
2021 Belum Sepekan, Dolar Australia Sudah Bak Roller Coaster

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Australia sudah bergerak bak roller coaster melawan rupiah di awal 2021 yang belum genap sepekan perdagangan. Mata Uang Negeri Kanguru ini berada di dekat level tertinggi dalam 3 bulan terakhir.
Melansir data Refinitiv, di perdagangan pertama 2021, Senin (4/1/2020) kurs dolar Australia langsung ambrol 1,63%. Sehari setelahnya, dolar Australia melesat 1,34%, disusul 0,42% Rabu kemarin di Rp 10.827,79/AU$, yang merupakan level penutupan tertinggi sejak 17 September 2020.
Sementara pada hari ini, Kamis (7/1/2021), pukul 15:01 WIB AU$ 1 setara Rp 10.828,1, dolar Australia nyaris stagnan dibandingkan penutupan kemarin.
Aliran modal yang deras masuk ke Indonesia membuat rupiah perkasa di awal pekan ini. Per 30 Desember 2020, kepemilikan investor asing di Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp 973,91 triliun. Naik Rp 3,4 triliun dibandingkan posisi sebulan sebelumnya.
Ke depan, angka ini kemungkinan besar bakal semakin bertambah. Pasalnya, dua lembaga pemeringkat (rating agency) telah merilis peringkat utang untuk rencana penerbitan obligasi pemerintah dalam mata uang dolar AS dan euro.
Fitch Ratings memberi peringkat BBB dengan outlook stabil. Menurut Fitch, kondisi fundamental ekonomi Indonesia semakin membaik sehingga risiko gagal bayar (default) kian kecil.
Sedangkan Moody's Investor Services mengganjar rating Baa2 untuk obligasi pemerintah Indonesia dalam mata uang dolar AS dan euro. Seperti halnya Fitch, Moody's merasa fundamental ekonomi Tanah Air kian kuat.
Namun belakangan rupiah malah tertekan akibat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jawa dan Bali kembali diketatkan mulai 11 Januari mendatang hingga 25 Januari.
"Mendagri akan buat edaran ke Pimpinan Daerah. Tadi sudah disampaikan oleh Presiden ke Gubernur seluruh Indonesia," kata Menko Perekonomian yang juga Ketua KPC-PEN Airlangga Hartarto, Rabu (6/1/2021).
Seperti sebelum-sebelumnya, PSBB yang lebih ketat akan berdampak pada terhambatnya laju pemulihan ekonomi Indonesia.
Di sisi lain, dolar Australia belakangan ini dalam tren menanjak, bahkan mampu lebih mahal ketimbang dolar Singapura.
Ekspektasi membaiknya kondisi ekonomi menjadi pemicu penguatan dolar Australia. Selain itu, dolar Australia juga diuntungkan dengan kemungkinan terjadinya supercycle.
Australia merupakan negara yang mengandalkankan ekspor komoditas, ketika harga-harganya naik, maka pendapatan negara akan bertambah, dan perekonomian berputar lebih kencang.
Supercycle merupakan periode penguatan komoditas dalam jangka panjang. Kenaikan harga-harga komoditas di tahun ini dikatakan sebagai awal dari siklus tersebut, dan akan masuk ke dalamnya mulai tahun depan.
Profesor ekonomi terapan di John Hopkins University, Steve Hanke, dalam wawancara dengan Kitco, Selasa (22/12/2020), mengatakan komoditas akan memasuki fase supercycle tersebut pada tahun 2021 mendatang.
"Supply sangat terbatas, stok rendah, dan ekonomi mulai bangkit dan maju ke depan, harga komoditas akan naik dan memulai supercycle. Saya pikir saat ini kita sudah melihat tanda awalnya," kata Hanke, sebagaimana dilansir Kitco.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Suku Bunga Diramal Naik, Dolar Australia Dekati Rp 10.400
