RI Punya Bank Syariah Raksasa, Saham Pemiliknya Nyungsep

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
28 January 2021 12:36
Bank Syariah Indonesia. Ist

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham-saham dari Himpunan Bank-bank Milik Negara (Himbara) hari ini diperdagangkan di zona merah, mengikuti Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang juga bergerak terkoreksi pada perdagangan sesi pertama hari ini.

Simak pergerakan saham Bank Himbara hingga penutupan perdagangan sesi I hari ini:

Pelemahan terbesar terjadi di saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI). Pada penutupan sesi pertama, BMRI ambles 3,42% ke posisi Rp 7.050/unit. Nilai transaksi saham BMRI mencapai Rp 227 miliar dengan volume transaksi yang diperdagangkan sebanyak 31 miliar lembar saham. Asing melakukan net sell di saham BMRI sebesar Rp 32,34 di pasar reguler.

Di posisi kedua, ada saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) yang ambrol 2,51% ke level Rp 5.825/unit. Nilai transaksi saham BBNI hingga penutupan sesi I mencapai Rp 132 miliar dengan volume transaksi yang diperdagangkan sebanyak 22 miliar lembar saham. Asing pun juga melakukan net sell sebesar Rp 15,71 miliar di pasar reguler.

Sedangkan di posisi terakhir ada saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang terkoreksi 1,08% ke Rp 4.570/unit. Adapun nilai transaksi saham BBRI saat ini mencapai Rp 323 miliar dengan volume transaksi yang diperdagangkan sebanyak 70 miliar lembar saham. Namun, asing malah melakukan net buy di saham BBRI sebesar Rp 35,85 miliar di pasar reguler.

Pelemahan saham bank Himbara ini terjadi setelah proses merger tiga bank syariah milik bank Himbara tersebut telah direstui oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Rabu (27/1/21) kemarin.

Pemerintah akan menjadi ultimate shareholder dari bank hasil penggabungan melalui bank-bank Himbara (Himpunan Bank-bank Milik Negara) sebagai pemegang saham bank hasil penggabungan.

Adapun komposisi pemegang saham BSI nantinya yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) 51,2%, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) 25,0%, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) 17,4%, DPLK BRI-Saham Syariah 2%, dan investor publik 4,4%.

Sebelumnya pada Rabu (27/1/21) kemarin, perusahaan yang bernama PT Bank Syariah Indonesia (BSI) ini telah mendapatkan persetujuan dari OJK ditandai dengan keluarnya Salinan Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor 4/KDK.03/2021 tentang Pemberian Izin Penggabungan PT Bank Syariah Mandiri dan PT Bank BNI Syariah ke dalam PT Bank BRI Syariah Tbk., serta Izin Perubahan Nama dengan Menggunakan Izin Usaha PT Bank BRISyariah Tbk., Menjadi Izin Usaha Atas Nama PT Bank Syariah Indonesia Tbk., sebagai Bank Hasil Penggabungan.

Jika seluruh proses ini rampung, maka merger tiga bank syariah milik Himbara akan efektif pada Senin, 1 Februari 2021 dengan nama dan identitas baru yakni PT Bank Syariah Indonesia Tbk dan kode saham BRIS.

Ketua Project Management Office Integrasi dan Peningkatan Nilai Bank Syariah BUMN serta Direktur Utama Bank Syariah Mandiri Hery Gunardi menyatakan bersyukur dan menyambut baik kabar gembira atas diterimanya persetujuan OJK terhadap rencana penggabungan ketiga bank umum syariah hari ini.

"Saya mewakili seluruh tim Project Management Office berterima kasih kepada OJK dan seluruh regulator terkait atas dukungan dan bimbingannya selama proses merger ini berlangsung, sejak awal proses ini dimulai," kata Hery dalam siaran persnya, Rabu (27/1/2021).

"Meski di tengah pandemi, seluruh pihak tetap bekerja, saling bahu-membahu, mendukung bersatunya tiga bank Syariah dan melahirkan Bank Syariah Indonesia. Sejatinya kita semua ini bersatu untuk Indonesia," lanjutnya.

Setelah tanggal efektif merger, perusahaan akan fokus untuk memastikan proses integrasi layanan dan core banking dari ketiga bank berjalan baik dan minim disrupsi demi peningkatan layanan kepada masyarakat dan nasabah.

Sementara proses ini berlangsung, layanan dan operasional di tiga bank tetap berjalan seperti biasa. Hal ini disampaikan oleh Ngatari, Direktur Utama PT BRISyariah.

Dia mengatakan layanan dan operasional ketiga bank seperti biasa. Perubahan layanan dan operasional dalam proses penggabungan akan diinformasikan secara bertahap dan dana nasabah tetap aman dan dijamin sesuai dengan regulasi.

Sementara itu, setelah penggabungan selesai bank ini nantinya akan memiliki layanan yang cakupannya lebih luas dan terjadinya peningkatan kualitas.

Direktur Utama BNI Syariah Abdullah Firman Wibowo mengatakan perusahaan menjajaki kerjasama dengan mitra bisnis di luar negeri menggunakan layanan keuangan syariah, akan semakin terbuka.

Produk dan jasa yang ditawarkan Bank Syariah Indonesia dipastikan menjawab seluruh kebutuhan nasabah dan masyarakat.

Layanan ini nantinya akan mencakup UMKM, korporasi, ritel, dan investor global dan sesuai dengan standar internasional.

Bank ini nantinya akan melakukan kegiatan usaha di lebih dari 1.200 kantor cabang dan unit eksisting yang sebelumnya dimiliki BRIsyariah, Bank Syariah Mandiri, serta BNI Syariah.

