
Erick Turun Tangan, Begini Kronologi Kasus Pajak PGN Rp 6,8 T

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyebutkan sengketa pajak antara PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) dengan Direktorat Jenderal pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebetulnya terjadi atas objek bukan pajak yang dimiliki oleh perusahaan.
Oleh sebab itu, Kementerian yang dipimpin oleh Erick Thohir itu akan turun tangan melakukan pembicaraan langsung dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sembari tetap melanjutkan langkah hukum dari sisi perusahaan.
Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga mengatakan pajak yang dimaksud dikenakan kepada objek yang sudah diakui sebagai objek bukan pajak oleh Kemenkeu sejak 2014-2017.
Kenapa bukan objek pajak? Karena selama ini PGN itu tidak mengutip pajak terhadap konsumen yang membeli gas tersebut. Kalau tadi misalnya PGN mengutip pajak dari konsumennya, tidak membayar kepada negara untuk pajaknya mungkin PGN-nya salah," kata Arya di Jakarta, Senin (4/1/2021).
"Tapi memang karena memang bukan objek pajak sehingga PGN tidak mengutip pajak. Begitu. Jadi ini bukan soal bayar pajak ya, tapi soal itu objek pajak atau bukan. Jadi kita sih optimis ini bisa dilakukan dan tidak akan membuat PGN rugi karena ada langkah-langkah yang kita lakukan dan kita yakin di Kemenkeu akan men-support kita juga untuk hal ini," terangnya.
Arya menambahkan, "nanti dengan dasar keputusan tersebut maka kami akan minta untuk PGN melakukan langkah hukum, misalnya PK [peninjauan kembali] 2 dan itu memungkinkan karena sudah diakui bahwa ini bukanlah objek pajak."
Adapun sengketa yang dimaksud adalah atas nilai pajak sebesar total Rp 6,88 triliun.
Pertama, sengketa atas transaksi Tahun Pajak 2012 dan 2013 yang telah dilaporkan di dalam catatan Laporan Keuangan PGN per 31 Desember 2017 dan seterusnya yang bernilai total Rp 3,06 triliun, ditambah dengan potensi denda. Nilai tersebut berdasarkan keputusan Mahkamah Agung (MA).
Manajemen PGN menyebutkan tengah mengevaluasi dan menyiapkan upaya hukum yang akan ditempuh yang pelaksanaannya akan dilakukan setelah menerima Salinan Putusan PK secara resmi sesuai prosedur yang ditetapkan UU Mahkamah Agung.
Perusahaan juga telah menyampaikan kepada DJP untuk melakukan penagihan setelah upaya hukum terakhir sesuai peraturan perundang-undangan, dengan pembayaran melalui diangsur/cicilan atau mekanisme lainnya sehingga kesulitan keuangan bisa ditangani perusahaan.
Jadi sengketa tahun 2012 ini berkaitan dengan perbedaan penafsiran dalam memahami ketentuan perpajakan yaitu PMK-252/PMK.011/2012 (PMK) terhadap pelaksanaan kewajiban pemungutan PPN atas penyerahan gas bumi.
Adapun sengketa tahun 2013 berkaitan dengan perbedaan pemahaman atas mekanisme penagihan perseroan. Pada Juni 1998 PGN menetapkan harga gas dalam US$/MMBTU dan Rp/M3 disebabkan oleh melemahnya nilai tukar mata uang Rp terhadap US$, yang sebelumnya harga gas dalam Rp/M3 saja.
DJP berpendapat porsi harga Rp/M3 tersebut sebagai penggantian jasa distribusi yang dikenai PPN, sedangkan PGN berpendapat harga dalam US$/MMBTU dan Rp/M3 merupakan satu kesatuan harga gas yang tidak dikenai PPN.
Atas sengketa ini, DJP menerbitkan 24 Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dengan total nilai sebesar Rp. 4,15 triliun untuk 24 masa pajak.
NEXT: Sengketa pajak lainnya