
Harga Bijih Besi Meroket, Kurs Dolar Australia Ikut Melesat

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Australia kembali menguat melawan rupiah pada perdagangan Senin (14/12/2020), setelah menguat cukup tajam pekan lalu.
Naiknya harga bijih besi, serta prospek membaiknya perekonomian Australia membuat mata uangnya terus perkasa.
Pada pukul 13:05 WIB, AU$ 1 setara Rp 10.623,36, dolar Australia menguat 0,23% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Sepanjang pekan lalu Mata Uang Negeri Kanguru menguat 1,4% dan berada di level 1,5 bulan. Dolar Australia kini juga lebih mahal ketimbang dolar Singapura yang berada di kisaran Rp 10.550/SG$.
Harga bijih besi, komoditas ekspor utama Australia sedang terus menanjak. Melansir data dari Investing, harga bijih besi saat ini US$ 152/ton di Chicago Mercantile Exchange (CME). Level tersebut merupakan yang tertinggi sejak Februari 2013.
Tren kenaikan bijih besi dimulai sejak awal November lalu, hingga saat ini kenaikan sudah tercatat lebih dari 26%. Pada periode yang sama, dolar Australia membukukan penguatan 3,4% melawan rupiah.
Bijih besi berkontribusi sekitar 15% dari total ekspor Australia, sehingga harganya yang melesat tentunya akan meningkatkan pendapatan ekspor.
Di awal bulan ini, dolar Australia juga mendapat tenaga menguat setelah bank sentralnya (Reserve Bank of Australia/RBA) menunjukkan optimisme terhadap kondisi perekonomian.
Pada hari Selasa (1/12/2020), RBA dalam pengumuman rapat kebijakan moneter hari ini mempertahankan suku bunga 0,1%.
Gubernur RBA, Philip Lowe, menunjukkan sikap optimis perekonomian Australia akan bangkit dari resesi yang terjadi untuk pertama kalinya dalam 3 dekade terakhir. Ia optimis dalam pemulihan ekonomi Australia, sebab perekonomian sudah dibuka kembali dan penambahan kasus baru penyakit virus corona (Covid-19) nyaris 0.
"Pemulihan ekonomi sedang berlangsung, dan data ekonomi yang dirilis belakangan ini lebih baik dari perkiraan sebelumnya," kata Lowe, sebagaimana dilansir Reuters.
"Ini adalah kabar bagus, tetapi pemulihan ekonomi masih belum terjadi secara menyeluruh, dan masih sangat tergantung dari dukungan kebijakan moneter dan fiskal," katanya.
Gubernur Lowe juga menegaskan suku bunga kemungkinan besar tidak akan dinaikkan hingga 3 tahun ke depan, dan siap menggelontorkan stimulus tambahan jika diperlukan.
Sejak dihantam pandemi Covid-19, RBA sudah memangkas suku bunga sebanyak 3 kali, serta menggelontorkan program pembelian aset (quantitative easing/QE). Sementara pemerintah Australia menggelontorkan stimulus fiskal senilai AU$ 300 miliar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tahun Lalu Jeblok 4%, Dolar Australia Turun Lagi di Awal 2022
