Saingan Masuk AS, Ini Jurus Bos Sritex Lawan Tekstil Vietnam

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
14 December 2020 16:13
Direktur Utama PT. Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex/SRIL) Iwan Setiawan Lukminto. (CNBC Indonesia TV)
Foto: Direktur Utama PT. Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex/SRIL) Iwan Setiawan Lukminto. (CNBC Indonesia TV)

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex, Iwan Setiawan Lukminto mengungkapkan pandangannya terkait dengan peta persaingan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Asia Tenggara (ASEAN), Asia, dan kompetisi masuk ke pasar Amerika Serikat (AS).

Dia mengatakan TPT Indonesia, termasuk Sritex sebetulnya juga bersaing dengan TPT negara lain untuk masuk ke pasar AS.

"Kita dari dulu sudah bersaing, [tekstil] Indonesia sudah bersaing di ASEAN, dan di tingkat Asia," kata Iwan dalam Webinar bertajuk "Jurus Kemenko Perekonomian dalam Meningkatkan Bisnis dan Investasi Indonesia Melalui UU Cipta Kerja" yang digelar CNBC Indonesia, Senin (14/12/2020).

Sebab itu, strategi yang mestinya dilakukan perusahaan ialah menambah produksi lebih variatif sehingga beban biaya atau cost, terutama logistik bisa lebih efisien.

"Yang diinginkan, saat ini kita bersaing, bagaimana kita menambah produksi lebih bervariasi sehingga cost logistik bisa murah. Para pembeli dari AS bisa beli di Indonesia semua, ada," katanya.

"Sebagai contoh, saat ini kebaya masih banyak impor, kenapa gak bikin di Indonesia? Kain lain juga banyak diimpor juga, ini peluang Indonesia punya investasi untuk tujuan ekspor, dan domestik market di Indonesia cukup besar," jelasnya.

UU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) yang disahkan pada 5 Oktober lalu juga dinilai menjadi katalis positif bagi sektor TPT Indonesia ke depan.

Tinggal bagaimana komunikasi yang baik bisa tercipta antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja sehingga UU yang secara jangka panjang positif ini bisa memberikan dampak.

"Untuk UU ini awalnya ada pro dan kontra, tapi kita harus melihat jangka panjang Ciptaker, bagaimana niat baik pemerintah, pengusaha. Ini adalah game changer, waktu itu kita punya UU terlalu baik, tapi gak bisa dipakai, misalnya soal pesangon."

"Ini hal-hal yang dimana kalau buat UU yang bisa dipakai dan dilaksanakan, jangan sampai jadi hal yang cuma ditulis, tapi akhirnya dilanggar juga. Memang perlu adanya revisi ini. Dan memang kita pada waktu itu kita juga bicarakan kepada seluruh elemen, kita sosialisasikan dengan baik, di Jateng dalam situasi yang kondusif."

Iwan juga merespons positif disahkannya UU Ciptaker yang menghilangkan tumpang tindih aturan bagi industri, termasuk padat karya (labour intensive).

Hanya saja, pihaknya juga meminta kepada pemerintah untuk memperhatikan industri yang kaya akan padat karya seperti sektor TPT.

"Aturan ini [UU Omnibus Law] bisa sustain [berkelanjutan, dari regulasi, sistem yang ditawarkan," katanya.

"Yang jadi tambahan kami, adanya social risk, kita ini adalah labour intensive, jadi beri suatu payung di sana [aturan turunan], yang misalnya investasi Rp 1 triliun di permesinan," katanya.

"Semoga Ciptaker punya aturan yang intinya bagaimana cost daripada itu bisa dipermurah, diberi jalan keluar, misalnya permodalan yang lebih murah. Mereka yang menggendong risiko lebih banyak bila ada PHK, bila ada pandemi, ini tidak mudah bagi yang labour intensive. Ini hal yang perlu dipikirkan kemudian," tegasnya.

Dia menjelaskan, di Sritex, dari sisi labour intensive, perseroan didukung 50.000 karyawan, dan tidak ada yang di PHK.

"Kami mengupayakan dengan pemerintah memberi contoh tidak adanya penularan. Cost kesehatan ini besar, pemerintah apple to apple-nya beda, di antara modal dan kebutuhan sosial," jelas putra pendiri Sritex ini, almarhum HM Lukminto.

"Di Indonesia, tetap dibutuhkan lapangan pekerjaan yang demikian, sehingga bisa menambah kepastian bahwa di Indonesia yang seperti ini dilindungi, pengusaha bisa lebih happy melihat itu, aturannya makin jelas. Kita diprioritaskan dalam investasi," katanya.

Dia mengatakan, UU Omnibus Law ke depan harus adil dalam hal implementasi karena tak hanya untuk sektor misalnya pabrik baterai, UMKM, dan lainnya.

"Bagaimana Ciptaker penerapannya lebih adil lagi, jangan sampai, penerapan untuk itu dieksekusi, di masa depan [kita malah] set back [mundur]. Kita harus punya kehati-hatian. Itu harapan kami Omnibus bagus sekali, secara struktur harus adil."

Dia menegaskan aturan UU Omnibus Law ini luar biasa, menjadi terobosan dan memang menjadi harapan dari pelaku pasar sejak lama karena adanya aturan yang tumpah tindih.

"Omnibus jawabannya, pengusaha mengharapkan, sebetulnya gampang, intinya hitungannya harus jelas, gambarannya harus jelas, clarity harus jelas, kalau bisa keberpihakan ke dalam negeri harus ada."

"Kita juga ingin kebijakan ini terus mengikuti zaman, bahwa apa yang sekarang musimnya apa, kebijakan atau peraturan itu bisa fleksibel atau adjustable, ini harapan dari pengusaha."

"Kita sangat setuju sesuai UU Ciptaker, selain itu kita bersama menjaga aturan bilateral dan multilateral, ini juga banyak hubungannya dicocokkan dengan WTO, apa yang kita inginkan, apa yang dunia inginkan. Ini yang harus kita jaga, intinya kita punya kebersamaan, goal-nya Indonesia bisa lebih maju lagi."


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sritex Perpanjang Utang Jatuh Tempo Rp 5 T Jadi 2024

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular