Kerumunan Ini Jangan Dibubarkan (Apalagi Dipenjara), Apa Ya?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
19 January 2021 09:15
IHSG Bursa Efek Indonesia.
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot pagi ini. Arus modal, terutama di pasar obligasi, masih akan deras mengalir sehingga menyokong apresiasi mata uang Ibu Pertiwi.

Hari ini, Selasa (19/1/2021), US$ 1 setara dengan Rp 14.060 kala pembukaan perdagangan pasar spot. Sama persis dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya atau stagnan.

Rupiah tidak butuh waktu lama untuk berbalik menguat. Pada pukul 09:04 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.050, di mana rupiah menguat 0,07%.

Kemarin, rupiah menutup pasar spot dengan pelemahan 0,36% terhadap dolar AS. Ini menjadi depresiasi pertama setelah rupiah menguat tiga hari beruntun. Dalam tiga hari itu, apresiasi rupiah tercatat 0,78%.

Sepertinya kemarin rupiah terpapar aksi ambil untung (profit taking) karena penguatannya sudah lumayan tajam. Namun hari ini, rasanya aksi ambil untung itu sudah selesai dan investor kembali berburu aset-aset berbasis rupiah.

Aset yang kemungkinan menjadi tujuan utama investor hari ini adalah obligasi pemerintah. Pemerintah hari ini akan melelang tujuh seri surat utang dengan target indikatif Rp 35 triliun yang bisa dinaikkan sampai Rp 52,5 triliun.

Tahun ini, pemerintah menaikkan target indikatif penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dari Rp 20 triliun menjadi Rp 35 triliun. Maklum, SBN memang sedang menjadi primadona di pasar, permintaan akan instrumen ini sedang sangat tinggi. Dalam lelang 5 Januari 2021 lalu, penawaran yang masuk mencapai Rp 97,17 triliun di mana pemerintah mengambil Rp 41 triliun.

Kemungkinan lelang hari ini juga akan semarak. Dengan iklim suku bunga rendah (terutama di negara-negara maju), aset yang memberikan jaminan cuan lebih tinggi akan menjadi pilihan pelaku pasar.

Saat ini, selisih imbal hasil (yield) antara SBN dengan obligasi pemerintah AS yang sama-sama bertenor 10 tahun mencapai 502,65 basis poin (bps). Siapa yang tidak ngiler melihat keuntungan sebesar itu?

Apalagi premi risiko di SBN semakin rendah, kemungkinan gagal bayar alias default kian mengecil (atau bahkan nyaris tidak ada). Premi risiko dicerminkan dengan instrumen Credit Default Swap (CDS).

Saat ini CDS Indonesia tenor lima tahun berada di 73,41 bps. Saat kepanikan melanda pasar kala awal-awal masa pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19), angkanya mencapai di atas 200 bps. Premi risiko Indonesia sudah turun sangat curam.

"Pemulihan ekonomi akan mejadi tema besar pada kuartal I-2021. Dalam beberapa aspek, perekonomian Asia akan semakin kuat," tegas Duncan Tan, Interest Rate & FX Strategist DBS, seperti dikutip dari Reuters.

Fundamental ekonomi yang semakin kuat plus iming-iming cuan gede membuat arus modal asing sepertinya masih akan betah berkerumun di pasar keuangan Indonesia. Namun kerumunan ini tidak perlu dibubarkan (apalagi dipenjara), malah kalau bisa lebih ramai lagi...

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji) Next Article Dolar AS Balas Dendam, Rupiah Dibikin KO Hari Ini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular