Kerugian Rp 17 T, Asabri Mega Skandal Baru Setelah Jiwasraya?

Monica Wareza, CNBC Indonesia
23 December 2020 09:20
Ki-Ka: Jaksa Agung ST Burhanuddin, Menteri BUMN Erick Thohir, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjaatmadja (CNBC Indonesia/ Monica Wareza)
Foto: Ki-Ka: Jaksa Agung ST Burhanuddin, Menteri BUMN Erick Thohir, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjaatmadja (CNBC Indonesia/ Monica Wareza)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pagi hari, Selasa (22/12/2020) Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir tampak menyambangi kantor Kejaksaan Agung (Kejagung). Waktu pagi itu menunjukkan pukul 08.00 WIB. 

Pertemuan ini dilakukan pagi ini mulai pukul 08.00 WIB. Erick ditemani oleh salah satu Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmadja. 

Rupanya pagi itu, ada agenda pertemuan Menteri Erick dengan Jaksa Agung ST Burhanuddin. Lalu apa yang dibahas? 

Dari pantauan CNBC Indonesia, hingga 08.30 pertemuan singkat yang hanya dijadwalkan 45 menit ini masih belum rampung. Rupanya pertemuan ini membahas masalah PT Asabri (Persero), yang mirip dengan kasus PT Asuransi Jiwasraya. 

Erick mengungkapkan, penyelesaian kasus Asabri in merupakan bagian penting dari penyehatan kinerja BUMN, mengingat tak satu dua adanya kasus yang terjadi di perusahaan pelat merah.

"Dan ini merupakan bagian dari roadmap bagaimana kita merapikan dana pensiun yang ada di BUMN yang banyak sendiri kasus kasus yang terus terjadi. Hari ini kita fokus asabri dulu karena saya rasa alhamdulillah jiwasraya sudah putus. Nah kita liat juga Asabri ada keterkaitan makanya kita koordinasikan kepada kejaksaan," kata dia di kesempatan yang sama.

Usai pertemuan kedua pejabat, Jaksa Agung ST Burhanudin memberikan pernyataan dan menyebut potensi kerugian yang dialami Asabri nilainya Rp 17 triliun, lebih besar dari kerugian yang terjadi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang nilainya mencapai Rp 16,8 triliun.

Burhanuddin menyebutkan nilai tersebut disampaikan oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan merupakan hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

"Kemudian juga sudah mendapatkan tadi dari Pak Menteri kepada saya tentang hasil investigasi BPKP yang diperkirakan kerugiannya Rp 17 triliun. Jadi mungkin sedikit lebih banyak dari Asuransi Jiwasraya," kata Burhanuddin di Gedung Kejaksaan Agung, Selasa (22/12/2020).

Dia mengungkapkan, kerugian yang dialami oleh dana pensiun TNI dan Polri ini masih berkaitan dengan tindakan yang dilakukan oleh dua tersangka yang sama dengan di Jiwasraya.

Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan berdasarkan audit BPKP kerugian yang nilainya sangat besar ini terjadi sebelum kepemimpinan direksi baru Asabri. Dimana direksi ini baru ditetapkan oleh Erick pada Agustus 2020 lalu.

"Ya tentu hasil audit BPKP yang sudsh ada itu tentu sebelum direksi yang baru. Nah tetapi tadi seperti yang disampaikan Bapak Jaksa Agung yang penting kita juga me-mapping daripada korupsi ini dan aset-asetnya karena tetep kita harus menjaga kesinambungan dengn berjalannya Asabri kan kita harus jaga, jangan sampai nanti ada perusahaan yang tidak kuat berjalan lagi," terang dia di kesempatan yang sama.

Kementerian BUMN saat ini telah menyerahkan penyelesaian kasus ini kepada Kejagung setelah sebelumnya ditangani oleh kepolisian.

Pihak Kejagung menyebutkan akan melakukan koordinasi dengan kepolisian untuk penyelesaian kasus ini.

"Tidak diambil alih, pertimbangannya yang kemarin dan tersangkanya sama dan tidak ada pengambilalihan, tidak ada. Tersangkanya sama maka keputusan pimpinan itu bahwa udahlah kejaksaan yang tangani supaya kita kan sudah pengalaman dari Jiwasraya dan hampir sama polanya, perbuatannya hampir sama, juga tindakannya. Kebetulan orangnya juga sama," terang Burhanuddin.

Lalu dari mana kerugian mencapai Rp 17 triliun tersebut berasal?

Berdasarkan paparan mantan Direktur Utama Asabri Sonny Widjaja pada awal tahun ini di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), disebutkan bahwa perusahaan ini masih mengalami risk base capital (RBC) yang masih negatif.

Pada 2019, RBC Asabri tercatat minus 571% dan sampai 2020 masih negatif, dengan kondisi liabilitas yang sama dan nilai aset yang menurun drastis.

Kondisi tersebut disebabkan karena adanya piutang yang belum dibayarkan oleh Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro kepada Asabri. Padahal piutang ini sudah ditagih sejak pertengahan tahun lalu.

Untuk diketahui, Heru dan Benny merupakan tersangka dalam kasus korupsi di Jiwasraya saat ini telah diputuskan hukumannya baik hukuman kurungan hingga harus membayarkan sejumlah kerugian negara.

Sonny menyebut utang kedua orang ini mencapai Rp 10,9 triliun dan telah mendapatkan komitmen untuk pembayaran utang tersebut.

Ini merupakan bagian dari langkah-langkah yang akan ditempuh untuk memulihkan atau recovery penurunan nilai aset.

Penurunan nilai aset yang dimaksud adalah dari penempatan investasi yang dilakukan oleh Asabri di saham perusahaan milik kedua orang tersebut.

"Paling besar punya HH sama BT. Underwriting saham negatif itu sejak 2010. Agresif tapi kondisi pasar nggak bagus jadi negatif dan penurunan nilai saham pesat," kata Sonny di ruang rapat Komisi VI DPR RI, Rabu (19/2/2020).

Dalam slide paparan yang waktu disampaikannya, terdapat alokasi investasi Asabri. Antara lain ke deposito sebanyak Rp 641 miliar atau 7,23%, lalu obligasi Rp 2,75 triliun sebesar 31,04%, reksa dana senilai Rp 4,08 triliun atau 46,03%, saham Rp 1,29 triliun atau 14,46%, DIRE senilai Rp 121 miliar atau 1,36%, KIK-EBA senilai Rp 27 miliar atau 0,3% dan DINFRA senilai Rp 75 miliar atau 0,58%.

"Perlu peningkatan aset Rp 7 triliun (agar) sampai 100% dan Rp 7,2 triliun agar (RBC) sampai 120% karena unreal loss tinggi sedang liabilitas lebih tinggi dari aset," jelasnya.

Kementerian telah menyoroti soal pengelolaan investasi Asabri, setelah kasus mega skandal Jiwasraya terkuak.

Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo saat itu mengatakan memang ada kerugian dari portofolio investasi saham yang dibenamkan oleh Asabri.

Adapun kala itu nilai kerugian yang diduga menembus Rp 10 triliun masih dikaji.

"Nilainya sedang kita kaji, kita lihat karena kan nilainya bergerak terus. Tapi memang ada benturan nilai di investasi sahamnya. Kita lagi teliti, kita lagi investigasi dengan BPK [Badan Pemeriksa Keuangan] jadi belum, dari mulai kapannya, tapi udah cukup lama kayaknya [merugi investasi]," kata dia di Jakarta, Senin (13/1/2020).

"Ya itu [kerugian dari saham] nama-nama yang beredar itu nama sahamnya, udah pada tahu juga kan," tegas mantan Dirut PT Bank Mandiri Tbk ini.


(hps/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jreng.. Kasus 'Rampok' Jiwasraya & Asabri Bukan yang Terakhir

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular