Cerita Erick Soal Kerja 7X24 Jam Demi Kejar Target Jokowi

Monica Wareza, CNBC Indonesia
11 December 2020 10:48
Menteri Badan Usaha Milik Negara RI (BUMN) Erick Thohir dalam acara CNBC Indonesia Award 2020 Indonesia dengan tema Menyongsong Bangkitnya Ekonomi Indonesia 2021. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Menteri Badan Usaha Milik Negara RI (BUMN) Erick Thohir dalam acara CNBC Indonesia Award 2020 Indonesia dengan tema Menyongsong Bangkitnya Ekonomi Indonesia 2021. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengungkapkan tiga pesan penting saat menerima penganugerahan CNBC Indonesia Award 2020 bertema "Menyongsong Bangkitnya Ekonomi Indonesia 2021" di Auditorium Menara Bank Mega, Jakarta Selatan pada Kamis, (10/12/2020).

Erick meraih penghargaan "The Most Influential Minister 2020" di ajang CNBC Indonesia Award 2020. Trofi apresiasi dari CNBC Indonesia diterima Erick secara langsung dari Komisaris Utama Trans Media Ishadi SK.

Saat memberikan sambutan, Erick mengungkapkan ada tiga aspek yang membuatnya bisa memperoleh penghargaan ini. Pertama arahan dan komitmen yang jelas dari Presiden Joko Widodo bahwa transformasi BUMN harus berjalan dan secepat-cepatnya.



"Yang kedua, tidak mungkin juga saya mendapatkan penghargaan hari ini kalau tidak sama-sama dari kementerian lain mendukung program kerjanya kita. Yang terpenting bagaimana tim saya, hampir satu tahun ini, bekerja 7x24 jam. Itu saya bisa pastikan," kata Erick.

"Jadi alhamdulillah terima kasih kepada CNBC Indonesia mudah-mudahan transformasi yang ada di BUMN terus didukung dan kita sangat terbuka, sangat transparan, ini eranya good corporate governance (GCG)," lanjutnya.

Tidak lupa, Erick bicara soal mimpi dan implementasi di tengah pandemi Covid-19 yang sedang melanda tanah air. Menurut dia, pada saat sekarang, kadang-kadang kita bermimpi, tetapi nihil implementasi.

"Justru kekuatan kita sebagai bangsa kita harus bisa bermimpi tapi harus bisa mengeksekusi," ujarnya.

Dalam kajian dari Tim Riset CNBC Indonesia, BUMN adalah agen pembangunan nasional. Sempat "dikerdilkan" di krisis moneter 1998, kini di tengah krisis pandemi Covid-19, Erick memperkuat keberadaannya dengan konsolidasi dan holding sektoral.

Selama ini, BUMN Indonesia bisa dibilang lebih gemuk jika dibandingkan dengan BUMN negeri jiran di tengah banyaknya BUMN, tumpang-tindih sektor yang digarap, maupun diversifikasi usaha mereka yang saling bersaing.

Saat ini, total aset seluruh BUMN RI mencapai Rp 8.734 triliun, atau dua kali lipat dari aset BUMN Singapura, yakni Temasek, yang sebesar US$ 306 miliar (setara Rp 4.300 triliun pada 2019). Di sisi lain, aset BUMN Malaysia, yakni Khazanah Bhd hanya senilai Rp 289 triliun.

Namun, gemuk bukan berarti kompetitif. Dengan 142 BUMN, anak dan cucu usahanya yang berjumlah 700 lebih, tak semuanya menguntungkan ataupun menjadi perusahaan berskala global. Lebih dari Rp 180 triliun laba bersih BUMN disumbang 17 perusahaan saja, dengan porsi 75%.

Tumpang tindihnya operasi ini tak hanya memicu inefesiensi kinerja BUMN, melainkan juga inefsiensi industri karena alih-alih memunculkan satu atau dua perusahaan besar berskala global, BUMN menjadi pemain kandang yang mendominasi pasar lokal dan "menggencet" swasta.

Hal ini berkebalikan dari Temasek dan Khazanah. Meski aset mereka lebih kecil dari gabungan BUMN kita, jejaring investasi dan modal mereka sudah melintasi batas negara (termasuk egara kita, Indonesia) dan menyumbang devisa sebagai pendapatan primer di neraca transaksi berjalan. Indonesia tertinggal dalam hal ini, sehingga selalu memikul defisit pendapatan primer.

Neraca pendapatan primer meliputi transaksi keluar-masuk devisa di sebuah negara sebagai kompensasi atas tenaga kerja dan pendapatan investasi (baik investasi langsung, portfolio, maupun investasi lainnya). Ia menjad isalah satu indikator yang menunjukkan kemampuan sebuah negara menyumbang aktivitas investasi di kancah global.

Semakin banyak perusahaan nasional yang berekspansi ke luar negeri dan beroleh laba di sana, makin besar pula pendapatan primer yang diterima. Sebaliknya, ia akan defisit jika banyak perusahaan asing beroperasi di dalam negeri sementara perusahan nasional tak ke mana-mana.

Selama ini, Indonesia membukukan defsit transaksi berjalan yang membuat nilai rupiah secara fundamental kurang kompetitif dibandingkan dengan mata uang negara lain. Penerimaan devisa masih bergantung pada ekspor (khususnya komoditas) dan bukan dari aktivitas investasi ke luar.

Tidak heran, wacana pembentukan super holding dikemukakan oleh Presiden Joko Widodo ketika memasuki periode kedua kepemimpinannya. Jika pengelolaan BUMN kian efisien, maka bakal ada peruahaan BUMN yang cukup besar untuk mampu berekspansi ke luar negeri.



Tujuh Transformasi di Tengah Pandemi


Amanat inilah yang kini demban Erick yakni merapikan, mengefisienkan, dan menyehatkan pengelolaan BUMN, menuju super holding. Terobosan paling simbolik terkait dengan itu adalah gebrakannya merapikan tubuh Kementerian BUMN terlebih dahulu.

Dua hari setelah dilantik, Erick mengangkat dua wakil menteri yakni Kartika Wirjoatmodjo (mantan Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk) dan Budi Gunadi Sadikin (mantan Direktur Utama PT Inalum), memangkas jumlah deputi dari tujuh menjadi tiga.

Yang paling mengagetkan, Erick membentuk inspektorat jenderal di Kementerian BUMN guna menjalankan fungsi pengawasan dan tata kelola yang baik (good governance). Ini merupakan yang pertama kali terjadi dalam sejarah pengelolaan perusahaan pelat merah di republik ini.

Selepas itu, Erick membersihkan PT Garuda Indonesia Tbk, dengan mencopot lima direkturnya menyusul skandal penyelundupan motor gede (moge) Harley Davidson dan sepeda Brompton yang ditaksir merugikan negara sebesar Rp 1,5 miliar.

Perapian BUMN secara keseluruhan diawali dengan moratorium pembentukan anak usaha BUMN seperti tertera dalam surat nomor SK-315/MBU/12/2019. Erick menutup 51 anak dan cucu BUMN milik Garuda, PT Pertamina, dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom).

Lalu, konsolidasi dijalankan dengan pembentukan holding, di antaranya BUMN pangan (PTPN, Perum Bulog, dan Rajawali Nusantara Indonesia/RNI), BUMN pariwisata (Garuda, PT Angkasa Pura I dan II, Inna Hotel & Resorts, Sarinah, dan Indonesia Tourism Development Corporation).

Gebrakan Erick merapikan BUMN tak berhenti meski pandemi menerjang. Justru, pada April dia mengukuhkan programnya dalam tujuh agenda transformasi BUMN guna mengejar value creation, mengurangi beban birokrasi BUMN, dan mengoptimalkan penanganan Covid-19.

Hasilnya? Menurut jajak pendapat lembaga survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia, kinerja Erick yang merangkap sebagai ketua pelaksana Satgas Penanganan Covid-19 ini menjadi menteri berkinerja paling baik di era pandemi, dengan skor kepuasan publik 5,9.

Tak berhenti di sana, Erick juga menggabungkan bank syariah BUMN yakni PT Bank Syariah Mandiri, PT Bank BNI Syariah dan PT Bank BRI Syariah Tbk (BRIS). Investor merespon positif kebijakan tersebut sehingga saham BRIS melesat 300% lebih menjadi Rp 1.455 per saham.

Terbaru, Erick membentuk holding BUMN ultramikro yang akan menaungi PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, PT Pegadaian, dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM). Ketiganya diharapkan menggulirkan perekonomian sektor ultra-mikro yang selama ini belum dioptimalkan.



(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 24 Tahun Kementerian BUMN, Erick: BUMN Bukan Sapi Perah Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular