maraknya bank-bank kecil alias bank mini (bank dengan modal inti Rp 1-5 triliun) yang ikut tren ini dan berencana untuk melakukan perubahan bisnisnya menuju hal baru ini.
Pengembangan digital ini pun didukung oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan ketentuan yang juga harus ditaati.
Ketentuan itu misalnya pembentukan bank digital baru harus memenuhi ketentuan modal inti senilai Rp 10 triliun untuk bank baru, sedangkan untuk bank lama yang berubah menjadi digital diizinkan untuk modal minimal Rp 3 triliun.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyebutkan regulator mendukung digitalisasi ekonomi dan mendorong semua perbankan menerapkan proses digital sehingga nasabah tidak perlu lagi bertransaksi di kantor cabang atau antre di bank.
"Sekarang ada fenomena ada bank virtual, betul-betul virtual. Statement kita jelas. Silahkan saja, tapi harus memiliki lisensi bank," ujar Wimboh dalam CNBC Indonesia Economic Outlook 2021.
Saat ini, baru ada tiga bank digital yang beroperasi di Indonesia yakni PT Bank BTPN Tbk (BTPN), PT Bank DBS Indonesia dan PT Bank Jago Tbk (ARTO). Dalam waktu dekat akan beroperasi Bank BCA Digital, hasil dari akuisisi PT Bank Royal Indonesia.
NEXT: Deretan bank-bank mini ini deklarasikan jadi bank digital
Pengembangan menjadi bank digital ini tak hanya dilakukan oleh bank dengan modal besar atau bank asing saja. Saat ini bank-bank 'kecil' di Indonesia pun ikut ambil bagian dari pengembangan ini.
Seperti halnya yang akan dilakukan oleh PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) yang secara gamblang telah mempersiapkan bisnisnya menuju bank digital setelah diakuisisi oleh Akulaku.
"Ya sesuai dengan Rencana Strategis Bank, BNC berencana untuk masuk dan bertransformasi menjadi bank digital," tulis manajemen bank ini dalam keterbukaan informasinya, Selasa (9/3/2021).
Bank ini baru saja naik kelas menjadi BUKU 2 sehingga manajemen percaya diri untuk bisa melakukan kegiatan usaha yang lebih luas, termasuk pengembangan sistem teknologi informasi yang mendukung digitalisasi sistem bank. Sebelumnya BBYB bernama Bank Yudha Bhakti sebelum dicaplok Akulaku.
Hal yang sama juga akan dilakukan oleh PT Bank Capital Tbk (BACA). Bank ini telah mantap untuk masuk ke bank digital.
Secara spesifik, nantinya BACA berencana untuk menggarap segmen ritel sebagai fokus bisnisnya.
"Perusahaan akan merubah strategi usaha dari segmen komersial korporasi menjadi segmen ritel yang produktif," tulis manajemen, dalam keterbukaan informasi.
Rencananya perusahaan juga akan memperkuat modal dengan melakukan penambahan modal dengan skema memberikan hak memesan efek terlebih dahulu (rights issue). Targetnya setelah aksi korporasi ini perusahaan akan memiliki modal Rp 3 triliun.
Lalu ada PT Bank Harda Internasional (BBHI) yang baru saja diakuisisi Mega Corpora milik Chairul Tanjung ini akan menjadi sebuah bank digital. Rencana ini akan dilakukan setelah proses akuisisi oleh Mega Corpora selesai.
"Setelah proses pengambilalihan perseroan oleh Mega Corpora selesai, perseroan akan menjadi sebuah bank dengan platform teknologi digital sehingga menjadikan perseroan sebagai bank yang lebih kuat dan mempunyai daya saing berskala nasional," tulis manajemen.
Bank ini nantinya akan menyediakan layanan perbankan digital yang terintegrasi dengan ekosistem CT Corpora.
Bank lainnya juga akan melakukan hal yang sama adalah PT Bank QNB Indonesia Tbk (BKSW) saat ini tengah fokus dalam pengembangan inovasi digital, mulai dari pembukaan rekening hingga deposito berjangka online.
"Pengembangan ini bertujuan untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan kepada nasabah dalam melakukan transaksi perbankan kapan saja dan di mana saja," tulis manajemen.
Selain itu perusahaan juga akan mengembangan produk baru seperti pinjaman digital.
Bank yang juga membuka opsi pengembangan digital ini adalah PT Bank Bumi Arta Tbk (BNBA). Manajemen perusahaan menyebutkan sedang mempertimbangkan berbagai opsi untuk meningkatkan kinerja perusahaan.
"Saat ini perseroan masih mempertimbangkan setiap opsi yang tersedia dalam rangka meningkatkan kinerja perseroan," kata manajemen bank ini.
Sentimen bank digital dan ketentuan modal inti bank umum Rp 2 triliun tahun ini dan Rp 3 triliun tahun depan sebelumnya sempat membuat saham-saham bank mini ini melesat, kendati dalam beberapa hari terakhir mulai berkurang.
Head of Research PT Sucor Sekuritas Adrianus Bias Prasuryo menilai perlu kehati-hatian bagi investor untuk mencermati kabar pasar mengingat spekulasi begitu tinggi atas saham bank mini.
"Ada dua sentimen besar menurut saya pertama narasi tentang bank digital. Jadi memang seiring dengan perkembangan digitalisasi, startup, dan techique companies sekarang bank juga sudah mulai venture digitilization jadi ada banyak ekspektasi dan spekulasi yang menyatakan bank kecil ini akan di akuisisi oleh beberapa startup atau unicorn untuk dijadikan bank digital," ujar Adrianus dalam program InvesTime CNBC Indonesia.
Hal kedua adalah sentimen tentang merger dan akuisisi karena dampak dari rencana peraturan OJK yang terbaru terkait dengan pemodalan bank yang minimal sebesar Rp 1 triliun di tahun lalu, Rp 2 triliun di awal tahun ini dan Rp 3 triliun di akhir tahun 2022.
Ini membuat ada keharusan akuisisi dan merger antara bank-bank kecil tersebut apabila mereka tidak dapat memenuhi persyaratan pemodalan minimum.
Di satu sisi, hal ini juga bisa dibilang menjadi spekulative buy bagi saham-saham bank mini karena realisasi dan roadmap-nya memang belum terlihat potensinya.
"Jadi kita belum dengar potensi akuisisi, rencana akuisisi yang sudah diumumkan ataupun kita belum pernah dengar juga bank kecil ini jadi bank digital, mereka mau seperti apa ke depannya. Jadi bisa dibilang semua karena spekulasi kalau menurut saya," papar dia tanpa bermaksud memberikan rekomendasi.