Pasien Positif Corona Tembus 70 Juta, Rupiah Susah Perkasa!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
14 December 2020 09:12
Ilustrasi Penukaran Uang (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pagi ini. Minimnya sentimen positif membuat mata uang Tanah Air kesulitan menembus zona hijau.

Hari ini, Senin (14/12/2020), US$ 1 setara dengan Rp 14.070 kala pembukaan perdagangan pasar spot. Sama persis dibandingkan posisi akhir pekan lalu alias stagnan.

Namun tidak lama kemudian rupiah masuk jalur merah. Pada pukul 09:04 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.080 di mana rupiah melemah tipis 0,07%.

Sepanjang minggu kemarin, mata uang Tanah Air menguat tipis 0,11% di hadapan dolar AS secara point-to-point. Penguatan ini terjadi setelah pekan sebelumnya mata uang Tanah Air melemah 0,11%.

Ya, sepertinya laju penguatan rupiah mulai terganggu. Selepas terapresiasi nyaris 3% pada pekan pertama November 2020, performa rupiah mengendur.

Harap maklum, rupiah memang sudah menguat ugal-ugalan. Sejak awal kuartal IV-2020, penguatan rupiah mencapai 5,19%.

Sekarang jangan salahkan bisa dolar AS sudah terlalu 'murah'. Kalau dolar AS sudah semurah ini, siapa yang tidak kesengsem? Pencarian terhadap mata uang Negeri Paman Sam membuat rupiah terpaksa melemah.

Selain itu, investor juga mencemaskan perkembangan pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat jumlah pasien positif corona di seluruh dunia per 13 Desember 2020 adalah 70.461.926 orang. Bertambah 649.425 (0,93%) dibandingkan hari sebelumnya.

Dalam 14 hari terakhir (30 November-13 Desember 2020), rata-rata pasien baru bertambah 606.220 orang setiap harinya. Lebih tinggi ketimbang 14 hari sebelumnya yatu rata-rata 581.031 orang per hari.

Teror virus corona yang semakin ganas membuat sejumlah negara memperketat kebijakan pembatasan sosial (social distancing). Teranyar, langkah itu ditempuh oleh Jerman, perekonomian terbesar di Eropa. Pemerintah Jerman memutuskan memperpanjang masa penutupan toko non-esensial hingga setidaknya 10 Januari 2020.

"Saya berharap bisa menerapkan kebijakan yang tidak ketat. Namun Hari Natal akan membawa potensi peningkatan kontak antar-warga. Sudah saatnya mengambil langkah," tegas Angela Merkel, Kanselir Jerman, sebagaimana dikutip dari Reuters.

Untuk mengurangi dampak ekonomi dari kebijakan tersebut, pemerintah akan memberikan subsidi kepada dunia usaha. Lokasi usaha uang terpaksa tutup bisa mendapatkan penggantian biaya sampai 90% atau EUR 500.000 (Rp 8,58 miliar dengan asumsi kurs tengah transaksi BI tertanggal 11 Desember 2020) per bulan.

Negeri Panser sudah enam minggu menjalani karantina wilayah (lockdown) parsial. Sampai saat ini, bar dan restoran belum boleh buka. Dalam aturan terbaru, kumpul-kumpul keluarga dibatasi hanya boleh dihadiri maksimal lima orang dari dua rumah tangga.

"Lockdown ringan memang ada hasilnya, tetapi tidak cukup. Situasi saat ini tidak terkendali," keluh Markus Soeder, Menteri Bavaria, sebagaimana dikutip dari Reuters.

Vaksin anti-virus corona memang segera datang. Namun selagi belum bisa dinikmati oleh sebagian besar penduduk bumi, sebelum terbentuk kekebalan kolektif (herd immunity), maka virus yang awalnya menyebar di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China ini akan tetap bergentayangan. Aktivitas masyarakat akan terus dibatasi, roda ekonomi tidak akan berputar lancar.

Masa depan ekonomi dunia yang masih serba tidak pasti ini membuat investor berpikir ulang untuk mengoleksi aset-aset berisiko. Pelaku pasar memilih bermain aman sembari menunggu perkembangan terbaru, terutama soal vaksin anti-virus corona yang seakan menjadi 'juru selamat dunia'.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular