Analisis Teknikal

Dolar AS Sedang Bonyok, Rupiah Mampu ke Bawah Rp 14.000/US$?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
18 December 2020 08:10
Warga melintas di depan toko penukaran uang di Kawasan Blok M, Jakarta, Jumat (20/7). di tempat penukaran uang ini dollar ditransaksikan di Rp 14.550. Rupiah melemah 0,31% dibandingkan penutupan perdagangan kemarin. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) semakin melemah. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat tipis 0,04% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.085/US$ pada perdagangan Kamis kemarin, setelah stagnan nyaris sepanjang perdagangan.

Seruan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan untuk mengendalikan penyebaran penyakit akibat virus corona (Covid-19), atau dengan kata lain ada pengetatan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) membuat rupiah stagnan sepanjang perdagangan, padahal ada sentimen positif dari eksternal.

Sementara itu, Bank Indonesia (BI) sesuai konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia, mempertahankan suku bunga acuan di 3,75% kemarin.

Dari eksternal, Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) menegaskan komitmennya untuk mempertahankan kebijakan moneter ultra longgar dalam waktu yang lama. Sementara itu, stimulus fiskal di AS kemungkinan akan cair dalam waktu dekat.

Kedua hal tersebut membuat bursa saham AS (Wall Street) mencetak rekor tertinggi sepanjang masa pada perdagangan Kamis waktu setempat. Artinya, sentimen pelaku pasar sedang bagus.

Saat sentimen pelaku pasar membaik, rupiah cenderung punya tenaga untuk menguat. Apalagi dolar AS akan mendapat pukulan ganda, dari komitmen The Fed untuk mempertahankan kebijakan moneter longgar dalam waktu yang lama, serta cairnya stimulus fiskal. Jumlah uang yang beredar di perekonomian AS akan meningkat, dan nilai tukar dolar AS akan melemah.

Kemarin saja, indeks dolar AS merosot 0,71% ke 89,805, yang merupakan level terendah sejak April 2018. 

Meski demikian yang patut diwaspadai adalah berlanjutnya efek Sergub DKI Jakarta, apalagi kasus Covid-19 di Tanah Air kembali melonjak.

Kasus baru pada Kamis kemarin sebanyak 7.354 orang, menjadi rekor terbanyak kedua setelah 8.369 yang dibukukan pada 3 Desember lalu.

Jika dilihat dari rata-rata, terjadi kenaikan yang signifikan. Sepanjang 17 hari di bulan Desember rata-rata kasus per hari sebanyak 6.154 kasus, dibandingkan 17 hari sebelumnya di November 4.773 kasus.

Secara teknikal, belum ada perubahan level-level yang harus diperhatikan mengingat rupiah bergerak tipis-tipis beberapa hari terakhir. Rupiah yang disimbolkan USD/IDR masih dekat level psikologis Rp 14.000/US$.

Rupiah masih jauh di bawah rerata pergerakan 50 hari (moving average/MA 50), 100 hari (MA 100), dan 200 hari (MA 200), sehingga momentum penguatan masih ada.
Sementara itu, indikator stochastic pada grafik harian mulai masuk wilayah jenuh jual (oversold).

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

idrGrafik: Rupiah (USD/IDR) 1 Jam
Foto: Refinitiv

Stochastic sudah keluar dari wilayah oversold yang berarti terkanan pelemahan rupiah mulai berkurang.

Support terdekat di kisaran kisaran Rp 14.050/US$ penembusan konsisten bawah level tersebut akan membawa rupiah menguat ke level psikologis Rp 14.000/US$.

Jika level psikologis tersebut ditembus, rupiah berpotensi menuju level Rp 13.810/US$ sebelum akhir tahun.

Sementara itu, resisten berada di kisaran Rp 14.130/US$, jika ditembus dan tertahan di atasnya rupiah berisiko melemah lebih jauh ke Rp 14.150/US$, sebelum menuju Rp 14.200/US$.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sedang Tak Berharga, Dolar Makin Banyak 'Dibuang'

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular