
PDB RI Terparah Sejak 1998, IHSG Malah Diramal Tembus 7.400

Jakarta, CNBC Indonesia - PT UOB Asset Management Indonesia memproyeksikan bursa saham domestik tahun ini akan berada di tren positif dan berpotensi menembus level psikologis 7.400 untuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Direktur Utama UOB Asset Management Indonesia Ari Adil memaparkan, adanya potensi penguatan IHSG menuju level 7.400. Proyeksi tersebut didasarkan dari data rata-rata IHSG selama 10 tahun dengan asumsi kenaikan earning per share (EPS) 25% di tahun 2021, di poin +1 standar deviasi sebesar 17,4x price to earnings ratio (PER).
Menurutnya, arus investasi kemungkinan akan meningkat seiring dengan adanya UU Cipta Kerja (Omnibus Law) dan pemulihan ekonomi di tahun 2021, yang akan mendorong pertumbuhan laba per saham alias earnings per share (EPS) emiten dan menahan tren arus modal keluar.
Dengan demikian, pasar modal masih akan menjadi salah satu pilihan investasi yang menarik bagi para investor di tengah pandemi Covid-19.
Selain potensi EPS yang bertumbuh, suku bunga acuan yang rendah juga akan menciptakan minat terhadap aset berisiko seperti saham.
UOB menilai, Bank Indonesia masih memiliki kemungkinan untuk menurunkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin pada semester I tahun ini.
Dengan demikian, arus dana asing seharusnya kembali lagi ke Indonesia seiring minat investor yang akan beralih ke aset berisiko seperti saham untuk mendapatkan potensi keuntungan lebih tinggi.
Sentimen lainnya yang mendukung kenaikan IHSG sampai penghujung tahun ialah rencana paket stimulus Covid-19 AS sebesar US $1,9 triliun juga akan mendatangkan inflow ke Indonesia.
"Stimulus diperkirakan mendorong aliran dana ke obligasi berdenominasi rupiah. Peristiwa ini akan mengurangi tekanan pada defisit transaksi berjalan dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah," kata Ari, dalam webinar, dikutip Jumat (5/2/2021)
Hal ini, kata dia berimbas positif terutama pada harga komoditas dan akan menguntungkan bagi Indonesia.
Selain itu, ia menyebut bahwa sejak diresmikannya Omnibus Law sejak tahun lalu akan menjadi sentimen fundamental investasi paling kuat dalam jangka panjang. Bahkan, implementasi Omnibus Law juga bisa membawa Indonesia menjadi salah satu negara dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi terbaik dibandingkan negara lainnya di tahun ini.
"Fundamental jangka panjang Indonesia didukung oleh Omnibus Law, yang berpotensi memperbaiki iklim investasi Indonesia dan mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap komoditas," katanya.
Sampai dengan Jumat pagi ini, IHSG terpantau menunjukkan kenaikan sebesar 0,45% ke level 6.133,60 poin meski sempat terkoreksi lantaran pengumuman pertumbuhan ekonomi RI yang minus.
Meski sejak awal tahun bursa saham domestik masih terkoreksi 2,27%, namun dalam sepekan terakhir trennya sudah kembali positif dengan penguatan sebesar 4,58%. Hal ini juga didukung aksi beli investor asing yang sejak awal tahun sudah mencapai Rp 12,04 triliun.
Pada pukul 09.48 WIB, IHSG naik 0,18% di level 6.118, dengan net sell asing Rp 35 miliar di pasar reguler.
Sebelumnya, JPMorgan, perusahaan jasa keuangan global asal AS, juga memprediksi perekonomian Indonesia akan tumbuh pada tahun depan, rupiah juga menguat, sehingga IHSG bisa melesat hingga mencapai rekor 6.800 pada akhir Desember 2021.
Di sisi lain, pagi ini, pukul 09.00 WIB, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan angka pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020. Seperti ekspektasi, ekonomi Tanah Air tumbuh negatif alias terkontraksi.
Kepala BPS Suhariyanto melaporkan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tahun lalu tumbuh -2,07%. Jauh memburuk ketimbang 2019 yang tumbuh 5,02%.
Kali terakhir Indonesia mengalami kontraksi ekonomi adalah pada 1998. Kala itu, Indonesia bergumul dengan krisis multi-dimensi yang sampai menyebabkan rezim Orde Baru terguling setelah berkuasa lebih dari tiga dekade
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi sepanjang 2020 di -2,1%. Ini menjadi pencapaian terburuk sejak 1998, saat Indonesia sedang bergulat dengan krisis multi-dimensi yang menjadi pemicu tumbangnya rezim Orde Baru yang berkuasa selama lebih dari tiga dekade.
Setelah krisis ekonomi pada tahun 1997, maka laju pertumbuhan ekonomi Indonesia turun (-13,16%) pada 1998, bertumbuh sedikit (0,62%) pada tahun 1999 dan setelah itu makin membaik.
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Lesu, IHSG Kayaknya Ditutup Merah Lagi Jelang Long Weekend
