
Covid-19, Inflasi & Iran, Trio Penyebab Harga Minyak Ambles

Jakarta, CNBC Indonesia - Lonjakan kasus infeksi Covid-19, inflasi dan kekhawatiran peningkatan pasokan minyak dari Iran membuat harga si emas hitam anjlok signifikan pada perdagangan kemarin. Harga minyak mencoba bangkit hari ini, tetapi rasanya masih sulit.
Harga kontrak minyak yang aktif ditransaksikan di bursa berjangka ambles 3% pada perdagangan Rabu (19/5/2021). Baik Brent dan West Texas Intermediate (WTI) harganya turun US$ 2/barel.
Hari ini waktu perdagangan Asia harga minyak mencoba rebound. Namun sayang karena apresiasinya cenderung tipis dan tak sebanding dengan penurunan harga kemarin.
Kontrak Brent kini dihargai US$ 66,67/barel. Padahal sebelumnya sempat mendekati level US$ 70/barel. Sementara itu kontrak WTI ditransaksikan di US$ 63,49/barel setelah sebelumnya sempat tembus US$ 66/barel.
Terkait lonjakan kasus Covid-19, dunia terbelah menjadi dua yaitu Barat yang pelan-pelan kembali membuka perekonomiannya dan Timur yang justru melakukan hal sebaliknya.
Setelah India mendapatkan hantaman gelombang tsunami Covid-19 dan belum juga usai, kini giliran negara Asia lainnya yang terkena lonjakan kasus infeksi mulai dari Jepang, Singapura, Malaysia, Vietnam, Thailand dan Taiwan.
"Sementara optimisme seputar pembukaan kembali ekonomi di Barat membantu mendorong Brent ke US$ 70, pergerakan tersebut terbukti tidak lama dan agak tidak rasional mengingat gambaran Covid di Asia," kata analis pasar OANDA Sophie Griffiths sebagaimana diwartakan CNBC International.
Meskipun begitu, Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander Novak mengatakan harga minyak stabil dan pasar secara kasar seimbang, dengan permintaan sedikit melebihi pasokan.
Ketidakpastian inflasi juga mendorong investor mengurangi eksposur terhadap aset berisiko seperti minyak. Bulan lalu inflasi di AS naik 4,2% tertinggi sejak 2008 jika dihitung berdasarkan periode tahunan.
Dalam risalah rapat komite pengambil kebijakan The Fed, para pejabat yang hadir mengatakan jika ekonomi terus menunjukkan progres pemulihan yang baik maka bank sentral akan mulai merencanakan pengetatan kebijakan moneter lewat pengaturan jumlah aset keuangan yang akan dibeli (tapering).
Stance hawkish kebijakan moneter dapat menyebabkan pertumbuhan ekonomi menjadi terbatas sehingga juga berpengaruh terhadap permintaan minyak sebagai input dari kebanyakan aktivitas ekonomi.
Dari sisi suplai, pasar juga mencemaskan bahwa perundingan antara AS dan Iran terkait kesepakatan nuklir yang kembali ditempuh di masa Joe Biden bakal membuat sanksi Iran dicabut dan pasokan ekspor Iran bakal membanjiri pasar.
Ketika pasokan naik tetapi tidak dibarengi dengan kenaikan permintaan yang setara, artinya secara neto stok akan surplus. Hal inilah yang menyebabkan harga minyak menjadi lebih murah.
Meningkatnya stok minyak mentah AS juga membebani harga, meskipun kenaikan dalam beberapa minggu terakhir berada di bawah ekspektasi. Persediaan minyak mentah AS naik 1,3 juta barel pekan lalu, berlawanan dengan ekspektasi analis dalam jajak pendapat Reuters untuk kenaikan 1,6 juta barel.
(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Minyak Sentuh Level Tertinggi