The Fed Bikin Dolar AS Beringas, Emas pun Ditekuk Lemas

Tirta, CNBC Indonesia
18 June 2021 09:55
Emas Antam
Foto: Karyawan menunjukkan emas batangan yang dijual di Butik Emas, Sarinah, Jakarta Pusat, Senin (17/9/2018). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Tekanan pada harga emas masih berlanjut di pasar setelah bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserves atau yang lebih dikenal sebagai The Fed memberikan nada yang lebih hawkish dalam proyeksi ekonominya. 

Harga emas bisa dibilang terjun bebas di sepanjang minggu ini. Secara week to date (wtd) harga si logam kuning mengalami koreksi 4,4% atau setara dengan US$ 82,5. Jumat (18/6/2021), harga emas mengalami kenaikan 0,58% ke US$ 1.784/troy ons.

Sesudah koreksi tajam dalam waktu singkat terjadi, harga emas biasanya mencoba rebound karena menjadi momentum yang tepat bagi para trader untuk masuk di tengah psikologi pasar yang menganggapnya sudah 'murah'.

Soal inflasi, bos The Fed Jerome Powell mengatakan fenomena kenaikan harga hanya bersifat sementara. Ia memberi contoh pada harga kayu yang naik signifikan kemudian ambles.

Poin yang menarik dari arah kebijakan The Fed adalah, tahun ini inflasi yang diukur dari personal consumption expenditure (PCE) diramal berada di angka 3,4%. Jauh lebih tinggi dibanding perkiraan bulan Maret lalu yang hanya 2,4%.

Kemudian untuk output perekonomian AS diramal tumbuh 7%. Ada revisi naik 50 basis poin (bps) dibandingkan dengan proyeksi bulan Maret lalu yang diprediksi hanya tumbuh 6,5%.

Terkait angka pengangguran, The Fed tetap memperkirakan di angka 4,5%. Poin yang menarik lain adalah The Feds memproyeksikan ada kenaikan suku bunga acuan pada 2023.

Jika pada Maret lalu suku bunga acuan pada 2023 masih diperkirakan di 0,1%, maka berdasarkan proyeksi terbaru The Fed suku bunga naik menjadi 0,6%. Artinya ada kenaikan 50 bps atau setara dengan dua kali peningkatan Federal Funds Rate (FFR).

Hal inilah yang membuat harga emas rontok seketika. Pengetatan moneter biasanya memiliki dampak negatif terhadap emas. Hal ini dikarenakan dolar AS akan cenderung menguat. Imbal hasil obligasi (yield) juga akan ikut naik.

Kenaikan dua aset tersebut akan membuat biaya peluang (opportunity cost) memegang emas sebagai aset tak produktif meningkat dan menjadi tak menarik lagi. 

Namun, jika suku bunga akan dinaikkan lebih cepat dari sebelumnya, artinya tapering juga kemungkinan besar akan lebih cepat, terjadi di semester II tahun ini. Apalagi The Fed juga menaikkan proyeksi inflasi tahun ini menjadi 3,4% dari sebelumnya 2,4%.

"Jika The Fed menaikkan suku bunga sebanyak 2 kali di tahun 2023, mereka harus mulai melakukan tapering lebih cepat untuk mencapai target tersebut. Tapering dalam laju yang moderat kemungkinan akan memerlukan waktu selama 10 bulan, sehingga perlu dilakukan di tahun ini, dan jika perekonomian menjadi sedikit panas, maka suku bunga bisa dinaikkan lebih cepat lagi," kata Kathy Jones, kepala fixed income di Charlers Schwab, sebagaimana dilansir CNBC International, Rabu (17/6/2021).

Tapering juga merupakan musuh utama emas. Pernah terjadi pada tahun 2013, saat itu harga emas dunia anjlok tajam.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bos The Fed Nyentil Soal Inflasi, Harga Emas Malah Turun

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular