Tadi Perkasa, Rupiah Sekarang Terlemah Kedua di Asia! Kenapa?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
07 January 2021 10:13
Ilustrasi Dollar
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Sepertinya investor sedang mengalihkan fokus barang sejenak ke pasar obligasi AS. Pada pukul 09:24 WIB, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun berada di 1,049%. Ini adalah yang tertinggi sejak Maret 2020.

Dini hari tadi waktu Indonesia, bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) merilis notula rapat atau minutes of meeting edisi Desember 2020. Dalam rapat itu, seluruh peserta sepakat kebijakan moneter harus tetap akomodatif hingga tanda-tanda pemulihan ekonomi akibat terpaan pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) terlihat nyata.

Artinya, suku bunga acuan di Negeri Paman Sam akan tetap rendah. Kalau berdasarkan dotplot terbaru, bahkan kemungkinan Federal Funds Rate baru naik paling cepat 2023.

fedSumber: FOMC

Obligasi adalah aset yang sangat sensitf terhadap suku bunga. Saat suku bunga rendah, imbalan berinvestasi di aset ini juga ikut terpangkas.

Akibatnya, terjadi aksi jual terhadap obligasi pemerintah AS. Ini membuat harga surat utang pemerintahan Presiden Donald Trump turun sehingga yield terkerek.

Di sisi lain, obligasi pemerintah di negara-negara berkembang terus turun. Di Indonesia, yield Surat Berharga Negara (SBN) seri acuan tenor 10 tahun berada di 6,01%.

Kenaikan yield obligasi AS sementara di Indonesia turun membuat selisih (spread) antara keduanya semakin sempit. Ini bisa membuat investor berpikir ulang untuk masuk ke pasar SBN, karena keuntungan yang didapat dibandingkan dengan menanamkan modal di US Treasury Bond kian mengecil.

Oleh karena itu, akan tiba saatnya investor berpaling dari SBN dan kembali ke US Treasury Bond. Jika nantinya spread antar kedua intrumen itu melebar lagi, maka mungkin pemilik modal akan lagi-lagi memfavoritkan SBN.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular