Sedih! Sudah 2 Hari IHSG Koreksi, Pagi Ini Ambles Lagi!

Putra, CNBC Indonesia
18 January 2021 09:17
Ilustrasi IHSG (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi IHSG (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan awal pekan Senin (18/1/21) dibuka terkoreksi 0,13% ke level 6.365,02Selang 10 menit, IHSG masih koreksi 0,50% di level 6.341,23 setelah sebelumnya terkoreksi selama 2 hari berturut-turut.

Data perdagangan mencatat, investor asing melakukan aksi beli bersih sebanyak Rp 57 miliar di pasar reguler hari ini dengan nilai transaksi hari ini menyentuh Rp 2,6 triliun.

Tercatat asing melakukan jual bersih di saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebesar Rp 7 miliar dan PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) senilai Rp 2 miliar.

Asing juga melakukan beli bersih (net buy) di saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) Rp miliar dan PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) Rp 10 miliar.

Kabar baik muncul dari Dana Moneter Internasional (IMF) yang memberikan pandangan positif untuk ekonomi Indonesia 2021. Perkiraan pertumbuhan Produk Domestic Bruto (PDB) Indonesia tahun 2021 berada di 4,8% lebih besar 40 basis poin (bps) ketimbang perkiraan IMF sebelumnya di 4,4%. Tahun 2022, ekonomi Indonesia bahkan diprediksi tumbuh 6%.

Artinya, rupiah punya modal bagus untuk menguat di 2021. Penguatan rupiah, atau tepatnya stabilitas nilai tukar rupiah akan membuat investor asing lebih nyaman berinvestasi di dalam negeri, sebab kerugian akibat kurs bisa diminimalisir. Sehingga stabilitas rupiah bisa menopang penguatan IHSG.

Sementara itu stimulus fiskal dari senilai US$ 1,9 triliun juga bisa berdampak positif, mengingat pada pekan lalu belum banyak direspon.

Dengan tambahan stimulus fiskal, maka jumlah uang yang beredar di AS akan bertambah, dan secara teori dolar AS akan melemah.

Pada bulan Maret 2020, dolar AS begitu perkasa, rupiah bahkan sempat ambrol ke level Rp 16.620/US$, terlemah sejak krisis moneter 1998. Namun, AS saat itu menggelontorkan stimulus fiskal senilai US$ 2 triliun guna menanggulangi pandemi penyakit virus corona (Covid-19), dan menyelamatkan perekonomian AS.

Setelahnya nilai tukar dolar AS terus merosot. Efek yang sama kemungkinan akan muncul saat stimulus US$ 1,9 triliun yang dijanjikan Joe Biden cair.

Efek ke pasar saham bahkan lebih "dahsyat" lagi. Stimulus fiskal jilid I di AS senilai US$ 2 triliun yang digelontorkan pada bulan Maret 2020 lalu menjadi salah satu kunci bangkitnya bursa saham AS dari keterpurukan, bahkan mencetak rekor tertinggi sepanjang masa berkali-kali. Bangkitnya bursa saham AS jua turut mengerek bursa saham lainnya, termasuk IHSG.

Stimulus fiskal juga bisa menekanyieldTreasury AS turun lagi, sehingga selisih yield akan kembali melebar, sehingga aliran modal bisa masuk lagi ke pasar obligasi.

Sementara itu, pada hari ini China akan menjadi perhatian utama, sebab akan merilis data pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2020. Hasil survei Reuters menunjukkan produk Domestik Bruto (PDB) China kuartal IV-2020 tumbuh 6,1% YoY, lebih tinggi dari kuartal sebelumnya 4,9%.

Saat negara-negara lain masuk ke jurang resesi, China berhasil lolos, sebab produk domestik bruto (PDB) hanya sekali mengalami kontraksi (tumbuh negatif) 6,8% di kuartal I-2020. Setelahnya, ekonomi China kembali bangkit dan membentuk kurva v-shape.

Tidak hanya itu, ekspor China juga mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah. Di tahun 2020, ekspor China dilaporkan naik 3,6% dari tahun sebelumnya menjadi US$ 2,6 triliun, yang merupakan rekor tertinggi sepanjang sejarah. Sementara itu, impor hanya turun 1,1% di tahun 2020 lalu. Artinya aktivitas ekonomi China sudah berputar cukup kencang saat negara-negara lain tersendat akibat menghadapi virus corona.

Roda perekonomian banyak negara masih tersendat-sendat di tahun 2020 lalu, tapi China masih sukses membukukan rekor ekspor. Apalagi ketika perekonomian global mulai pulih setelah adanya vaksinasi massal, besar kemungkinan ekspor China akan kembali meroket. Sehingga di tahun ini diprediksikan terjadi China "boom" atau meroketnya pertumbuhan ekonomi China, dengan peningkatan ekspansi sektor manufaktur akibat peningkatan ekspor, serta dimulainya vaksinasi massal di berbagai negara.

China memang berperan penting dalam perekonomian dunia. Nilai PDB-nya terbesar kedua di dunia, kemudian China juga merupakan konsumen komoditas terbesar di dunia.

Saat perekonomiannya menunjukkan pertumbuhan, tentunya akan berdampak pada negara-negara lainnya, termasuk Indonesia. Permintaan akan komoditas juga akan meningkat, termasuk minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan batu bara, yang merupakan komoditas ekspor andalan Indonesia.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi Disuntik Vaksin Corona, Bursa RI Siap-siap ke 6.500

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular