
Outstanding Klaim Bumiputera Tembus Rp 12 T, Gimana Bayarnya?

Jakarta, CNBC Indonesia - Manajemen Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera (AJBB) 1912 menegaskan tengah berupaya menyelesaikan klaim dana nasabah pemegang polis sebanyak 3 juta peserta di seluruh Indonesia, dengan total outstanding (termasuk tunggakan klaim) mencapai Rp 10 triliun-Rp 12 triliun.
Direktur Utama AJB Bumiputera, Faizal Karim mengatakan sejak diangkat pada 1 Juli lalu menjadi direktur utama, dirinya bertekad akan menyelesaikan persoalan di tubuh asuransi jiwa yang sudah berumur 108 tahun ini.
"Yang ingin saya sampaikan adalah dari tanggal 1 Juli saya diangkat, tekad saya adalah memperjuangkan 3 juta lebih kurang pemegang polis. Ini langkah pertama saya. Tetapi, dalam himpitan waktu saya menyelesaikan itu, secara keuangan saya akan selesaikan dengan baik," kata Faizal, dalam pertemuan dengan para nasabah dan agen di kantor AJB Bumiputera, Senin (28/12/2020).
"Insya Allah, kalau program ini jalan, ini outstanding klaim ibu-ibu dan semua, ada 3 juta, yang jumlahnya kira-kira Rp 10-12 triliun, akan bisa diselesaikan," tegasnya.
![]() Sejumlah nasabah dan agen PT Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 berdialog mengenai penolakan terhadap Badan Perwakilan Anggota Nomor : 26/BPA-RUA/XII/2020 di Kantor Wisma Bumiputera, (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki) |
Hanya saja, dia menyayangkan adanya tindakan yang tidak wajar secara hukum yang dilakukan oleh Badan Perwakilan Anggota (BPA), mengeluarkan surat resmi dan memerintahkan kepada komisaris dan direksi Bumiputera untuk membayarkan pesangon senilai Rp 12 miliar.
"Yang pasti poinnya adalah ada surat resmi dari pengurus BPA yang ada, itu memerintahkan kepada komisaris dan direksi untuk membayarkan pesangon yang jumlahnya 12 miliar. Ini saya kasih tau apa adanya. Surat dari BPA, diikuti lagi surat dari komisaris, kepada direksi, setuju dan segera melaksanakan per November 2020."
Dia melanjutkan, perintah tertulis dari BPA dan komisaris tersebut kemudian direspons oleh Faizal dengan dengan surat yang dinilai sangat professional dan resmi.
"Kami menghormati perintah tersebut, disuruh membayarkan pesangon para BPA, baik yang mengundurkan diri, meninggal, dan habis waktu. Kami siap, itu selama likuiditas perusahaan memadai."
"Saya harus dahulukan pembayaran ke pemegang polis. Kenapa? Saya hadir di sini ada 3 pilar, yang pertama, outstanding claim harus diselesaikan. Kedua, amankan Bumiputera dengan segenap karyawannya dan segenap agen agennya. Ketiga, jangan sampai pemerintah/OJK malu di industri. Jadi 3 pilar ini saya mau di sini."
Faizal juga menegaskan Sidang Luar Biasa (SLB) yang digelar oleh tiga BPA melalui Zoom pada 23 Desember 2020 juga dinilai cacat hukum.
"Ini harus clear. Jadi, perlu saya sampaikan kepada ibu-ibu yang saya banggakan. Kami sudah membuat sanggahan secara hukum. Sanggahan kami adalah pelaksanaan SLB tersebut cacat hukum. Coba lihat berapa karung tuh kesalahan [BPA]. Tapi secara hukum, secara alam."
Sebab itu dirinya berharap adanya persatuan dari seluruh pihak termasuk para nasabah sehingga persoalan Bumiputera bisa segera selesai.
"Kita rapatkan barisan, saya akan berusaha dan saya sudah berkomunikasi juga dengan pihak OJK sehingga keputusan SLB tersebut dinyatakan tidak sah oleh OJK."
"Sekarang posisinya OJK lah sebagai wasit. Kita tunggu. Semua informasi kita sampaikan ke OJK. Jadi mudah-mudahan hari ini atau besok ada surat resmi dari OJK mengatakan bahwa SLB itu sah secara hukum atau tidak. Jadi, maunya kita tentu tidak."
Kesepakatan RUA
Dalam kesempatan yang sama, Jaka Irwanta, Asisten Direktur Pemasaran AJB Bumiputera, mengatakan hal pertama yang harus dilakukan saat ini ialah meminta hari ini juga ada kesepakatan dari komisaris dan direksi untuk membuat panitia pemilihan RUA (Rapat Umum Anggota) yang baru.
Hingga saat ini perusahaan masih belum melakukan RUA kendati sudah masuk dalam amanat PP 87/2019. RUA merupakan forum tertinggi yang menetapkan kebijakan umum, anggaran dasar, mengangkat dan mengganti direksi dan dewan komisaris. RUA juga menetapkan gaji, tunjangan, hingga honorarium direksi dan komisaris.
Dalam hal perubahan bentuk badan hukum diusulkan oleh Peserta RUA atau Dewan Komisaris Direksi wajib menyusun Proposal dalam jangka waktu 4 (empat) bulan setelah diterimanya usulan perubahan bentuk badan hukum.
"Kita turut prihatin, karena tanpa adanya RUA, kita bohong kalau ada progres pembayaran. Gak mungkin itu bisa dilakukan. Jadi yang pertama kita tekankan adalah kita akan meminta hari ini juga kesepakatan dari komisaris direksi untuk membuat panitia pemilihan RUA yang baru."
"Itu saja sederhana permintaan kita. Nanti setelah RUA terbentuk, kita akan memilih BOD [board of director] yang baru, memilih anggaran dasar, kita akan membuat rencana kerja penyehatan perusahaan, lalu kemudian membuat schedule dengan apa kita membayar," tegasnya.
Pembayaran tunggakan klaim bisa saja dalam bentuk aset, atau kerja sama dengan investor, atau apapun.
"Yang jelas, tanpa semua itu [RUA], kita tidak bisa membayar, jadi kalau ada yang dijanjikan apapun itu oleh komisaris tadi, kita sangat-sangat kecewa. Ternyata apa yang dia sampaikan sebagai sosok yang seharusnya bertanggung jawab dalam membuat panitia RUA tapi tidak mau kita ajak kerja sama. Mohon maaf, kita nggak bisa terima beliau [BPA] untuk melanjutkan posisi di Bumiputera."
"Soal hasil pemilihan SLB yang kemarin yang seharusnya di akhir tugasnya ibu ketua BPA harusnya legowo memberikan contoh yang baik, tapi justru malah membuat masalah baru dengan meminta pesangon yang luar biasa, kemudian melakukan SLB yang tidak ada izinnya dari OJK. Maka hal itu kita menyatakan, kita sudah menunjuk lawyer untuk menolak hasil SLB itu karena memang melanggar hukum."
Terkait dengan aset, berdasarkan data laporan keuangan Bumiputera yang dipublikasikan di situs perusahaan, total aset perusahaan pada 2019 turun 4,59% menjadi Rp 9,98 triliun dari Desember 2018 yakni Rp 10,46 triliun.
Total liabilitas Bumiputera turun tipis 1,58% menjadi Rp 30,42 triliun dari 30,91 triliun.
Kewajiban tersebut di antaranya berasal dari utang klaim yang mencapai Rp 5,18 triliun, naik dari Desember 2018 yakni Rp 3,52 triliun.
Ditambah utang reasuransi Rp 84,79 miliar dari sebelumnya Rp 74,87 miliar, utang komisi Rp 8,95 miliar dari Rp 2,3 miliar, utang pajak Rp 1,01 miliar dari Rp 7,75 miliar, dan utang lainnya Rp 243,88 miliar dari Rp 120,40 miliar.
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Eks Ketua BPA Bumiputera Ditahan Kejagung, Ini Kronologinya!
