Impor BBM Bakal Melonjak, Current Account RI & Rupiah Aman?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
20 January 2021 19:40
Ilustrasi Dollar Rupiah
Foto: Muhammad Luthfi Rahman

Meski transaksi berjalan terancam defisit kembali, tetapi bukan berarti hal tersebut buruk. Defisit transaksi berjalan bisa dipandang dari sisi positif yakni perekonomian yang berangsur-angsur pulih kembali. Toh, sebelum virus corona menyerang dunia, transaksi berjalan sudah defisit selama 9 tahun, meski bukan berarti juga defisit tersebut dapat selalu dibenarkan.

Transaksi berjalan yang kembali defisit memang akan memberikan tekanan bagi rupiah, tetapi bukan berarti akan terus melemah. Bahkan peluang penguatan rupiah masih terbuka cukup lebar.

Reuters melakukan survei terhadap 50 ahli strategi mata uang pada periode 4 - 7 Januari, hasilnya mata uang negara berkembang yang beberapa bulan terakhir menguat diramal akan melanjutkan penguatan di 2021. Indeks mata uang negara berkembang diperkirakan sekitar 2% dalam 12 bulan, meski beberapa negara masih belum akan mampu pulih ke level sebelum virus corona melanda.

Sementara itu, sebanyak 38 orang ahli strategi yang disurvei mengatakan yield yang tinggi, serta program vaksinasi yang sukses akan menjadi pemicu utama penguatan mata uang EM. Sementara 10 orang, melihat pemulihan ekonomi domestik sebagai pendorong utama.

Rupiah memiliki 3 hal yang disebutkan tersebut untuk menguat di tahun ini. Vaksinasi sudah resmi dimulai sejak pekan lalu.

Kemudian yield atau imbal hasil obligasi Indonesia masih lebih tinggi ketimbang negara-negara EM lainnya. Yield tenor 10 tahun misalnya masih di kisaran 6%, dengan inflasi sekitar 1,6% year-on-year (YoY), maka real yield yang dihasilkan sekitar 4,4%.

Real yield tersebut masih lebih tinggi ketimbang negara emerging market lainnya, hanya kalah dari Afrika Selatan sebesar 5,5%.

Dengan yield yang tinggi, aliran hot money kemungkinan besar akan masuk ke pasar obligasi Indonesia, yang bisa menopang penguatan rupiah. Namun, seperti disebutkan sebelumnya, hot money gampang datang dan pergi, yang tentunya membuat rupiah lebih berfluktuasi.

Terakhir dari segi pemulihan ekonomi, Dana Moneter Internasional (IMF) berikan pandangan positif untuk ekonomi Indonesia 2021. Perkiraan pertumbuhan Produk Domestic Bruto (PDB) Indonesia tahun 2021 berada di 4,8% lebih besar 40 basis poin (bps) ketimbang perkiraan IMF sebelumnya di 4,4%. Tahun 2022, ekonomi Indonesia bahkan diprediksi tumbuh 6%.

Selain itu, dolar AS juga diprediksi akan tertekan hingga 2 tahun ke depan. Sebabnya bank sentral AS (The Fed) mengaskan tidak akan menaikkan suku bunga hingga tahun 2023.

Kemudian, AS Rabu (20/1/2021) waktu setempat akan melantik Joseph 'Joe' Biden sebagai presiden ke-46 menggantikan Donald Trump yang kalah dalam pemilihan umum November 2020 lalu.

Biden pada pekan lalu mengungkapkan rencana stimulus fiskal senilai US$ 1,9 triliun. Pada bulan Maret 2020 lalu, pemerintah AS menggelontorkan stimulus fiskal pertama akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19) senilai US$ 2 triliun.

Setelah stimulus tersebut dirilis, nilai tukar dolar AS terus melemah, maklum saja jumlah uang tunai yang bereda di perekonomian menjadi bertambah. Efek yang sama kemungkinan besar akan terjadi setelah stimulus fiskal dari Biden cair.

Selain itu, hasil survei terbaru Reuters pada 4 -7 Januari terhadap 70 ahli strategi mata uang, menunjukkan sebanyak 46% memprediksi dolar AS masih akan melemah dalam 1 sampai 2 tahun ke depan. Persentase tersebut naik ketimbang survei bulan Desember lalu sebesar 39%.

Sementara yang memprediksi the greenback akan melemah lebih dari 2 tahun sebesar 10%, sama dengan hasil survei bulan lalu.

Artinya, peluang penguatan rupiah di tahun ini bisa datang dari dalam dan luar negeri, dengan catatan Covid-19 berhasil dikendalikan, dan vaksinasi berjalan lancar.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular