Jelang Tengah Hari, Rupiah Masih Bertenaga Lawan Dolar AS!

Annisa Aflaha, CNBC Indonesia
20 May 2022 11:29
Ilustrasi Rupiah dan Dolar di Bank Mandiri
Foto: Ilustrasi Rupiah dan Dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs rupiah berhasil menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di perdagangan hari ini, Jumat (20/5/2022), setelah rupiah selalu berakhir terkoreksi selama tiga hari beruntun. Apa pemicunya?

Melansir data dari Refinitiv, Mata Uang Tanah Air di sesi awal perdagangan menguat tajam 0,88% ke Rp 14.600/US$. Kemudian, rupiah memangkas penguatannya menjadi 0,41% ke Rp 14.670/US$ hingga pukul 11:00 WIB.

Indeks dolar AS tergelincir pada Kamis (19/5) dan menyentuh level terendah selama dua pekan, memperpanjang pelemahan dari rekor tertingginya sejak dua dekade. Hal tersebut diprediksikan karena mata uang safe haven lain seperti yen Jepang dan dolar franc siwss lebih menarik bagi investor pada saat tekanan yang besar di pasar global.

"Investor mungkin sudah cukup dengan USD dan kenaikan imbal hasil (yield) obligasi AS tampaknya telah maksimal," kata Kepala Strategi Mata Uang Scotia Bank Shaun Osborne dikutip dari Reuters.

Kemarin, indeks dolar AS anjlok 1% ke level 102,79 dan menjadi level terendah sejak 5 Mei 2022 terhadap 6 mata uang dunia. Meski begitu, si greenback kembali menguat 0,29% di level 103,026 hari ini pada pukul 11:00 WIB.

Namun, penguatan dolar AS tidak terlalu signifikan dan berada jauh dengan rekor tertingginya di 104,85. Ditambah dengan sentimen negatif yang berhembus di Negeri Paman Sam, sehingga rupiah pun dapat melesat hari ini.

Kemarin, Departemen Tenaga Kerja AS mengumumkan jumlah klaim pengangguran naik secara tak terduga di pekan lalu dan mencapai level tertinggi empat bulan dan berpotensi mengisyaratkan penurunan permintaan pekerja di tengah kondisi keuangan yang semakin ketat.

Klaim pengangguran mingguan meningkat 21.000 menjadi 218.000 orang pada periode yang berakhir di 14 Mei dan menjadi level tertinggi sejak Januari 2022. Namun, pasar tenaga kerja tetap ketat karena peringkat pengangguran berada di level terkecil dalam hampir 52,5 tahun di awal Mei lalu.

Tanda-tanda surutnya permintaan tenaga kerja terlihat dalam survei bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) Philadelphia yang menunjukkan penurunan pada tingkat pekerjaan dan rata-rata pekerjaan di pabrik wilayah Atlantik tengah bulan ini.

Sikap agresif dari The Fed untuk memerangi inflasi telah memicu aksi jual di pasar saham, bahkan pengecer seperti Walmart telah memangkas perkiraan pendapatan setahun penuh mereka karena inflasi menekan pendapatan.

"Ini akan menyebabkan pertumbuhan pekerjaan yang lebih lambat di industri ritel dan e-commerce. Aksi jual pada pasar saham dapat meredam sentimen bisnis dan membuat beberapa bisnis lebih berhati-hati dalam memperkerjakan terutama yang arus kasnya negatif dan bergantung pada uang investor untuk mendanai operasi seperti perusahaan rintisan," tutur Kepala Analis Comerica Bank Texas Dallas Bill Adams.

Penguatan Mata Uang Garuda sudah terindikasi pada pasar Non-Deliverable Forward (NDF). Pasalnya, rupiah menguat jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan kemarin (19/5).

Periode

Kurs Kamis (19/5) pukul 15:13 WIB

Kurs Jumat (20/5) pukul 11:03 WIB

1 Pekan

Rp14.709,5

Rp14.632,5

1 Bulan

Rp14.725,0

Rp14.643,7

2 Bulan

Rp14.762,0

Rp14.666,9

3 Bulan

Rp14.798,0

Rp14.702,2

6 Bulan

Rp14.895,0

Rp14.799,0

9 Bulan

Rp14.995,0

Rp14.909,0

1 Tahun

Rp15.182,0

Rp15.005,5

2 Tahun

Rp15.657,4

Rp15.508,2

Menariknya, ketika bank sentral dunia berlomba-lomba untuk menaikkan suku bunga acuannya, jajak pendapat analis Reuters memprediksikan bahwa Bank Indonesia (BI) masih akan menunggu beberapa bulan lagi untuk menaikkan suku bunga acuan dari rekor terendah. Meskipun, inflasi meningkat dan The Fed akan bertindak hawkish.

Sebanyak 25 analis dari total 27 orang memperkirakan BI akan mempertahankan suku bunga acuan pada pertemuan 24 Mei dan sisanya memperkirakan kenaikan 25 basis poin.

Sementara itu, sebanyak 8 orang mengatakan kenaikan suku bunga akan terjadi pada Juni dan 17 orang menilai akan terjadi pada pertemuan di Juli hingga September.

Meskipun inflasi di April melonjak dan menjadi level tertinggi dalam empat tahun enam bulan di 3,47%, tapi masih dalam kisaran target BI di 2%-4% dan analis menilai bahwa BI tidak berada di bawah tekanan untuk menaikkan suku bunga acuannya.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aaf/aaf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Dekati Rp 15.000/US$, Begini Kondisi Money Changer

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular