Analisis

Bea Materai Rp 10.000 di Bursa? Duh...Bak 'Siksa Neraka' Gan!

Tri Putra, CNBC Indonesia
21 December 2020 07:50
Warga mempelajari platform investasi di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta
Foto: Pengunjung mempelajari platform investasi digital di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta. (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)

Apabila nantinya sang investor ingin menjual sahamnya di hari yang berbeda, maka akan dikenakan lagi bea materai sebesar Rp 10.000/TC sehingga total biaya bertransaksi di pasar modal melonjak dari 0,40% menjadi 70,82% atau kenaikan sebesar 177 kali lipat. Angka ini sendiri menunjukkan biaya bertransaksi di pasar modal nominalnya hampir sama dengan nilai saham tersebut.

Skenario ini sendiri bukanlah skenario yang jarang terjadi di pasar modal mengingat tagline alias jargon BEI untuk menarik investor ritel adalah Yuk Nabung Saham sehingga banyak investor ritel yang tertarik menabung saham dalam jumlah yang kecil dengan frekuensi harian.

Teknik pembelian ini sendiri lebih dikenal dengan sebutan dollar averaging cost atau istilah lokalnya investor selot-selot, dimana sang investor melakukan pembelian di berberapa rentang harga dengan nominal kecil untuk mengurangi resiko depresiasi harga ketika melakukan pembelian saham secara lump-sum.

Memang investor kecil bisa bermanuver dengan cara meningkatkan jumlah serta menurunkan frekuensi pembelian menjadi seminggu atau bahkan sebulan. Akan tetapi seperti disebutkan di atas resiko depresiasi harga akan meningkat apabila sang investor melakukan pembelian di satu harga dalam jumlah besar.

Bahkan apabila pembelian dilakukan secara mingguan pun biaya bertransaksi akan tetap tergolong tinggi yakni 14,48% dari harga saham sedangkan apabila transaksi dipecah menjadi sebulan sekali biaya transaksi juga tetaplah mahal di angka 3,92%.

Sehingga bukan tidak mungkin apabila nantinya jika aturan ini berlaku maka investor ritel akan menjadi ogah sama sekali untuk bertransaksi di bursa saham sehingga terjadi penurunan transaksi bursa dan malah menjadi blunder karena dengan penurunan total transaksi maka komponen pajak yang menjadi pendapatan pemerintah juga akan anjlok.

Selain itu tidak hanya investor ritel pemula yang dirugikan dari kebijakan ini, investor ritel kawakan juga berpotensi merugi di berberapa skenario tertentu. Seperti apabila ketika sang investor 'tersangkut' di saham yang kurang likuid dimana papan bid atau permintaan saham cenderung kosong.

Dalam skenario ini sang investor terpaksa memasang jual antrian sahamnya setiap harinya dan berharap ada investor yang melakukan pembelian. Dalam kasus ini bukan tidak mungkin sang investor hanya akan mampu menjual 1 atau 2 lot saham setiap harinya sehingga apabila tidak terdapat transaksi lain di hari itu maka biaya bertransaksi akan membengkak.

Apalagi mengingat dengan adanya bea materai ini, persepsi masyarakat bahwa pasar saham hanya untuk orang kaya saja akan muncul kembali karena anda akan lebih diuntungkan apabila memiliki dana jumbo dibandingkan apabila anda hanya bertransaksi kecil-kecilan saja.

Jadi bagaimana DJPP apakah anda ingin membantu menyukseskan program Yuk Nabung Saham milik BEI atau membuat kenaikan investor ritel pasar modal menjadi sumber dana segar baru? Bola panas di tangan anda!

TIM RISET CNBC INDONESIA

(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular