
Rupiah Kuat! Tapi Bisa Bertahan di Bawah Rp 14.000/US$ Gak?

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah masih mampu mempertahankan penguatan hingga pertengahan perdagangan Senin (8/2/2021). Namun, rupiah gagal bertahan di bawah Rp 14.000/US$.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,14% ke Rp 14.000/US$. Rupiah belum mencicipi zona merah hingga siang ini, penguatan bahkan sempat terakselerasi hingga ke 0,29% ke Rp 13.980/US$.
Tetapi setelahnya penguatan rupiah terpangkas dan kembali ke level Rp 14.000/US$ pada pukul 12:00 WIB.
Rupiah masih berpeluang kembali ke bawah Rp 14.000/US$ di sisa perdagangan hari ini, melihat pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang menguat siang ini ketimbang beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan pagi tadi.
Periode | Kurs Pukul 8:54 WIB | Kurs Pukul 11:54 WIB |
1 Pekan | Rp14.015,00 | Rp13.998,9 |
1 Bulan | Rp14.030,00 | Rp14.022,0 |
2 Bulan | Rp14.096,00 | Rp14.063,5 |
3 Bulan | Rp14.132,00 | Rp14.107,1 |
6 Bulan | Rp14.280,00 | Rp14.256,1 |
9 Bulan | Rp14.420,00 | Rp14.385,6 |
1 Tahun | Rp14.578,40 | Rp14.562,5 |
2 Tahun | Rp15.343,00 | Rp15.274,0 |
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Data ekonomi dari dalam negeri yang cukup bagus menopang penguatan rupiah. Pada pekan lalu, Sektor manufaktur Indonesia menambah ekspansi meski sedang berlangsung Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Kemudian pertumbuhan ekonomi yang sedikit lebih baik dari ekspektasi pasar, serta cadangan devisa yang mencetak rekor tertinggi.
Di sisi lain, indeks dolar AS yang mencapai level tertinggi 2 bulan pada pekan lalu diprediksi akan kembali melemah. Terbukti, di awal pekan ini indeks dolar AS kembali menurun, setelah merosot 0,53%.
Ahli strategi dari Westpac melihat vaksinasi yang dilakukan di Eropa akan mulai dipercepat pada akhir kuartal IV, ditambah dengan The Fed yang masih mempertahankan kebijakan moneter ultra-longgar pada akhirnya akan membuat dolar AS melemah.
"Penguatan indeks dolar AS (DXY) hanya sementara," tulis ahli strategi Westpac dalam sebuah catatan yang dikutip CNBC International, Jumat (5/4/2021).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article The Fed Tetap Tegas, Rupiah Tetap Liar!
