Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat hari ini. Ke depan, peluang penguatan rupiah masih terbuka mengingat tekanan yang dialami dolar AS belum berhenti.
Pada Senin (4/1/2021), US$ 1 setara dengan Rp 13.885 kala penutupan pasar spot. Rupiah menguat 1,1% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Kala pembukaan pasar, rupiah sudah menguat 1% ke Rp 13.900/US$. Posisi terkuat rupiah ada di Rp 13.885/US$ sementara terlemahnya sempat menyentuh Rp 13.930/US$.
Hari ini, nyaris seluruh mata uang utama Asia menguat di hadapan dolar AS. Hanya dolar Taiwan yang masih nyangkut di zona merah.
Namun tidak ada mata uang negara tetangga yang bisa terapresiasi lebih dari 1%. Oleh karena itu, rupiah secara sah dan meyakinkan menjadi mata uang terbaik di Asia.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 15:56 WIB:
HALAMAN SELANJUTNYA >> Dolar AS Masih Tertekan
Dolar AS belum bisa lepas dari tekanan. Pada pukul 15:54 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,36%. Dalam setahun terakhir, indeks ini anjlok lebih dari 7%.
"Pelemahan dolar AS sepertinya akan menjadi tema tahun ini. Optimisme pelaku pasar sedang tinggi sering program vaksinasi yang sedang dan terus berjalan," kata Han Tan, Analis FXTM, seperti dikutip dari Reuters.
Ya, vaksin adalah 'senjata' utama untuk memenangi pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Pandemi yang membuat ekonomi dunia jatuh ke 'jurang' resesi.
Kehadiran vaksin menjadi bekal bagi penduduk dunia untuk memperoleh kekebalan terhadap virus yang awalnya mewabah di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China tersebut. Jika sebagian besar penduduk bumi telah mendapat vaksin, maka akan terwujud kekebalan kolektif (herd immunity). Pandemi bakal berakhir, hidup bisa normal lagi.
HALAMAN SELANJUTNYA >> Cash is (not) King?
Tahun lalu, dolar AS sempat begitu perkasa karena pandemi sedang ganas-ganasnya dan dunia 'terkunci' oleh kebijakan pembatasan sosial (social distancing) yang ketat. Dalam situasi penuh ketidakpastian itu, investor kembali 'primitif' dengan menggenggam uang tunai. Cash is king, uang tunai menjadi raja.
Tidak sembarang mata uang, dolar AS adalah piliha utama. Maklum, dolar AS adalah mata uang dunia yang diterima di mana-mana dan untuk urusan apa saja.
Ini membuat dolar AS menguat tajam pada akhir kuartal I-2020. Selama 9-19 Maret 2020, Dollar Index meroket 8,35%.
Namun kemudian dunia berubah. Perlahan pembatasan sosial mulai dilonggarkan. Dunia memasuki era baru yaitu new normal, reopening, atau apapun sebutannya. 'Keran' aktivitas dan mobilitas masyarakat kembali dibuka, meski bertahap dan ada rambu-rambu bernama protokol kesehatan.
Perekonomian dunia yang sedikit demi sedikit semakin terbuka membuat investor yakin bahwa lambat laun akan terjadi pembalikan. Ekonomi bakal bangkit. Apalagi vaksin sudah mulai diberikan di sejumlah negara pada akhir 2020, rasa percaya diri itu semakin tebal.
Berdasarkan survei yang dilakukan Reuters, pelaku pasar memperkirakan tren pelemahan dolar AS asih akan terjadi pada 2021. Sebanyak 51 dari 72 ekonom/analis (70,83%) memperkirakan tren depresiasi mata uang Negeri Adidaya masih bertahan hingga setidaknya pertengahan tahun depan. Sementara 21 orang respoden (29,17) memperkirakan tren pelemahan akan berbalik sebelum tengah tahun.
 Sumber: Reuters |
"Dolar AS masih terlalu mahal (overvalued) karena sudah menguat selama kurang lebih dua tahun terakhir. Dengan perbedaan kebijakan moneter antara AS dengan negara-negara maju lainnya, keuntungan investasi jadi lebih menarik di negara-negara lain," kata Kit Juckes, Head of FX Strategy di Societe Generale, seperti dikutip dari Reuters.
"Kita semua tahu bahwa dolar melemah, tetapi tidak ada mata uang lain yang cukup atraktif sebagai sarana berinvestasi. Namun kini dengan kenakan harga komoditas, ada tempat untuk menaruh uang," ujar Steve Englander, Head of Global G10 FX Research di Standard Chartered, seperti diberitakan Reuters.
Oleh karena itu, setidaknya dalam waktu dekat jargon cash is king tidak relevan lagi. Optimisme pelaku pasar akan membawa arus modal mengalir deras ke aset-aset berisiko. Tidak ada lagi istilah main aman, apalagi pegang uang tunai yang lebih dari aman tetapi terhitung 'prasejarah'.
TIM RISET CNBC INDONESIA