ExxonMobil Rugi US$ 20 Miliar di Q4 2020

Wilda Asmarini, CNBC Indonesia
03 February 2021 18:53
FILE PHOTO: An airplane comes in for a landing above an Exxon sign at a gas station in the Chicago suburb of Norridge, Illinois, U.S., October 27, 2016. REUTERS/Jim Young/File Photo                           GLOBAL BUSINESS WEEK AHEAD
Foto: REUTERS/Jim Young

Jakarta, CNBC Indonesia - Exxon Mobil Corporation, perusahaan minyak dan gas bumi asal Amerika Serikat, mengatakan pada Selasa (02/02/2021) bahwa perusahaan mencatatkan kerugian sebesar US$ 20,1 miliar selama kuartal keempat 2020, menandai kerugian empat kuartal berturut-turut karena raksasa energi itu bergulat dengan dampak pandemi.

Exxon mengatakan menghasilkan 3 sen US$ per saham, tidak termasuk yang dihasilkan selama kuartal keempat, yang melampaui perkiraan analis yakni 1 sen US$ per saham, seperti yang disurvei oleh Refinitiv, dikutip dari CNBC International.

Pendapatan, bagaimanapun, di bawah ekspektasi yakni sebesar US$ 46,54 miliar. Sementara Konsensus Street sebesar US$ 48,76 miliar.

Pada periode yang sama tahun sebelumnya, perusahaan menghasilkan 41 sen US$ per saham berdasarkan penyesuaian, dari pendapatan US$ 67,17 miliar. Selama kuartal ketiga 2020, Exxon merugi 18 sen US$ per saham dengan basis yang disesuaikan, sekaligus menghasilkan pendapatan US$ 46,2 miliar.

Saham Exxon naik 1,6% pada kemarin, Selasa (02/02/2021).

"Tahun lalu kondisi pasar paling menantang yang pernah dialami Exxon Mobil," kata Chairman dan CEO Exxon Mobil Darren Woods dalam sebuah pernyataan, Selasa (02/02/2021), dikutip dari CNBC International.

Dia mengatakan langkah-langkah pemotongan biaya yang dilakukan secara agresif oleh perusahaan diharapkan dapat menghasilkan penghematan biaya sebesar US$ 6 miliar per tahun pada 2023.

"Kami telah membangun program modal fleksibel yang kuat untuk berbagai skenario pasar dan berfokus pada peluang mencetak keuntungan tertinggi untuk mendorong arus kas yang lebih besar, menutupi dividen, dan meningkatkan potensi pendapatan dari bisnis kami dalam jangka pendek dan panjang," tutur Woods.

Pada hari Senin, Exxon mengumumkan rencana untuk menginvestasikan US$ 3 miliar dalam bisnis penangkapan karbon (carbon capture) dan teknologi pengurangan emisi lainnya. Menurut beberapa orang, langkah tersebut dinilai terlalu terlambat untuk memerangi perubahan iklim dan berpendapat Exxon seharusnya memprioritaskan investasi untuk masa depan. Perusahaan migas lainnya, termasuk BP juga telah menetapkan target emisi nol.

Harga minyak berangsur naik, menyusul menurunnya permintaan yang belum pernah terjadi sebelumnya akibat pandemi virus corona. Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate AS naik lebih dari 2% pada Selasa yang diperdagangkan pada level tertinggi US$ 54,96 per barel, level kontrak tertinggi sejak Januari 2020. Namun, industri energi masih merasakan dampak dari penurunan permintaan.

Saham Exxon naik 9% tahun ini, tetapi turun 27% selama 12 bulan terakhir hingga penutupan hari Senin.

Sementara rival Exxon, yakni Chevron Corporation pada hari Jumat lalu mencatatkan kerugian 1 sen US$ per saham selama kuartal keempat pada basis yang disesuaikan, dibandingkan dengan perkiraan konsensus yakni laba 7 sen US$ per saham. Pendapatan juga tidak sesuai dengan ekspektasi analis.

CEO dari dua perusahaan minyak AS terbesar itu dikabarkan mengadakan pembicaraan merger karena pandemi Covid mengacaukan operasi mereka, menurut beberapa laporan. Exxon menolak berkomentar, sementara juru bicara Chevron mengatakan perusahaan tidak mengomentari "rumor atau spekulasi pasar."

Saham Chevron naik 2% pada tahun ini, tetapi turun 19% selama tahun lalu hingga penutupan Senin.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Lagi, Chevron Potong Investasi Miliaran Dolar

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular