
MEDC & TPIA Masuk LQ45, Yuk Cek Fundamental & Valuasinya

Jakarta, CNBC Indonesia -Bursa Efek Indonesia (BEI) telah merilis daftar terbaru emiten yang berada di indeks LQ45. Daftar terbaru tersebut untuk periode Februari sampai dengan Juli 2021. Ada dua emiten baru yang masuk ke dalam indeks LQ45, yakni PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA).
Dalam pengumuman yang disampaikan, BEI telah melakukan evaluasi mayor atas indeks LQ45 pada bulan Januari 2021 guna menetapkan daftar saham dan menyesuaikan bobot atas saham-saham yang digunakan untuk penghitungan indeks LQ45.
Data perdagangan mencatat pada pukul 11:00 WIB, saham MEDC telah melesat 6,56% ke posisi Rp 650/unit setelah ditransaksikan sebanyak 5,865 kali dengan nilai transaksi Rp 58,78 miliar. Saat ini, nilai kapitalisasi pasar MEDC di BEI sebesar Rp 16,34 triliun.
Selain MEDC, saham TPIA juga 'kecipratan' berkah dari masuknya ke indeks LQ45. Pada pukul 11:00 WIB, saham TPIA menguat 1,72% ke level Rp 10.375/unit setelah ditransaksikan sebanyak 899 kali dengan nilai transaksi Rp 42,31 miliar. Adapun kapitalisasi pasar TPIA saat ini mencapai Rp 185,02 triliun.
Investor asing pun masuk di kedua saham tersebut, di mana pada saham MEDC, asing melakukan aksi beli bersih (net buy) sebesar Rp 7,73 miliar. Sedangkan di saham TPIA, asing melakukan net buy Rp 5,17 miliar.
Secara pergerakan, saham MEDC selama sepekan telah melesat 3,17% dan selama 3 bulan sudah meroket 70,16%. Sementara untuk saham TPIA selama sepekan terakhir penguatannya masih belum pesat yakni 0,73% dan selama 3 bulan terakhir, TPIA sudah melesat 33,01%.
Dalam kinerja keuangan, saham MEDC sebenarnya masih merugi. Hal ini terlihat dari laporan keuangan perseroan pada kuartal III-2020, di mana MEDC masih mencatatkan rugi bersihnya sebesar US$ 130,12 juta atau sekitar Rp 1,79 triliun jika kurs saat itu Rp 13.800.
Pendapatan bersih MEDC juga turun menjadi US$ 792,9 juta atau Rp 10,94 triliun pada 30 September 2020. Hal ini karena turunnya pendapatan dari minyak dan gas bumi (migas) yang turun 30% menjadi US$ 84,45 juta dan turunnya pendapatan dari tenaga listrik menjadi US$ 30,59 juta.
Dari Posisi Neraca, liabilitas jangka pendek perseroan pada kuartal III-2020 malah naik drastis menjadi US$ 1,42 miliar dari sebelumnya pada akhir tahun 2019 sebesar US$ 706 juta. Sedangkan liabilitas jangka panjang perseroan turun sekitar 9% menjadi US$ 3,58 miliar pada akhir September 2020.
Adapun total equitas perseroan per 30 September 2020 turun 0,1% menjadi US$ 1,19 miliar dan total aset perusahaan naik sekitar 5% menjadi US$ 6,36 miliar.
Sementara itu, kinerja keuangan saham TPIA juga mencatatkan rugi bersihnya pada kuartal ketiga tahun 2020 sebesar US$ 19,73 juta atau sekitar Rp 272,27 miliar jika kurs saat itu Rp 13.800.
Pendapatan bersih TPIA juga turun 8% menjadi US$ 1,27 miliar atau Rp 17,5 triliun pada akhir September 2020.
Hal ini karena turunnya penjualan dari beberapa produk seperti styrene monomer yang turun 35% menjadi US$ 106,04 juta, produk olefin yang turun 48% menjadi US$ 88,52 juta dan produk butadiene yang turun 39% menjadi US$ 42,41 juta.
Dari Posisi Neraca, liabilitas jangka pendek perseroan pada kuartal III-2020 turun menjadi US$ 627 juta dari sebelumnya pada akhir tahun 2019 sebesar US$ 784 juta. Sedangkan liabilitas jangka panjang perseroan turun sekitar 1,2% menjadi US$ 895 juta pada akhir September 2020.
Adapun total equitas perseroan per 30 September 2020 turun 1,3% menjadi US$ 1,74 miliar dan total aset perusahaan juga turun sekitar 5% menjadi US$ 3,26 miliar.
Secara fundamental, saham MEDC yang ditunjukkan oleh valuasi harga dibanding nilai bukunya (price to book value/PBV) masih terbilang murah di angka 0,91 kali. Sedangkan PBV TPIA juga masih cukup terjangkau yakni 7,05 kali. Jika dibandingkan keduanya, maka PBV saham MEDC masih lebih menarik dibandingkan dengan PBV saham TPIA.
PBV adalah rasio harga terhadap nilai buku, biasa digunakan untuk melihat seberapa besar kelipatan dari nilai pasar saham perusahaan dengan nilai bukunya. Misalkan PBV sebesar 2x, artinya harga saham sudah tumbuh sebesar 2 kali lipat dibandingkan kekayaan bersih perusahaan.
Sedangkan apabila menggunakan metode valuasi laba bersih dibandingkan dengan harga sahamnya (price to earnings ratio/PER), karena saham MEDC masih membukukan rugi bersih pada kuartal III-2020, maka PER MEDC berada di zona negatif dan tidak bisa di analisa secara efektif, yakni di angka -6,15 kali.
Hal sama juga terjadi di saham TPIA, karena masih merugi, maka analisa menggunakan PER tidak efektif, karena angka PERnya juga negative, yakni -474,25 kali. PER adalah perbandingan antara harga saham dengan laba bersih perusahaan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bos Medco Sebut Minyak Sulit Masuk Periode Supercycle
