Batu Bara Bersiap To The Moon, Saham Emitenya akan Ikut?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
19 January 2021 08:30
A pile of coal is seen at a warehouse of the Trypillian thermal power plant, owned by Ukrainian state-run energy company Centrenergo, in Kiev region, Ukraine November 23, 2017. Picture taken November 23, 2017. REUTERS/Valentyn Ogirenko
Foto: REUTERS/Valentyn Ogirenko

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga komoditas batu bara menjadi perbincangan hangat belakangan ini. Komoditas energi primer tersebut sudah mengalami kenaikan pesat sejak Oktober tahun lalu. Kendati relinya sudah sangat kencang bukan berarti harga batu bara akan segera berbalik arah dengan singkat.

Ada beberapa katalis yang bisa memicu kenaikan lanjutan harga si batu legam tersebut. Di bursa berjangka, harga kontrak batu bara termal ICE Newcastle mengalami koreksi tetapi masih di rentang level tertingginya dalam hampir dua tahun terakhir. Kontrak yang aktif ditransaksikan tersebut kini dipatok di US$ 88/ton.

Kenaikan harga batu bara tak terlepas dari kondisi China yang kekurangan pasokan batu bara untuk sektor tenaga listriknya. Memasuki periode musim dingin yang cukup ekstrem kebutuhan penghangat ruangan di China meningkat. Apalagi momentumnya jelang perayaan Tahun Baru Imlek.

Peningkatan permintaan listrik ini sayangnya tidak dibarengi dengan ketersediaan pasokan lokal. Alhasil harga batu bara acuan China Qinhuangdao 5.500/Kcal melesat dua kali lipat dari target yang ditetapkan pemerintah.

Harga batu bara yang jadi acuan China tersebut kini sudah dibanderol di RMB 1.000/ton. Padahal rentang target yang diperbolehkan oleh pemerintah hanya sebesar RMB 500 - 570 per ton.

Kendati China sudah melonggarkan kuota ekspornya harga batu bara domestiknya terus melejit dan membuat selisih (spread) harga batu bara lokal dan impornya terpaut jauh. Sebagai informasi, kini spread harga batu bara Qinhiangdao dan Newcastle sudah terpaut lebih dari US$ 60/ton dan menjadi selisih terbesar yang pernah tercatat.

Perbedaan harga yang signifikan pada akhirnya akan membuat impor lebih menguntungkan bagi para konsumen termasuk di dalamnya ada perusahaan utilitas. Di saat yang sama kenaikan permintaan impor di tengah pemangkasan produksi juga membuat harga batu bara lintas laut (seaborne) mengalami kenaikan.

China dan Australia memang berseteru. Negeri panda pun memboikot produk batu bara asal Negeri Kanguru dan beralih membeli ke RI melalui komitmen pembelian senilai kurang lebih Rp 20 triliun pada 2021.

Namun tetap saja kenaikan harga batu bara global yang serentak membuat harga batu bara yang dimuat di pelabuhan Newcastle Australia ikut terkerek naik. 

Katalis lain yang juga membuat harga batu bara masih berpeluang menguat adalah tren historisnya. Sejak tahun 2000, dunia berada di fase commodity boom yang ditandai dengan kenaikan harga komoditas.

Namun akibat krisis keuangan global tahun 2008 silam, harga komoditas berjatuhan, termasuk batu bara. Harga kontrak futures batu bara Newcastle sempat menyentuh harga terendahnya di US$ 58/ton pada Maret 2009.

Setelah itu harga batu bara reli dengan sangat kencang. Hanya dalam waktu 9 bulan harga batu bara termal tersebut melesat ke atas US$ 100/ton pada Januari 2010. Harga batu bara sempat terkoreksi, tetapi masih melanjutkan tren bullishnya hingga mencapai level tertinggi pada Januari 2011 di atas US$ 135/ton.

Kemudian pada 2016, juga di bulan Maret harga batu bara longsor ke bawah US$ 50/ton. Setelah sampai di titik terendahnya (bottom) harga batu bara memantul tinggi dan tembus level US$ 110/ton hanya dalam kurun waktu tujuh bulan saja. 

Setelah itu harga batu bara drop tetapi tren kenaikan kembali terjadi. Pada pertengahan Juli 2018, harga batu bara sempat menyentuh level US$ 115/ton. Setelah itu harga batu legam ini baru longsor lagi.

Pandemi Covid-19 memang membuat konsumsi listrik terutama untuk komersial dan sektor industri loyo. Harga batu bara pun sempat drop di bawah US$ 50/ton Agustus tahun lalu.

Namun seiring degan pemangkasan produksi dan geliat ekonomi China yang kencang membuat harga batu bara reli. Harga komoditas bahan bakar fosil ini mulai reli kencang sejak Oktober 2020. 

Kini harga batu bara masih berada di jalur uptrend. Apabila berkaca pada tren historisnya bukan tak mungkin harga batu bara tembus US$ 95/ton dan US$ 100/ton. 

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Top! Tak Kapok Cetak Rekor, Harga Batu Bara Tembus US$ 61/Ton

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular