Terungkap! Begini Awal Mula Sengketa Pajak PGN Rp 6,88 T

Monica Wareza, CNBC Indonesia
04 January 2021 19:39
PGN

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyebutkan sengketa pajak antara PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) dengan Direktorat Jenderal pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terjadi atas objek bukan pajak yang dimiliki oleh perusahaan.

Namun untuk penyelesaiannya, langkah hukum akan dilanjutkan disertai dengan pembicaraan langsung dengan Kementerian Keuangan.

Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga mengatakan pajak yang dimaksud dikenakan kepada objek yang sudah diakui sebagai objek bukan pajak oleh Kemenkeu sejak 2014-2017.

"Kenapa bukan objek pajak? Karena selama ini PGN itu tidak mengutip pajak terhadap konsumen yang membeli gas tersebut. Kalau tadi misalnya PGN mengutip pajak dari konsumennya, tidak membayar kepada negara untuk pajaknya mungkin PGN-nya salah," kata Arya di Jakarta, Senin (4/1/2021).

"Tapi memang karena memang bukan objek pajak sehingga PGN tidak mengutip pajak. Begitu. Jadi ini bukan soal bayar pajak ya, tapi soal itu objek pajak atau bukan. Jadi kita sih optimis ini bisa dilakukan dan tidak akan membuat PGN rugi karena ada langkah-langkah yang kita lakukan dan kita yakin di Kemenkeu akan men-support kita juga untuk hal ini," terangnya.

Adapun untuk penyelesaian sengketa ini kementerian yang dipimpin Erick Thohir ini akan melakukan pembicaraan dengan Kemenkeu.

Lalu, langkah hukum akan dilanjutkan atas keputusan Mahkamah Agung (MA) yang sebelumnya telah ada.

"Nanti dengan dasar keputusan tersebut maka kami akan minta untuk PGN melakukan langkah hukum, misalnya PK [peninjauan kembali] 2 dan itu memungkinkan karena sudah diakui bahwa ini bukanlah objek pajak," jelas Arya.

Adapun sengketa yang dimaksud adalah atas nilai pajak sebesar total Rp 6,88 triliun.

NEXT: Ini Dua Sengketa Pajak PGN

Sengketa atas transaksi Tahun Pajak 2012 dan 2013 yang telah dilaporkan di dalam catatan Laporan Keuangan PGN per 31 Desember 2017 dan seterusnya yang bernilai total Rp 3,06 triliun, ditambah dengan potensi denda. Nilai tersebut berdasarkan keputusan Mahkamah Agung (MA).

Manajemen PGN menyebutkan tengah mengevaluasi dan menyiapkan upaya hukum yang akan ditempuh yang pelaksanaannya akan dilakukan setelah menerima Salinan Putusan PK secara resmi sesuai prosedur yang ditetapkan UU Mahkamah Agung.

Perusahaan juga telah menyampaikan kepada DJP untuk melakukan penagihan setelah upaya hukum terakhir sesuai peraturan perundang-undangan, dengan pembayaran melalui diangsur/cicilan atau mekanisme lainnya sehingga kesulitan keuangan bisa ditangani perusahaan.

Jadi sengketa tahun 2012 ini berkaitan dengan perbedaan penafsiran dalam memahami ketentuan perpajakan yaitu PMK-252/PMK.011/2012 (PMK) terhadap pelaksanaan kewajiban pemungutan PPN atas penyerahan gas bumi.

Adapun sengketa tahun 2013 berkaitan dengan perbedaan pemahaman atas mekanisme penagihan perseroan. Pada Juni 1998 PGN menetapkan harga gas dalam US$/MMBTU dan Rp/M3 disebabkan oleh melemahnya nilai tukar mata uang Rp terhadap US$, yang sebelumnya harga gas dalam Rp/M3 saja.

DJP berpendapat porsi harga Rp/M3 tersebut sebagai penggantian jasa distribusi yang dikenai PPN, sedangkan PGN berpendapat harga dalam US$/MMBTU dan Rp/M3 merupakan satu kesatuan harga gas yang tidak dikenai PPN

Atas sengketa pada huruf a dan b diatas, DJP menerbitkan 24 Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dengan total nilai sebesar Rp. 4,15 triliun untuk 24 masa pajak.

Selain sengketa ppada 2012 dan 2013, juga masih terdapat sengketa PGN dengan DJP untuk jenis pajak lainnya periode tahun 2012-2013 melalui penerbitan 25 SKPKB dengan total nilai sebesar Rp 2,22 miliar.

Selanjutnya, pada tahun 2018, PGN mengajukan upaya hukum banding melalui Pengadilan Pajak dan pada tahun 2019 Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan seluruh permohonan banding PGN dan membatalkan ketetapan DJP atas 49 SKPKB.

Atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, pada tahun 2019, DJP mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) kepada Mahkamah Agung.

Hasilnya, permohonan PK yang diajukan DJP telah diputuskan dikabulkan dengan nilai sengketa Rp 3,06 triliun, namun PGN belum menerima salinan Putusan MA sesuai prosedur yang ditetapkan dalam UU Mahkamah Agung.

"Perseroan memiliki potensi kewajiban membayar pokok sengketa sebesar Rp 3,06 triliun ditambah potensi denda. Namun demikian, kami tetap berupaya menempuh upaya- upaya hukum yang masih memungkinkan untuk memitigasi putusan MA tersebut," kata Rachmat Hutama, Sekretaris Perusahaan PGN, dalam keterbukaan BEI.

Selanjutnya, sengketa senilai Rp 3,82 triliun atas perbedaan penafsiran ketentuan PMK (peraturan menteri keuangan) terhadap pelaksanaan kewajiban pemungutan PPN (pajak pertambahan nilai) atas penyerahan gas bumi untuk periode tahun 2014-2017.

DJP menerbitkan 48 SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar) dengan total nilai sebesar Rp 3,82 triliun.

"Upaya yang telah dilakukan oleh Perseroan adalah mengajukan upaya keberatan kepada DJP atas penerbitan 48 SKPKB periode tahun 2014-2017 tersebut, dengan hasil DJP mengabulkan seluruh permohonan keberatan Perseroan dan membatalkan tagihan dengan total nilai sebesar Rp 3.82 triliun tersebut," kata Rachmat Hutama, Sekretaris Perusahaan PGN, dalam keterbukaan BEI.

Dengan penegasan dari DJP melalui surat nomor : S-2/PJ.02/2020 tanggal 15 Januari 2020 tidak akan terjadi dispute atas PPN gas bumi untuk periode ke depan dan diharapkan dapat menguatkan upaya-upaya hukum lebih lanjut atas sengketa tahun 2012-2013.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular