Pekan Depan, Dana Suntikan Garuda via MCB Rp 8,5 T Siap Cair!

Monica Wareza, CNBC Indonesia
15 December 2020 15:58
Pramugari Garuda Indonesia Vintage Flight Experience
Foto: Garuda Indonesia Vintage Flight Experience (dok. Garuda Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Maskapai BUMN, PT Garuda Indonesia (GIAA) bakal merilis Obligasi Wajib Konversi (Mandatory Convertible Bond/MCB) pada pekan depan atau selambatnya jelang akhir tahun ini.

Manajemen menyebutkan bahwa surat utang ini akan diterbitkan dengan total nilai Rp 8,5 triliun secara bertahap hingga 2023 mendatang.

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan penandatanganan kesepakatan mengenai MCB ini akan ditandatangani dengan PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) alias SMI dalam waktu dekat. SMI bertindak sebagai investor MCB.

"Kita finalisasi tanda tangannya minggu ini, minggu depan paling terlambat hingga sebelum akhir tahun kita dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN sepakat MCB-nya akan bertahap, jadi tidak sekaligus sesuai dengan diskusi dan akan dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan," kata Irfan dalam paparan publik virtual, Selasa (15/12/2020).

Dia mengungkapkan, penerbitan yang akan dilakukan secara bertahap ini diharapkan akan dapat memenuhi kebutuhan pendanaan perusahaan, sejalan dengan restrukturisasi dan efisiensi biaya yang juga tengah dilakukan perusahaan saat ini.

Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia Prasetio mengatakan diharapkan obligasi ini nantinya tidak mengalami wanprestasi.

"Yang sudah diusulkan secara final berdasarkan kemampuan serta aplikasi dari Garuda sehingga tidak menimbulkan wanprestasi atau cidera janji dengan struktur yang ada. Penarikannya parsial 2021-2023. Peruntukannya akan spesifik di sesuai dengan kebutuhan cashflow baik BUMN, sisanya untuk operasi usaha," jelas dia di kesempatan yang sama.

Efisiensi Biaya

Bantuan keuangan dari pemerintah ini sejalan dengan upaya perusahaan untuk terus melakukan efisiensi beban, termasuk dari beban pesawat hingga beban biaya lainnya, termasuk biaya kepegawaian.

Efisiensi ini berhasil dicapai berkat upaya negosiasi ulang biaya pesawat dengan lessor. Dari renegosiasi ini, diestimasikan biaya pesawat akan turun menjadi US$ 764 juta per tahun, turun dari US$ 785 juta per tahun di akhir 2019.

"Sementara untuk tahun depan dengan negosiasi yang kita lakukan akan ter-impact sebesar US$ 143,7 juta, ini adalah penghematan yang kita lakukan terhadap biaya sewa pesawat. US$ 143,7 juta ini sekitar US$ 12 juta per bulan. Jadi di 2021 ini dengan biaya yang berkurang sebesar US$ 143,7 juta mudah-mudahan kita punya pendapatan bisa mendekati pendapatan 2019," terang Irfan.

Upaya efisiensi lainnya yang dilakukan perusahaan adalah dengan penurunan beban bunga, yakni perpanjangan sukuk yang jatuh tempo pada Juni lalu menjadi 2023 mendatang.

Selain itu, Prasetio juga mengungkapkan saat ini negosiasi juga tengah dilakukan dengan PT Pertamina (Persero) dan PT Angkasa Pura 1 dan 2 (Persero).

"Restrukturisasi keuangan sedang dalam proses pembahasan khususnya dengan Pertamina, AP 1 AP 2 saat ini sedang difasilitasi oleh Kementerian BUMN selaku pemegang saham. Restrukturisasi disetujui hanya akan disepakati cara pembayaran untuk tahun 2021, 2022, 2023. Porsinya akan dibagi sesuai dengan cashflow," terangnya.


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Garuda Indonesia (GIAA) Mau Tambah 8 Pesawat, Keluarkan Kocek Segini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular