
Komoditasnya Melesat, Saham Produsen Batu Legam Membara Lagi

Jakarta, CNBC Indonesia - Memasuki awal tahun baru 2021, harga kontrak futures (berjangka) batu bara termal Newcastle merosot tajam. Namun tak butuh waktu lama harga si batu legam kembali mengalami kenaikan.
Pada periode 28 Desember 2020 - 6 Januari 2021, harga kontrak yang aktif ditransaksikan di bursa berjangka tersebut turun 11,5%. Namun dalam dua hari terakhir perdagangan pekan lalu harga batu bara melesat 11,9%.
Seolah balas dendam harga batu bara kembali ke rentang level tertingginya dalam satu setengah tahun terakhir. Dalam sepekan terakhir harga batu bara masih tercatat menguat 4,05%.
Sontak saja pasar langsung merespons sehingga harga saham-saham batu bara melesat pada perdagangan hari ini, simak tabel berikut.
Terpantau semua emiten batu bara raksasa sukses menghijau dan hanya satu yang stagnan pada perdagangan hari ini. Kenaikan saham batu bara dipimpin oleh PT Petrosea Tbk (PTRO) yang terbang 3,78% ke level Rp 2.060/unit.
Di posisi kedua muncul nama induk usaha PTRO yakni PT Indika Energy Tbk (INDY) yang sukses terbang 3,39% ke level harga Rp 1.830/unit.
Sedangkan untuk harga saham batu bara Pelat Merah PT Bukit Asam Tbk (PTBA) juga sukses loncat 1,40% ke level harga Rp 2.890/unit.
Emiten batu bara yang sahamnya tidak bergerak hanyalah saham sejuta umat PT Bumi Resources Tbk (BUMI) yang diam di level harga Rp 78/unit.
Kenaikan harga batu bara tak terlepas dari ketatnya pasokan domestik China yang dibarengi dengan kenaikan permintaan listrik. Akhirnya harga batu bara domestik China melesat tajam.
Harga batu bara termal acuan Qinhuangdao 5.500 Kcal/kg di China tembus RMB 788/ton pekan lalu dan sudah melampaui rentang target yang ditetapkan oleh Pemerintah China di RMB 500 - 570 per ton.
Kurangnya pasokan batu bara domestik membuat produksi listrik tidak mencukupi kebutuhannya. Alhasil pemerintah China harus membatasi penggunaan listrik di luar jam sibuk untuk pabrik sejak pertengahan Desember dengan melakukan pemadaman.
Pemadaman listrik selama seminggu di berbagai daerah telah diberlakukan di Shenzhen, ibu kota teknologi China, yang memiliki produk domestik bruto per kapita tertinggi di negara itu. Provinsi Jiangsu Timur juga memberlakukan pembatasan listrik.
Alhasil ini mempengaruhi industri dan rumah tangga. Banyak warga yang merasakan kedinginan karena listrik padam dan banyak pengusaha gagal memenuhi target karena pabrik mati saat jam produksi.
Kendati China sudah meminta produsen batu bara lokal untuk meningkatkan produksinya serta melakukan relaksasi kebijakan impor batu baranya harga si batu legam di Negeri Panda masih belum mau turun.
Kenaikan permintaan China yang dibarengi dengan pemangkasan produksi batu bara di negara produsen membuat harga batu bara melesat tajam di tengah retaknya hubungan bilateral antara Australia dengan China.
Meski dihantam badai pandemi, produksi batu bara tahun 2020 ternyata bisa di atas target yang dipatok pemerintah sebesar 550 juta ton, yakni mencapai 557,54 juta ton.
Melihat realisasi produksi batu bara hingga akhir 2020 dan harga batu bara yang tinggi saat ini, tak menutup kemungkinan produksi batu bara pada 2021 ini juga bisa melampaui target yang ditetapkan pemerintah sebesar 550 juta ton.
(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi Disuntik Vaksin Corona, Bursa RI Siap-siap ke 6.500