
Pertama Kali dalam Sejarah, Aset BCA Tembus Rp 1.076 T

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank dengan kapitalisasi pasar terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) untuk pertama kalinya dalam sejarah sejak berdiri pada 21 Februari 1957 mencatatkan aset di atas Rp 1.000 triliun atau tepatnya Rp 1.075,6 triliun di tahun lalu, naik 17,0% dari 2019 sebesar Rp 918,99 triliun.
Kenaikan aset di tahun pandemi ini sejalan dengan kinerja dana pihak ketiga (DPK) yang sehat, di mana current account and savings account (CASA) tumbuh 21,0% YoY (year on year) mencapai Rp 643,9 triliun.
Sementara itu, deposito berjangka meningkat sebesar 14,0% YoY menjadi Rp196,9 triliun. Secara total, DPK naik 19,3% YoY menjadi Rp 840,8 triliun di tahun 2020.
"Pertumbuhan dana pihak ketiga tidak lepas dari tingginya tingkat kepercayaan nasabah serta kuatnya fondasi bisnis perbankan transaksiBCA, yang mana telah memperkokoh kontribusi CASA sebagai dana inti bank.CASA berkontribusi sebesar 76,6% dari total dana pihak ketiga," kata Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja, dalam keterangan resmi dalam paparan kinerja 2020, Senin (8/2/2021).
Jahja mengatakan, perseroan berkomitmen untuk mendukung pemulihan ekonomi yang berkelanjutan serta terus memperkuat ekosistem digital guna memberikan layanan terbaik untuk memenuhi kebutuhan nasabah.
Sejalan dengan komitmen itu, rata-rata kredit tumbuh 4,7% secara tahunan (YoY), sedangkan total fasilitas kredit untuk bisnis meningkat 5% YoY.
Akan tetapi, karena adanya pelemahan aktivitas bisnis, maka fasilitas tersebut tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal, sehingga per akhir Desember 2020 total kredit BCA turun 2,1% YoY menjadi Rp575,6 triliun. Dengan demikian, secara konsolidasi total kredit tercatat sebesar Rp588,7 triliun, atau melemah 2,5% YoY.
Meski menghadapi sejumlah tantangan, BCA dan entitas anak mampu mencatatkan pertumbuhan laba sebelum provisi dan pajak (PPOP) hingga 11,2% YoY menjadi Rp45,4 triliun, ditopang oleh peningkatan likuiditas, biaya dana yang lebih rendah, dan perlambatan belanja operasional.
Sementara itu, secara keseluruhan, laba bersih BCA tercatat sebesar Rp27,1 triliun, menurun 5% dibandingkan laba bersih tahun 2019 yang sebesar Rp28,6 triliun.
Penurunan laba bersih 5,0% YoY disebabkan biaya pencadangan yang lebih tinggi untuk mengantisipasi potensi penurunan kualitas aset.
Kredit
Dari sisi pembiayaan, kredit korporasi meningkat hingga 7,7% YoY menjadi Rp 255,1 triliun, sejalan dengan semangat BCA membantu menggerakkan roda perekonomian nasional di tengah pandemi.
Sementara itu, kredit komersial dan UKM menurun 7,9% YoY menjadi Rp186,8 triliun. Pada portofolio kredit konsumer, KPR turun 3,7% YoY menjadi Rp90,2 triliun, KKB (kredit kendaraan bermotor) terkontraksi 22,6% YoY menjadi Rp36,9 triliun, dan saldo outstanding kartu kredit turun 20,6% YoY menjadi Rp11,2 triliun.
Secara total, kredit konsumer terkontraksi 10,8% YoY menjadi Rp141,2 triliun.
Penurunan outstanding pada segmen konsumer tersebut disebabkan oleh tingkat pelunasan (repayment) yang lebih tinggi dibandingkan pemberian fasilitas kredit baru.
Dari total portofolio kredit, sekitar 21,6% atau Rp 127,2 triliun merupakan portofolio kredit keuangan berkelanjutan dalam rangka mendukung implementasi Environmental, Social, and Governance (ESG).
"Kami mengapresiasi respons cepat regulator dalam merelaksasi kebijakan restrukturisasi untuk membantu perbankan dan nasabah melewati masa-masa sulit. BCA senantiasa berada di sisi nasabah dalam menghadapi tantangan perekonomian ini, termasuk dengan merestrukturisasi kreditnya sejak awal pandemi," kata Jahja.
Hingga akhir Desember 2020, kata Jahja, BCA membukukan restrukturisasi kredit sebesar Rp 104,2 triliun atau sekitar 18% dari total kredit, yang berasal dari sekitar 100.000 nasabah.
Di sisi lain, sejalan dengan tren penurunan suku bunga acuan dari Bank Indonesia, BCA mampu menurunkan suku bunga produk dana pihak ketiga, yang mana berdampak pada beban bunga yang lebih rendah.
Oleh karena itu, BCA mampu mempertahankan pertumbuhan positif pada pendapatan bunga bersih di 2020, yakni naik 7,3% YoY menjadi Rp54,5 triliun.
Sementara itu, pendapatan non-bunga menurun tipis 0,5% YoY, menjadi Rp20,2 triliun.
Secara total, pendapatan operasional tercatat sebesar Rp74,8 triliun, atau meningkat hingga 5,1% YoY. Beban operasional tercatat sebesar Rp29,3 triliun, atau 3,1% lebih rendah dari tahun 2019, diakibatkan terhambatnya sebagian kegiatan operasional di saat pandemi.
Oleh karena itu PPOP meningkat hingga 11,2% YoY menjadi Rp45,4 triliun pada tahun 2020, sehingga dapat menjadi penyangga yang memadai untuk mengantisipasi kebutuhan biaya pencadangan. BCA membukukan biaya pencadangan sebesar Rp11,6 triliun, atau naik 152,3% YoY.
Meskipun terdapat berbagai tantangan di tahun 2020, rasio keuangan BCA tetap berada di posisi yang kokoh dengan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) tercatat sebesar 25,8%, lebih tinggi dari ketetapan regulator, dan loan to deposit ratio (LDR) tetap terjaga pada tingkat yang sehat yakni sebesar 65,8%.
Rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) terjaga pada tingkat yang bisa ditoleransi sebesar 1,8%, dibandingkan tahun 2019 yang sebesar 1,3%, didukung oleh relaksasi kebijakan restrukturisasi.
Normalisasi restrukturisasi kredit akan menjadi fokus BCA pada tahun 2021.
Sebagai tambahan, rasio pengembalian terhadap aset (return on asset/ROA) tercatat sebesar 3,3%, dan rasio pengembalian terhadap ekuitas (return on equity/ROE) sebesar 16,5% pada tahun 2020.
"Segala tantangan di tahun 2020 telah membuktikan pentingnya fokus dan strategi perbankan untuk mengembangkan platform digital, yang mana secara khusus telah membuat BCA siap menghadapi kondisi yang ditimbulkan oleh pandemi COVID-19, termasuk dampaknya pada pembatasan sosial dan mobilitas," kata Jahja.
"Perbankan transaksi yang merupakan lini bisnis utama BCA, justru memperoleh perhatian yang lebih besar dari nasabah dan pemangku kepentingan lainnya. Kami mempelajari wawasan baru serta mendapatkan pengalaman berharga untuk melayani nasabah dengan lebih baik lagi," ungkapnya.
Meskipun terdapat berbagai tantangan di tahun 2020, rasio keuangan BCA tetap berada di posisi yang kokoh dengan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) tercatat sebesar 25,8%, lebih tinggi dari ketetapan regulator, dan loan to deposit ratio (LDR) tetap terjaga pada tingkat yang sehat yakni sebesar 65,8%.
![]() BCA |
Rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) terjaga pada tingkat yang bisa ditoleransi sebesar 1,8%, dibandingkan tahun 2019 yang sebesar 1,3%, didukung oleh relaksasi kebijakan restrukturisasi.
Normalisasi restrukturisasi kredit akan menjadi fokus BCA pada tahun 2021. Sebagai tambahan, rasio pengembalian terhadap aset (return on asset/ROA) tercatat sebesar 3,3%, dan rasio pengembalian terhadap ekuitas (return on equity/ROE) sebesar 16,5% pada tahun 2020.
"Segala tantangan di tahun 2020 telah membuktikan pentingnya fokus dan strategi perbankan untuk mengembangkan platform digital, yang mana secara khusus telah membuat BCA siap menghadapi kondisi yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19, termasuk dampaknya pada pembatasan sosial dan mobilitas," katanya.
"Perbankan transaksi yang merupakan lini bisnis utama BCA, justru memperoleh perhatian yang lebih besar dari nasabah dan pemangku kepentingan lainnya. Kami mempelajari wawasan baru serta mendapatkan pengalaman berharga untuk melayani nasabah dengan lebih baik lagi," ungkapnya.
Sejak awal mula pandemi, perseroan juga telah mengambil berbagai langkah untuk melindungi karyawan dan nasabah dari imbas pandemi Covid-19.
Inisiatif tersebut termasuk ozonisasi disinfektan secara berkala, menegakkan disiplin protokol kesehatan, mendukung kebijakan work-from-home dari
Pemerintah, menerapkan pembagian operasional kerja (split operation), pemasangan terminal hand sanitizer, penerapan penilaian mandiri atas risiko Covid-19 bagi karyawan dan pengunjung, dan menyelenggarakan edukasi bagi karyawan secara virtual. Untuk komunitas, program CSR BCA melalui "Bakti BCA" menyediakan bantuan sosial, donasi alat kesehatan.
Data BEI mencatat, saham BBCA Senin ini ditutup naik 0,07% di level Rp 34.600/saham dengan kapitalisasi pasar mencapai Rp 853 triliun.
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Q3-2021, Laba Bersih BCA Tumbuh 15,8% (yoy) Jadi Rp 23,2 T