Berdasarkan proforma keuangan per 30 Juni 2020, total aset Bank Hasil Penggabungan nantinya mencapai Rp 214,6 triliun dengan modal inti lebih dari Rp 20,4 triliun.

Jumlah tersebut menempatkan Bank Hasil Penggabungan dalam daftar 10 besar bank terbesar di Indonesia dari sisi aset, dan TOP 10 bank syariah terbesar di dunia dari sisi kapitalisasi pasar.

Kinerja Keuangan BRI

Dalam laporan keuangan BRI per 30 September 2020, laba bersih yang dapat diatribusikan ke entitas induk sebesar Rp 14,12 triliun. Angka ini mengalami penurunan dari periode yang sama tahun 2019 sebesar Rp 24,78 triliun.

Pendapatan bunga dan syariah perseroan juga turun 7% menjadi Rp 56,05 triliun per 30 September 2020. Sedangkan Laba operasional perseroan pada kuartal ketiga tahun 2020 sebesar Rp 20,43 triliun atau turun sekitar 30%.

Dari posisi neraca, total liabilitas perseroan per 30 September 2020 sebesar Rp 1.220 triliun atau naik 3% dari periode 31 Desember 2019 yang sebesar Rp 1.183 triliun.

Sedangkan total dana syirkah temporer perseroan pada kuartal ketiga tahun 2020 sebesar Rp 32,95 triliun. Angka ini lebih tinggi dari periode akhir tahun 2019 yang sebesar Rp 24,82 triliun.

Sementara itu, total ekuitas yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk turun 6,7% menjadi Rp 194,67 triliun. Adapun total aset perseroan per 30 September 2020 naik 2,2% menjadi Rp 1.447 triliun.

 

Kinerja Keuangan Bank Mandiri

Dalam laporan keuangan Bank Mandiri per 30 September 2020, laba bersih yang dapat diatribusikan ke entitas induk sebesar Rp 14,03 triliun. Angka ini mengalami penurunan dari periode yang sama tahun 2019 sebesar Rp 20,25 triliun.

Pendapatan bunga dan syariah perseroan juga turun 4% menjadi Rp 42,16 triliun per 30 September 2020. Sedangkan Laba operasional perseroan pada kuartal ketiga tahun 2020 sebesar Rp 18,96 triliun atau turun sekitar 28%.

Dari posisi neraca, total liabilitas perseroan per 30 September 2020 sebesar Rp 1.220 triliun atau naik 10% dari periode 31 Desember 2019 yang sebesar Rp 1.318 triliun.

Sedangkan total dana syirkah temporer perseroan pada kuartal ketiga tahun 2020 sebesar Rp 82,84 triliun. Angka ini lebih rendah dari periode akhir tahun 2019 yang sebesar Rp 83,46 triliun.

Sementara itu, total ekuitas yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk turun 9% menjadi Rp 189,34 triliun. Adapun total aset perseroan per 30 September 2020 naik 6,7% menjadi Rp 1.406 triliun.

 

Kinerja Keuangan BNI

Dalam laporan keuangan BNI per 30 September 2020, laba bersih yang dapat diatribusikan ke entitas induk sebesar Rp 4,32 triliun. Angka ini mengalami penurunan dari periode yang sama tahun 2019 sebesar Rp 11,97 triliun.

Pendapatan bunga dan syariah perseroan juga turun 0,8% menjadi Rp 26,65 triliun per 30 September 2020. Sedangkan Laba operasional perseroan pada kuartal ketiga tahun 2020 sebesar Rp 6,01 triliun atau turun sekitar 60%.

Dari posisi neraca, total liabilitas perseroan per 30 September 2020 sebesar Rp 772,48 triliun atau naik 12% dari periode 31 Desember 2019 yang sebesar Rp 688,49 triliun.

Sedangkan total dana syirkah temporer perseroan pada kuartal ketiga tahun 2020 sebesar Rp 31,54 triliun. Angka ini lebih rendah dari periode akhir tahun 2019 yang sebesar Rp 32,11 triliun.

Sementara itu, total ekuitas yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk turun sekitar 10% menjadi Rp 110,41 triliun. Adapun total aset perseroan per 30 September 2020 naik 8% menjadi Rp 916,95 triliun.

Kinerja Saham Bank Himbara

Secara fundamental, valuasi harga dibanding nilai bukunya (price to book value/PBV), saham Bank Himbara memang masih terjangkau, di mana rata-rata PBV bank Himbara berada di bawah angka 5 kali.

Jika dibandingkan dengan rata-rata PBV perbankan, hanya saham BBNI yang PBV-nya masih relative lebih murah, karena berada di bawah rata-rata PBV perbankan, yakni di angka 0,99 kali. Sedangkan jika dibandingkan dengan ketiganya, maka PBV BBNI juga masih lebih murah.

PBV adalah rasio harga terhadap nilai buku, biasa digunakan untuk melihat seberapa besar kelipatan dari nilai pasar saham perusahaan dengan nilai bukunya. Misalkan PBV sebesar 1x, artinya harga saham sudah tumbuh sebesar 1 kali lipat dibandingkan kekayaan bersih perusahaan.

Sedangkan apabila menggunakan metode valuasi laba bersih dibandingkan dengan harga sahamnya (price to earnings ratio/PER), saham Bank Himbara juga masih relatif terjangkau, walaupun jika dibandingkan dengan PER perbankan, saham Bank Himbara sudah lebih mahal.

Namun, jika dibandingkan dengan ketiganya, PER saham BMRI yang masih lebih murah, yakni di angka 17,9 kali. PER adalah perbandingan antara harga saham dengan laba bersih perusahaan.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular