
Melorot dari Rekor 3 Bulan, Dolar Australia di Rp 10.710

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Australia akhirnya melemah melawan rupiah pada perdagangan Jumat (18/12/2020), setelah terus menanjak belakangan ini hingga mendekati level tertinggi dalam 3 bulan terakhir.
Melansir data Refinitiv, dolar Australia pagi ini melemah 0,23% ke Rp 10.709,25/AU$ di pasar spot. Sebelumnya sejak awal pekan dolar Australia selalu menguat, dengan total 1,28% ke Rp 10.734,18/AU$ yang merupakan level tertinggi sejak 21 September lalu.
Melihat penguatan tersebut, dan posisinya saat ini tentunya memicu aksi ambil untung (profit taking) yang membuat dolar Australia melemah. Apalagi rupiah cukup bertenaga setelah pengumuman kebijakan moneter Bank Indonesia kemarin.
BI sesuai prediksi kemarin mempertahankan suku bunga bunganya saat mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 16-17 Desember 2020. Gubernur Perry Warjiyo dan kolega memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,75%.
Keputusan ini mempertimbangkan prakiraan inflasi yang tetap rendah, stabilitas eksternal yang terjaga, dan sebagai langkah lanjutan untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan perbaikan ekonomi terus berlanjut dengan ekonomi yang tumbuh 5% di 2021.
"Ke depan perekonomian dipengaruhi oleh vaksinasi dan berlanjutnya stimulus fiskal dan moneter. Ini didorong kenaikan volume perdagangan dan harga komoditas dunia," kata Perry.
Perry juga mengatakan ketidakpastian turun seiring ketersediaan vaksin dan suku bunga rendah di tingkat global. Hal ini juga meningkatkan inflow ke negara berkembang."Ini mendorong penguatan mata uang berbagai negara termasuk Indonesia," kata Perry.
Di sisi lain, dolar Australia belakangan ini terus menguat akibat membaiknya kondisi ekonomi. Biro Statistik Australia kemarin melaporkan tingkat pengangguran turun menjadi 6,8% dari bulan Oktober sebesar 7%. Selain itu, sepanjang bulan November terjadi perekrutan tenaga kerja sebanyak 70 ribu orang.
Data tersebut mengkonfirmasi membaiknya perekonomian Australia. Di awal bulan ini, bank sentralnya (Reserve Bank of Australia/RBA) menunjukkan optimisme terhadap kondisi perekonomian.
Pada hari Selasa (1/12/2020), RBA dalam pengumuman rapat kebijakan moneter hari ini mempertahankan suku bunga 0,1%.
Gubernur RBA, Philip Lowe, menunjukkan sikap optimis perekonomian Australia akan bangkit dari resesi yang terjadi untuk pertama kalinya dalam 3 dekade terakhir. Ia optimis dalam pemulihan ekonomi Australia, sebab perekonomian sudah dibuka kembali dan penambahan kasus baru penyakit virus corona (Covid-19) nyaris 0.
"Pemulihan ekonomi sedang berlangsung, dan data ekonomi yang dirilis belakangan ini lebih baik dari perkiraan sebelumnya," kata Lowe, sebagaimana dilansir Reuters.
"Ini adalah kabar bagus, tetapi pemulihan ekonomi masih belum terjadi secara menyeluruh, dan masih sangat tergantung dari dukungan kebijakan moneter dan fiskal," katanya.
Gubernur Lowe juga menegaskan suku bunga kemungkinan besar tidak akan dinaikkan hingga 3 tahun ke depan, dan siap menggelontorkan stimulus tambahan jika diperlukan.
Sejak dihantam pandemi Covid-19, RBA sudah memangkas suku bunga sebanyak 3 kali, serta menggelontorkan program pembelian aset (quantitative easing/QE). Sementara pemerintah Australia menggelontorkan stimulus fiskal senilai AU$ 300 miliar.
Selain itu, kenaikan harga bijih besi juga mendorong kenaikan dolar Australia. Bijih besi merupakan komoditas ekspor utama Australia, berkontribusi sekitar 15% dari total ekspor Australia, sehingga harganya yang melesat tentunya akan meningkatkan pendapatan ekspor.
CNBC International melaporkan harga bijih besi awal pekan ini di Dalian Commodity Exchange China, sudah melesati 1.000 yuan (US$ 152,95) per ton, yang merupakan rekor tertinggi sepanjang sejarah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dolar Australia Tak Mampu Tembus Rp 10.700/AU$, Ada Apa?
