
IHSG Diramal Tembus 6.850 Tahun Depan, Yield SUN ke 5,75%

Obligasi
Di pasar obligasi, Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas Handy Yunianto mengatakan tahun depan diperkirakan imbal hasil (yield) obigasi masih akan melanjutkan penurunan sehingga masih ada potensi capital gain.
Stabilitas pasar surat utang di dalam negeri saat ini terjaga karena didominasi oleh investor lokal, khususnya perbankan yang bisa melakukan investasi sekitar Rp 50 triliun setiap bulannya sejak April 2020.
"Tahun depan, pasar obligasi diperkirakan akan tetap memberikan imbal hasil yang positif. Estimasi tersebut dapat dilihat dari tiga indikator utama."
Indikator pertama, nilai wajar yield obligasi pemerintah bertenor 10 tahun akan berkisar di angka 5,75%, didorong oleh kebijakan The Fed yang akan menahan suku bunga hingga 2023.
Kedua, likuiditas yang masih sangat besar, baik dari global maupun domestik, serta didukung oleh pasar obligasi Indonesia yang atraktif dengan nilai real yield kedua terbesar di bawah Afrika Selatan.
"Ketiga, dari sisi supply and demand, kami melihat masih manageable seiring dengan likuiditas yang melimpah serta adanya partisipasi Bank Indonesia di pasar perdana melalui skema SKB1 [surat keputusan bersama dengan Kemenkeu]."
Saham
Sedangkan di pasar saham, Head of Equity Research Mandiri Sekuritas Adrian Joezer mengatakan posisi indeks akhir tahun depan bisa menguat ke 6.850 didorong dari optimisme ketersediaan vaksin Covid-19.
"Kami melihat ada enam katalis yang akan mendorong kenaikan pasar saham di Indonesia, antara lain, pemulihan ekonomi yang didorong vaksinasi, normalisasi dengan konsolidasi industri pasca pandemi, likuiditas global dan domestik yang melimpah, suku bunga global yang rendah, kenaikan harga komoditas, serta dimulainya reformasi struktural pemerintah," paparnya.
Perbaikan ekonomi global dan domestik akan menguntungkan saham-saham cyclical dan juga komoditas. Faktor kedua adalah konsolidasi industri yang akan terjadi, khususnya di perusahaan-perusahaan yang memiliki struktur modal besar dan memungkinkan untuk ekspansi.
Dari sisi likuiditas, investor domestik saat ini tengah dibanjiri likuiditas. Dengan vaksinasi yang diharapkan sukses, saham-saham yang merupakan proxy dari konsumsi domestik yang bersifat discretionary akan diuntungkan.
Dari sentimen global, Indonesia bisa mendapatkan keuntungan dari suku bunga global yang rendah dan likuiditas yang masih berlimpah. Sementara itu, tingkat imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia masih sangat menarik, sehingga mendorong arus dana asing masuk ke Indonesia.
Faktor terakhir adalah reformasi struktural pemerintah melalui Omnibus Law yang akan mengubah cara pandang investor asing terhadap Indonesia, dan juga berlangsungnya downstreaming di industri mineral yang akan berdampak positif terhadap neraca perdagangan Indonesia di kemudian hari.
"Hal ini akan berdampak positif terhadap penguatan daya beli di kemudian harinya, dan reformasi inilah yang membuat Indonesia berbeda ke depannya," tandasnya.
Pada perdagangan terakhir Rabu ini (30/12), IHSG ditutup minus 0,95% di posisi 5.979,07, dan secar tahun berjalan turun 5,05% meski dalam 6 bulan sudah menguat 19,87%.
[Gambas:Video CNBC]
