"Dimakan" Corona Mutasi, Sejauh Mana Harga Emas Bakal Ambrol?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
22 December 2020 18:23
Petugas menunjukkan emas batangan di sebuah gerai emas di Pegadaian, Jakarta. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Petugas menunjukkan emas batangan di sebuah gerai emas di Pegadaian, Jakarta. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencoba menenangkan dengan pernyataan terbarunya. Badan PBB itu meyakinkan varian baru virus corona di Inggris, masih bisa dikendalikan dan diatasi.

WHO menegaskan kalau mutasi ini adalah bagian normal dari evolusi virus. Sehingga, dikutip Reuters, transparansi yang dilakukan negara-negara ke publik adalah hal tepat dan penting.

"Mampu melacak virus sedekat ini, dengan hati-hati, secara ilmiah dalam waktu nyata ini merupakan perkembangan positif yang nyata bagi kesehatan masyarakat global, dan negara yang melakukan jenis pengawasan ini harus dipuji," kata Kepala Darurat WHO Michael Ryan, dalam konferensi pers, Senin (21/12/2020) waktu setempat.

Meski demikian, ia mengatakan memang usaha lebih keras harus dilakukan. Ia pun optimis dunia bias menghentikan virus.

"Dalam beberapa hal, itu berarti kami harus bekerja lebih keras. Sekalipun (varian) virus menjadi sedikit lebih mudah menyebar, virus dapat dihentikan," katanya lagi dikutip dari AFP.

Sementara itu, Prof Alan McNally, seorang ahli di Universitas Birmingham mengatakan untuk tidak perlu takut berlebihan, sebab virus seperti corona yang memiliki materi genetik berupa RNA memang terkenal dengan laju mutasi yang tinggi.

Jonathan Ball, Profesor Virologi Molekuler di Universitas Nottingham, mengatakan informasi genetik pada banyak virus dapat berubah dengan sangat cepat dan terkadang perubahan ini dapat menguntungkan virus dengan memungkinkannya untuk menularkan secara lebih efisien atau melarikan diri dari vaksin atau perawatan.

Namun ia melanjutkan bahwa banyak perubahan yang tidak berpengaruh sama sekali. Hal ini disampaikannya dalam wawancara dengan BBC News.

Melihat pernyataan para ahli tersebut, pasar bisa sedikit lebih dan aksi jual masif di berbagai aset seperti pada bulan Maret lalu kemungkinan tidak akan terjadi, begitu juga dengan dolar AS kemungkinan sulit untuk terus menguat. Apalagi, stimulus fiskal di AS senilai US$ 900 miliar sebentar lagi akan cair.

Kongres (DPR dan Senat) AS sudah meloloskan rancangan undang-undang stimulus tersebut, dan akan diserahkan ke Presiden AS Donald Trump untuk ditandatangani sehingga sah dan cair.

Saat stimulus tersebut cair, jumlah uang yang bereda di perekonomian akan bertambah, secara teori nilai tukar dolar AS akan tertekan.

Selain itu, Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang mengumumkan kebijakan moneter pekan lalu berkomitmen untuk menjalankan program pembelian aset (quantitative easing/QE) sampai pasar tenaga kerja AS kembali mencapai full employment dan inflasi konsisten di atas 2%.

Artinya kebijakan moneter ultra longgar masih akan dipertahankan dalam waktu yang lama. The Fed juga menegaskan akan menambah nilai QE jika perekonomian AS kembali melambat.

The Fed memberikan proyeksi inflasi yang dilihat dari belanja konsumsi personal (personal consumption expenditure/PCE) di tahun ini sebesar 1,2%, kemudian di tahun depan 1,8%. Artinya masih belum mencapai target di atas 2%, sehingga pada tahun depan kebijakan moneter yang diterapkan masih ultra longgar.

Selain QE, The Fed juga berkomitmen mempertahankan suku bunga acuan <0,25% dalam waktu yang lama.

"Langkah-langkah ini akan memastikan kebijakan moneter akan terus memberikan dukungan yang kuat terhadap perekonomian sampai pemulihan tercapai," kata Ketua The Fed, Jerome Powell, saat konferensi pers, sebagaimana dilansir CNBC International.

Data dari Fed Dot Plot, yang menggambarkan proyeksi suku bunga para pembuat kebijakan (Federal Open Market Committee), menunjukkan suku bunga baru akan dinaikkan pada tahun 2023.

Alhasil, dolar AS masih berisiko tertekan setidaknya 2 tahun ke depan. Di sisi lain, seperti disebutkan di halaman sebelumnya, stimulus moneter dan fiskal merupakan "bahan bakar" emas untuk menguat. Sehingga kemerosotan tajam harga emas dalam waktu singkat seperti bulan Maret lalu tidak akan terjadi lagi.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular