Kapitalisasi Pasar Rp 100 T

IHSG Ambrol Sepekan, Market Cap Drop! BBCA-BBRI Masih Teratas

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
01 February 2021 13:44
Dari PPKM hingga Pelemahan Wall Street Membuat IHSG Makin Terpuruk Pekan Lalu
Foto: Muhammad Luthfi Rahman

Dari dalam negeri, sentimen pertama yakni terkait diperpanjangnya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di kota-kota utama di Jawa dan Bali hingga 8 Februari 2021 mendatang

Keputusan perpanjangan PPKM tersebut itu disampaikan oleh Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Airlangga Hartarto dalam keterangan pers di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (21/1/2021).

Selanjutnya, kasus positif yang telah menyentuh 1 juta juga menjadi pemberat IHSG untuk menguat.

Data Kementerian Kesehatan menunjukkan hingga Kamis lalu, total pasien baru atau kasus terjangkit Covid-19 bertambah 13.695 orang sehingga totalnya 1.037.993 orang.

Kasus baru tersebut ditemukan pada 54.114 orang yang selesai menjalani tes Covid-19 pada hari ini. Dengan jumlah tersebut maka dari setiap 4 tes Covid-19 ditemukan 1 kasus positif.

Kemenkes juga mencatat setidaknya ada 476 kasus kematian dalam sehari terakhir. Rekor ini memecahkan rekor yang tercipta sehari sebelumnya yakni 387 kasus kematian.

Total kasus kematian akibat Covid-19 di RI menembus 29.331 orang. Sementara itu, pasien sembuh bertambah 10.792 orang dalam sehari sehingga totalnya menjadi 842.122 orang.

Tak hanya di dalam negeri, dari luar negeri yakni dari Amerika Serikat (AS), Ambruknya Wall Street pada perdagangan Rabu (27/1/21) juga menjadi pemicu koreksi IHSG pada pekan ini, di mana indeks acuan Paman Sam tersebut terkoreksi lebih dari 2%.

Koreksi Wall Street di zona merah dengan koreksi yang cukup parah tentu saja bisa menjadi sentimen negatif tersendiri bagi Bursa Asia termasuk IHSG.

Depresiasi bursa Paman Sam bisa menyebrang benua dan menjadi penyebar ketakutan di pasar dimana bisa saja menyebabkan indeks acuan kalah sebelum bertanding.

Masih di AS, Komite Pasar Terbuka The Fed (Federal Open Market Committee/FOMC) pada pekan lalu memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunga acuannya di level 0% hingga 0,25% dan menjaga pembelian obligasi berada di posisi US$ 120 miliar per bulan.

Bank Sentral AS tersebut memberi sinyal bahwa jalur ekonomi AS akan bergantung terhadap kasus corona, salah satunya bagaimana progres dari vaksinasi, di mana The Fed mengatakan krisis kesehatan publik ini menganggu aktivitas ekonomi,

Gubernur The Fed sendiri mengatakan bahwa Bank Sentral AS ini akan mengambil langkah Wait and See terhadap potensi terjadinya inflasi setelah pandemi corona meskipun menurutnya hal ini masih akan lama.

"Ekonomi masih akan berada jauh di bawah target tingkat pengangguran dan inflasi dan masih akan lama sampai progress yang substansial akan tercapai" ujar Jay Powell.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular