Mutasi Corona Bikin Harapan Rupiah ke Rp 13.000an/US$ Buyar!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
22 December 2020 15:38
Ilustrasi Dollar
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (22/12/2020) akibat mutasi virus corona di Inggris yang menjadi varian baru yang dikatakan bisa menyebar lebih cepat. Padahal sebelumnya rupiah punya peluang Rp 14.000/US$ bahkan ke bawahnya ke level Rp 13.000an/US$ setelah stimulus fiskal di AS resmi cair. 

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di level Rp 14.100/US$, setelahnya rupiah terus terdepresiasi hingga 0,35% ke Rp 14.150/US$.
Di penutupan perdagangan, posisi rupiah sedikit membaik, berada di level Rp 14.145/US$ atau melemah 0,32% di pasar spot.

Rupiah tidak sendirian, mayoritas mata uang utama Asia melemah melawan dolar AS. Rupiah juga bukan yang terburuk, hingga pukul 15:11 WIB ada Won Korea Selatan dan baht Thailand yang melemah 0,47%. Sementara itu, rupee India dan peso Filipina mampu menguat masing-masing 0,15% dan 0,08%.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia. 

Dolar AS bangkit sejak awal pekan kemarin akibat memburuknya sentimen pelaku pasar setelah adanya mutasi virus corona di Inggris.

Menteri Kesehatan Inggris Matt Hancock mengumumkan temuan varian baru virus corona bernama VUI 202012/01 atau dalam klaster pohon filogenetiknya (pohon kekerabatan berdasarkan data genetik) disebut sebagai varian B.1.1.7.

Varian baru virus Covid-19 tersebut dikabarkan memiliki 70% peluang penularan lebih tinggi ketimbang strain awalnya. Hal ini membuat banyak negara menutup perbatasannya dengan Inggris.

Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) telah mengidentifikasi virus ini di Denmark, Belanda, dan Australia.

Meski demikian, WHO meyakinkan varian baru virus corona di Inggris, masih bisa dikendalikan dan diatasi. Tetapi tetap saja, sentimen pelaku pasar kembali memburuk, dan kembali memburu dolar AS sebagai mata uang safe haven.

Indeks dolar AS kemarin bahkan sempat melesat lebih dari 1%, sebelum terpangkas dan berakhir di level 90,043 nyaris stagnan dibandingkan posisi akhir Jumat pekan lalu. Sementara hari ini, kembali naik 0,25% ke 90,266.

Rupiah sebenarnya punya peluang untuk kembali ke bawah Rp 14.000/US$ setelah stimulus fiskal di AS senilai US$ 900 miliar sebentar lagi akan cair.

Kongres (DPR dan Senat) AS sudah meloloskan rancangan undang-undang stimulus tersebut, dan akan diserahkan ke Presiden AS Donald Trump untuk ditandatangani sehingga sah dan cair.

Saat stimulus tersebut cair, jumlah uang yang bereda di perekonomian akan bertambah, secara teori nilai tukar dolar AS akan tertekan.

Selain itu, Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang mengumumkan kebijakan moneter pekan lalu berkomitmen untuk menjalankan program pembelian aset (quantitative easing/QE) sampai pasar tenaga kerja AS kembali mencapai full employment dan inflasi konsisten di atas 2%.

Artinya kebijakan moneter ultra longgar masih akan dipertahankan dalam waktu yang lama. The Fed juga menegaskan akan menambah nilai QE jika perekonomian AS kembali melambat.

The Fed memberikan proyeksi inflasi yang dilihat dari belanja konsumsi personal (personal consumption expenditure/PCE) di tahun ini sebesar 1,2%, kemudian di tahun depan 1,8%. Artinya masih belum mencapai target di atas 2%, sehingga pada tahun depan kebijakan moneter yang diterapkan masih ultra longgar.

Selain QE, The Fed juga berkomitmen mempertahankan suku bunga acuan <0,25% dalam waktu yang lama.

"Langkah-langkah ini akan memastikan kebijakan moneter akan terus memberikan dukungan yang kuat terhadap perekonomian sampai pemulihan tercapai," kata Ketua The Fed, Jerome Powell, saat konferensi pers, sebagaimana dilansir CNBC International.

Data dari Fed Dot Plot, yang menggambarkan proyeksi suku bunga para pembuat kebijakan (Federal Open Market Committee), menunjukkan suku bunga baru akan dinaikkan pada tahun 2023.

Alhasil, dolar AS masih berisiko tertekan setidaknya 2 tahun ke depan.

TIM RISET CNBC INDONESIA 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular