
IHSG Diramal Tembus 6.850 Tahun Depan, Yield SUN ke 5,75%

Jakarta, CNBC Indonesia - Perusahaan efek Grup Bank Mandiri, PT Mandiri Sekuritas optimistis pasar saham dalam negeri tahun depan, yang tercermin dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan bergerak ke posisi 6.850 di penghujung tahun.
Pasalnya 2021 dinilai akan menjadi titik balik dari pemulihan ekonomi di Indonesia.
Chief Economist Mandiri Sekuritas Leo Putra Rinaldy mengatakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua 2020 mengalami kontraksi terdalam ke -5,3% sebagai konsekuensi dari pembatasan mobilitas barang dan orang untuk menekan penyebaran pandemi Covid-19.
Namun setelah mencapai titik terdalam ini, perekonomian dalam negeri mulai memasuki siklus pemulihan dengan tren perbaikan yang terjadi di hampir seluruh sektor pada kuartal-III, terutama sektor teknologi informasi.
Memasuki 2021, perkembangan vaksin yang lebih cepat daripada perkiraan menjadi salah satu katalis dalam konteks pengendalian krisis kesehatan.
"Optimisme terhadap perkembangan vaksin yang telah mendorong reaksi positif dan peningkatan cukup signifikan di pasar finansial, walaupun masih decouple dengan kondisi perbaikan di sektor riil dan dari sisi permintaan," kata Leo dalam keterangannya, dikutip Rabu (30/12/2020).
"Hal ini disebabkan daya beli masyarakat kelas bawah-menengah dan bawah masih terimbas. Sedangkan, konsumsi kelas atas masih menahan diri dalam melakukan pengeluaran karena kondisi krisis kesehatan. Dan semua situasi tersebut tentu berimbas terhadap momentum investasi," lanjutnya.
Untuk itu, tahun depan penggerak pertumbuhan perekonomian masih akan dimotori oleh stimulus fiskal dari pemerintah untuk mendorong konsumsi kelas bawah dan menengah.
"Harus diingat bahwa konsumsi masyarakat penting bagi pemulihan ekonomi karena memegang 56% kue ekonomi Indonesia."
Maka dari itu, katanya, pemulihan ekonomi di Indonesia akan cenderung berbentuk nike-shape recovery dengan ekspektasi pertumbuhan PDB 4,4%.
Seluruh motor pertumbuhan ekonomi, seperti investasi, akan mulai berjalan di semester kedua, sehingga inflasi cenderung akan mengalami normalisasi menjadi sekitar 3% dengan defisit neraca transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) yang kembali melebar.
Meski CAD melebar, nilai tukar rupiah diperkirakan tetap stabil seiring dengan masuknya aliran dana asing di portofolio. Hal ini didorong oleh masih menariknya interest rate differential dan melimpahnya global liquidity supply karena masih berlanjutnya quantitative easing (pelonggaran kuantitatif kebijakan dari bank sentral AS, The Fed).
Selain itu, aliran dana langsung (direct investment) juga diperkirakan meningkat seiring dengan implementasi dari kebijakan struktural Omnibus Law.
"Ke depan, diharapkan pengendalian penyebaran Covid-19 terus berjalan baik, distribusi vaksin tepat waktu, dan stimulus fiskal terlaksana sesuai ekspektasi. Hal-hal itu diharapkan dapat menjaga pemulihan ekonomi nike-shape, bukan K-shape," kata dia.
NEXT: Proyeksi Bond dan Saham
Obligasi
Di pasar obligasi, Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas Handy Yunianto mengatakan tahun depan diperkirakan imbal hasil (yield) obigasi masih akan melanjutkan penurunan sehingga masih ada potensi capital gain.
Stabilitas pasar surat utang di dalam negeri saat ini terjaga karena didominasi oleh investor lokal, khususnya perbankan yang bisa melakukan investasi sekitar Rp 50 triliun setiap bulannya sejak April 2020.
"Tahun depan, pasar obligasi diperkirakan akan tetap memberikan imbal hasil yang positif. Estimasi tersebut dapat dilihat dari tiga indikator utama."
Indikator pertama, nilai wajar yield obligasi pemerintah bertenor 10 tahun akan berkisar di angka 5,75%, didorong oleh kebijakan The Fed yang akan menahan suku bunga hingga 2023.
Kedua, likuiditas yang masih sangat besar, baik dari global maupun domestik, serta didukung oleh pasar obligasi Indonesia yang atraktif dengan nilai real yield kedua terbesar di bawah Afrika Selatan.
"Ketiga, dari sisi supply and demand, kami melihat masih manageable seiring dengan likuiditas yang melimpah serta adanya partisipasi Bank Indonesia di pasar perdana melalui skema SKB1 [surat keputusan bersama dengan Kemenkeu]."
Saham
Sedangkan di pasar saham, Head of Equity Research Mandiri Sekuritas Adrian Joezer mengatakan posisi indeks akhir tahun depan bisa menguat ke 6.850 didorong dari optimisme ketersediaan vaksin Covid-19.
"Kami melihat ada enam katalis yang akan mendorong kenaikan pasar saham di Indonesia, antara lain, pemulihan ekonomi yang didorong vaksinasi, normalisasi dengan konsolidasi industri pasca pandemi, likuiditas global dan domestik yang melimpah, suku bunga global yang rendah, kenaikan harga komoditas, serta dimulainya reformasi struktural pemerintah," paparnya.
Perbaikan ekonomi global dan domestik akan menguntungkan saham-saham cyclical dan juga komoditas. Faktor kedua adalah konsolidasi industri yang akan terjadi, khususnya di perusahaan-perusahaan yang memiliki struktur modal besar dan memungkinkan untuk ekspansi.
Dari sisi likuiditas, investor domestik saat ini tengah dibanjiri likuiditas. Dengan vaksinasi yang diharapkan sukses, saham-saham yang merupakan proxy dari konsumsi domestik yang bersifat discretionary akan diuntungkan.
Dari sentimen global, Indonesia bisa mendapatkan keuntungan dari suku bunga global yang rendah dan likuiditas yang masih berlimpah. Sementara itu, tingkat imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia masih sangat menarik, sehingga mendorong arus dana asing masuk ke Indonesia.
Faktor terakhir adalah reformasi struktural pemerintah melalui Omnibus Law yang akan mengubah cara pandang investor asing terhadap Indonesia, dan juga berlangsungnya downstreaming di industri mineral yang akan berdampak positif terhadap neraca perdagangan Indonesia di kemudian hari.
"Hal ini akan berdampak positif terhadap penguatan daya beli di kemudian harinya, dan reformasi inilah yang membuat Indonesia berbeda ke depannya," tandasnya.
Pada perdagangan terakhir Rabu ini (30/12), IHSG ditutup minus 0,95% di posisi 5.979,07, dan secar tahun berjalan turun 5,05% meski dalam 6 bulan sudah menguat 19,87%.
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar Jelek, Mandiri Sekuritas Tak Bawa Emiten IPO Tahun Ini
