
Fed Kian 'Ramah Inflasi', Ini Berkahnya bagi Pasar RI

Jakarta, CNBC Indonesia - Data terbaru angka pengangguran Amerika Serikat (AS) menunjukkan bahwa pasar tenaga kerja masih labil. Bank sentral pun kian toleran dengan inflasi tinggi pasca-pencairan stimulus, dan pasar Indonesia bisa mendapat berkahnya.
Data Departemen Tenaga Kerja AS menunjukkan bahwa ada 793.000 pengangguran baru pada pekan lalu, atau lebih buruk dari estimasi ekonom dalam polling Dow Jones yang mengantisipasi angka klaim sebesar 760.000.
Rilis tersebut membuktikan bahwa pasar berharap terlalu tinggi bahwa kondisi ekonomi AS sudah baik-baik saja, karena data terbaru itu mengindikasikan bahwa pasar tenaga kerja AS memburuk jika dibandingkan dengan pekan sebelumnya di mana klaim pengangguran baru hanya 779.000. Artinya, ada lebih banyak warga AS yang jatuh jadi pengangguran pekan lalu.
![]() |
Era pandemi memang sangat memukul pasar tenaga kerja AS. Data penggajian di sektor swasta pada Januari hanya bertambah 49.000, sementara klaim lanjutan berkurang 145.000 menjadi 4,54 juta atau terendah sejak 21 Maret (tatkala pandemi mulai memukul keras perekonomian).
Dengan kata lain, ada 145.000 orang yang melepaskan status "menganggur" dan sudah dapat pekerjaan. Namun, total penganggur meningkat lebih parah, karena mencapai 20,44 juta, menyusul banyaknya penganggur baru yang masuk dan menggantikan mereka yang "mentas."
Mengacu pada peserta program penanganan pengangguran era pandemi, ada tambahan sekitar 2,7 juta orang penerima manfaat tunjangan pengangguran di putaran baru program tersebut. Tadinya, program manfaat pengangguran AS berakhir pada 26 Desember, tetapi diperbarui.
Di bawah program yang baru, manfaat yang diterima penganggur terhitung US$ 300 lebih tinggi dari peserta program biasa. Beberapa negara bagian mencatatkan kenaikan angka klaim, misalnya Ohio yang mencapai 90.000 klaim dan California sebanyak 23.588 klaim baru.
Pandemi sejak Maret 2020 telah menciptakan pengangguran baru sebanyak 10 juta orang, atau 4,4 juta orang lebih banyak jika dibandingkan dengan periode sebelum pandemi.
Meski ada 12,5 juta lapangan kerja baru, tetapi itu tak cukup menyerap pengangguran karena pencari kerja terus masuk ke bursa kerja AS, bersaing dengan mereka yang sedang tergusur akibat pandemi. Dus, Amerika perlu membuka lebih banyak lapangan pekerjaan.
Namun di lapangan, laju penciptaan lapangan kerja masih lambat. Meski angka pengangguran anjlok dari titik tertingginya pada 2020 di level 14,8% (menjadi hanya 6,3% saat ini), tetapi slip gaji swasta (non-pertanian) naik cuma 49.000 di Januari-setelah anjlok 227.000 di Desember.
Itulah mengapa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) kini menyingsingkan lengan baju membantu pemerintah mengatasi pengangguran, padahal dalam kondisi normal mereka lebih fokus menstabilkan inflasi.