
RI Masih Dihantui Resesi, Tapi IHSG Tetap Bisa Terbang Tinggi

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,41% ke 6.107,216 pada perdagangan Kamis kemarin. Data perdagangan mencatat investor asing melakukan aksi beli bersih (net buy) nyaris Rp 500 miliar, dengan nilai transaksi mencapai Rp 15,32 triliun.
Bursa kebanggaan Tanah Air ini perlahan mulai bangki dari kemerosotan pekan lalu. Dalam 4 hari perdagangan pekan ini, IHSG mampu membukukan penguatan dalam 3 hari.
Pada perdagangan hari ini, Jumat (5/2/2021), IHSG berpeluang besar melanjutkan penguatan melihat bursa saham global yang menghijau. Wall Street sebagai kiblat bursa saham dunia membukukan penguatan lebih dari 1%, yang tentunya menjadi sentimen positif bagi bursa saham Asia, termasuk IHSG.
Namun, pelaku pasar juga menanti rilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal IV-2020 yang akan dirilis pagi ini. Data tersebut akan memberikan gambaran sejauh mana pemulihan ekonomi dari resesi akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19).
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan Produk Domestik Bruto (PDB) Tanah Air masih akan dihiasi oleh angka negatif. Pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2020 terhadap kuartal sebelumnya (quarter-to-quarter/QtQ) diperkirakan -0,395%.
Kemudian pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2020 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY) diperkirakan -2,145%. Dengan demikian, Indonesia mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) PDB selama tiga kuartal beruntun, artinya belum mampu lepas dari resesi. Meski kabar baiknya, kontraksi tersebut melandai.
Secara teknikal, IHSG kemarin membentuk Doji, secara psikologis pola ini mengindikasikan pasar masih kebingungan menentukan kemana arah IHSG. Artinya peluang IHSG ambrol atau melesat sama besarnya.
Meski demikian IHSG masih bertahan di atas 6.000 dan rerata pergerakan 50 hari (moving average/MA50).
IHSG sebelumnya mengalami kemerosotan 7 hari beruntun setelah membentuk pola 3 gagak hitam (three black crow). Pola tersebut merupakan sinyal pembalikan arah, dari sebelumnya dalam tren menanjak berubah menjadi turun, atau "malapetaka" bagi IHSG.
Pola three black crow terdiri dari 3 candle stick yang menurun, dengan posisi penutupan candle terakhir selalu lebih rendah dari candle sebelumnya.
IHSG yang kini berada di atas MA 50 memberikan peluang berlanjutnya penguatan IHSG, sekaligus menghentikan "bayang-bayang" tiga gagak hitam.
Tetapi jika kembali ke bawah 6.000, maka risiko berlanjutnya penurunan kembali muncul, dengan target ke kisaran 5.600 dalam beberapa hari ke depan.
![]() Foto: Refinitiv |
Level 5.600 berada di dekat dengan MA 100 serta Fibonnanci Retracement 61,8% yang bisa menjadi support kuat. Fibonnaci tersebut ditarik dari level tertinggi September 2019 di 6.414 ke level terlemah tahun 2020 di 3.911 pada grafik harian.
Sementara itu Indikator stochastic pada grafik harian mulai keluar dari wilayah jenuh jual (oversold).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Sebaliknya, stochastic pada grafik 1 jam kini mulai turun dari wilayah jenuh beli.
![]() Foto: Refinitiv |
Seperti disebutkan sebelumnya, dengan berada di atas 6.000 dan MA 50, IHSG berpeluang kembali menguat, selama mampu bertahan di atasnya.
Resisten terdekat berada di kisaran 6.160, yang menjadi target penguatan. Jika mampu ditembus, IHSG berpotensi melesat ke 6.200.
Sementara itu support terdekat berada di 6.050 hingga 6.040. Jika ditembus, IHSG berpeluang turun ke level psikologis 6.000. Support selanjutnya berada di 5.950 hingga 5.920.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi Pamer Kinerja IHSG, Lebih Cuan dari Negara Tetangga