Usai "Ngamuk" Jumat Lalu, Kurs Dolar Australia Balik Melemah

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
08 February 2021 12:15
FILE PHOTO: Australian dollars are seen in an illustration photo February 8, 2018. REUTERS/Daniel Munoz/File Photo
Foto: Foto Ilustrasi mata uang Dolar Australia. REUTERS / Daniel Munoz / File Photo

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Australia melemah melawan rupiah pada perdagangan Senin (8/2/2021) pagi, setelah "ngamuk" Jumat lalu.

Pada pukul 11:05 WIB, AU$ setara Rp 10.740,8/AU$, dolar Australia melemah 0,21% di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Sementara pada perdagangan Jumat pekan lalu, dolar Australia melesat 1,1%, kenaikan tersebut bahkan mampu membalikkan pelemahan dalam 4 perdagangan sebelumnya.

Kenaikan tersebut terjadi setelah Australia Bagian Barat, salah satu negara bagian terbesar di Negeri Kanguru membuka kembali perbatasannya. 

"Saya sangat lega kita bisa mencapai titik ini. Sekarang kita bisa memulai lagi bisnis dan ekonomi dengan penuh rasa percaya diri," tegas Mark McGowan, Menteri Australia Bagian Barat, seperti dilansir Reuters.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat jumlah pasien positif corona di Australia per 6 Februari 2021 adalah 28.842 orang. Bertambah empat orang (0,01%) dibandingkan sehari sebelumnya.

Dalam 14 hari terakhir, rata-rata pasien positif bertambah enam orang setiap harinya. Lebih sedikit ketimbang rerata 14 hari sebelumnya yakni 13 orang per hari.

Meski demikian, dolar Australia belum mampu melanjutkan penguatan di awal pekan ini. Sebab, rupiah cukup perkasa setelah rilis data ekonomi pekan lalu. Sektor manufaktur Indonesia menambah ekspansi meski sedang berlangsung Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Kemudian pertumbuhan ekonomi yang sedikit lebih baik dari ekspektasi pasar, serta cadangan devisa yang mencetak rekor tertinggi.

Di sisi lain, dolar Australia juga masih tertekan outlook kebijakan moneter bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA).

RBA dalam pengumuman hasil rapat kebijakan moneter tersebut mengumumkan mempertahankan suku bunga acuan di rekor terendah 0,1%, dan akan menambah nilai QE sebesar AU$ 100 miliar.

Artinya jumlah uang yang beredar di perekonomian Australia akan bertambah, yang membuat penguatan dolar Australia teredam pada hari ini.

Selain itu, RBA baru akan menaikkan suku bunga paling cepat di tahun 2024.

"Dewan Gubernur tidak akan menaikkan suku bunga sampai inflasi stabil di rentang 2% hingga 3%. Saat itu terjadi, pertumbuhan gaji akan menjadi lebih tinggi dibandingkan saat ini," kata Gubernur RBA, Philip Lowe, sebagaimana dilansir Financial Review, Selasa (2/2/2021).

"Untuk mencapai hal tersebut, diperlukan perbaikan yang signifikan tingkat pengangguran dan pasar tenaga kerja menjadi ketat lagi. Dewan Gubernur tidak melihat hal itu akan terjadi setidaknya hingga awal 2024," tambahnya.

Lowe mengatakan saat ini tingkat pengangguran masih tinggi dibandingkan 2 dekade terakhir, meski diprediksi akan terus membaik. Di akhir tahun ini, tingkat pengangguran diprediksi turun menjadi sekitar 6%, dan 5,5% di akhir tahun 2022.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tahun Lalu Jeblok 4%, Dolar Australia Turun Lagi di Awal 2022

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular