Mata Uang Negara Berkembang Diramal Berjaya, Rupiah Termasuk?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
12 January 2021 17:15
Dollar
Foto: Freepik

Dolar AS bangkit dari "kubur" dalam beberapa hari terakhir yang membuat mata uang EM ambrol, termasuk rupiah.

Indeks dolar AS, yang menjadi tolak ukur kekuatan mata uang Paman Sam masih terus melanjutkan tren positif. Melansir data Refinitiv, pada Rabu (6/1/2021), indeks dolar AS menyentuh level 89,209, terendah sejak Maret 2018.

Namun di hari itu juga, indeks dolar AS bangkit dan membukukan penguatan 0,11%, dan berlanjut hingga Senin kemarin. Total penguatan selama 4 hari perdagangan tersebut sebesar 1,04%, dan pagi tadi sempat kembali naik, sebelum berbalik turun 0,08% ke 90,393.

Ekspektasi bangkitnya perekonomian AS di tahun ini, serta kenaikan yield obligasi (Treasury) AS menjadi pemicu bangkitnya indeks dolar AS. Dalam 6 hari terakhir hingga pagi ini, yield Treasury AS tenor 10 tahun sudah naik 23,76 basis poin ke 1,1546% yang merupakan level tertinggi sejak 24 Februari 2020, nyaris 1 tahun terakhir, atau sebelum pandemi penyakit virus corona (Covid-19) menghantam dunia.

Kebangkitan dolar AS tersebut terjadi justru saat semakin banyak "dibuang" atau posisi short (jual) dolar AS yang diambil investor sedang mengalami peningkatan. Reuters melaporkan, berdasarkan data dari Commodity Futures Trading Commission (CFTC), pada pekan yang berakhir 5 Januari, posisi net short dolar AS mencapai US$ 30,57 miliar, naik dari pekan sebelumnya US$ 30,40 miliar.

Posisi net short dolar AS sendiri terjadi sejak pertengahan Maret 2020 lalu, yang pada akhirnya membawa indeks dolar AS jeblok. Data dari Refinitiv menunjukkan, sejak pertengahan Maret indeks dolar AS mencapai level puncak di 102,992, sementara posisi akhir tahun 2020 di 89,937, artinya mengalami kemerosotan lebih dari 12%.

Kemerosotan tersebut masih berlanjut hingga Rabu lalu sebelum akhirnya bangkit.

Kini, dengan bangkitnya indeks dolar AS dalam 4 hari terakhir, rilis data net short selanjutnya akan menentukan sentimen terhadap dolar AS. Jika net short kembali meningkat, akan menjadi indikasi dolar AS akan kembali merosot, sentimen pasar masih bearish. Sementara jika net short berkurang, artinya pelaku pasar mulai melihat potensi penguatan dolar AS ke depannya.

Patut diingat, faktor-faktor yang membuat dolar AS jeblok pada tahun lalu masih ada di tahun ini. Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) masih mempertahankan program pembelian aset (quantitative easing/QE) senilai US$ 120 miliar per bulan, dan suku bunga 0,25% tidak akan dinaikkan hingga tahun 2023.

Kemudian, Joe Biden dengan Partai Demokrat juga diperkirakan akan menambah nilai stimulus fiskal.

Sehingga perekonomian AS masih akan banjir likuiditas, secara teori dolar AS masih akan tertekan.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Rupiah Berjaya di 2021?



(pap/pap)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular