
Saham Anak Usaha Pelindo Diam-diam ARA 2 Hari, Ada Apa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham emiten jasa kepelabuhanan PT Indonesia Kendaraan Terminal Tbk (IPCC) melesat kencang sejak perdagangan Rabu kemarin. Tercatat pada perdagangan hari ini, Kamis (21/1), jelang penutupan, saham IPCC melesat 24,44% ke level Rp840/unit.
Harga saham emiten sejatinya sudah melesat pada perdagangan Rabu, di mana IPCC terbang ke level tertinggi yang diizinkan oleh regulator alias ARA di angka 25% yang artinya IPCC sudah terbang di level ARA selama 2 hari berturut-turut.
Usut punya usut, kenaikan harga saham kedua perusahaan setelah rilis perusahaan melaporkan kenaikan volume bongkar muat alat berat di terminal IPCC yang terus mencatatkan kenaikan.
Selain itu IPCC juga diuntungkan dari layanan bongkar muat perusahaan otomotif asal Korea Selatan, Hyundai.
Tak hanya itu, anak usaha BUMN PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II ini nantinya diuntungkan dengan pembentukan holding pelabuhan yang sudah direncanakan oleh Menteri BUMN, Erick Thohir.
Melalui siaran persnya, manajemen IPCC menyatakan perseroan mencatatkan kenaikan pertumbuhan volume penanganan ekspor alat berat di Terminal Internasional.
Secara bulanan, kenaikan penanganan tersebut mampu melampaui pertumbuhan penanganan volume bongkar muat layanan kendaraan CBU (completely built up) di Terminal Internasional yang biasanya naik lebih tinggi dari pertumbuhan penanganan bongkar muat alat berat dan Spareparts/General Cargo.
Sebagai catatan, kenaikan penanganan ekspor alat berat di bulan Juli 2020 sebanyak 479 unit atau mengalami kenaikan 205,10% dibandingkan Juni 2020 sebanyak 157 unit. Pertumbuhan positif lain juga terjadi pada bulan September 2020 sebesar 43,75% dari 432 unit di bulan Agustus 2020 menjadi 621 unit.
Lalu, di bulan November 2020 sebanyak 558 unit atau naik 2,39% dibandingkan bulan Oktober 2020 sebanyak 545 unit.
Selanjutnya, di penghujung akhir tahun 2020, volume penanganan ekspor alat berat bertumbuh 42,65% menjadi 796 unit di bulan Desember 2020 dibandingkan 585 unit di bulan November 2020.
Tidak hanya ekspor, pada impor pun juga catatkan kenaikan. Sebagai contoh, di bulan Desember 2020 setidaknya terdapat 322 unit Alat Berat yang masuk ke Terminal Internasional IPCC atau naik 28,29% dibandingkan bulan November 2020 sebanyak 251 unit Alat Berat impor.
Bahkan di bulan November 2020, mengalami kenaikan yang lebih tinggi dengan naik 109,17% dengan volume impor Alat Berat sebanyak 251 unit dibandingkan bulan Oktober 2020 sebanyak 120 unit.
Manajemen berharap, tahun ini dapat menjadi tahun perbaikan dan pemulihan ekonomi yang berkelanjutan seperti yang diperkirakan Pemerintah dan sejumlah kalangan sehingga dapat meningkatkan permintaan kembali atas alat berat.
Dengan demikian, kondisi tersebut dapat memberikan tambahan peningkatan kinerja bagi IPCC dalam melayani bongkar muat kendaraan, khususnya Alat Berat di Terminal IPCC.
Selanjutnya perseroan juga mengungkapkan bahwa telah dilakukan layanan bongkar muat kendaraan CBU asal pabrikan Hyundai, Korea Selatan.
Layanan tersebut dapat dikatakan first time call karena kapal yang bersandar di dermaga IPCC ialah kapal yang datang langsung (direct call) dari Korea Selatan, lebih tepatnya dari Pelabuhan Ulsan yang datang ke Tanjung Priok sebelum bertolak ke Pelabuhan selanjutnya di Hambantota, Sri Lanka.
Di sisi lain, dalam layanan tersebut IPCC yang melakukan aktivitas layanan secara keseluruhan, mulai dari stevedoring, cargodoring, hingga delivery. Dengan ditunjuknya IPCC untuk melayani aktivitas layanan bongkar muat secara keseluruhan terhadap kargo kendaraan Hyundai tersebut tentunya dapat memberikan nilai tambah bagi IPCC.
Holding
Terkait dengan Holding, rencana ini sudah dibeberkan jauh-jauh hari oleh Erick Thohir. Holding tersebut akan menyatukan semua perusahaan Pelindo dalam satu induk pengelolaan.
Selama ini, operasional Pelindo I, II, III, dan IV dibatasi oleh wilayah geografis. Nantinya dengan adanya Holding Pelabuhan, pembatasan tersebut tak lagi berlaku.
Direktur Utama Pelindo II Arif Suhartono mendukung rencana dari Kementerian BUMN tersebut.
"Dari sisi pelabuhan lebih concern pada sisi ekonomi. Problem kita dari logistic cost, jika tidak perform di pelabuhan akan direspons shipping line juga transportasi darat. Gimana pelabuhan secara performance bisa tinggi dan reliable," katanya acara Indonesia Muda Club Jumat, (15/1/2021).
Arif menjelaskan, saat ini performance pelabuhan masih berbeda standarnya. Dengan entitas yang berbeda tidak akan mudah secara governance untuk menyamaratakan standar dan sumber daya. Problem tersebut bisa diselesaikan dengan merger.
"Kenapa tidak holding karena holding entitasnya tetap berbeda, artinya tidak mudah untuk membagi resource antara tiap pelabuhan. Solusinya merger Pelindo I, II,III, dan IV. Setelah itu dibentuk manajemen tiap klaster," ujar Arif.
Dengan dileburnya perusahaan-perusahaan raksasa yang IPCC berpotensi diuntungkan selain dari hilangnya pembatasan ruang lingkup, begitu pula dari biaya dana alias cost of funds yang dapat ditekan karena jumbonya hasil merger Pelindo ini tentunya akan menurunkan resiko gagal bayar obligasi sehingga bunga dapat diturunkan.
IPCC tercatat di BEI pada per 30 November 2020 dan sahamnya dikuasai dan dikendalikan oleh Pelindo II sebanyak 71,28%, sedangkan publik hanya merangkul sebanyak 22,45% dan sisanya dikuasai oleh PT Pelabuhan Indonesia Investama sebanyak 5,54%.
Per kuartal ketiga tahun 2020 sendiri akibat diserang pandemi corona, IPCC terpaksa mencatatkan rugi bersih sebesar Rp 32 miliar.
Kerugian dicatatkan pada kuartal kedua dan kuartal ketiga sehingga kabar positif dari sisi kinerja bongkat muat dan adanya holding diprediksi dapat memberikan angin segar bagi laporan kuangan tahunan IPCC.
Secara valuasi meskipun sudah melesat kencang, valuasi IPCC menggunakan metode perbandingan antara harga pasar dan nilai buku alias PBV maka didapatkan PBV sebesar 1,47 kali.
Ini tergolong lebih murah dibandingkan dengan emiten operator pelabuhan lain di angka 1,8 kali. Sedangkan valuasi laba bersih dibandingkan dengan harga tidak dapat dianalisis karena perusahaan tahun lalu masih membukukan rugi bersih.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi Disuntik Vaksin Corona, Bursa RI Siap-siap ke 6.500