Top! Harga CPO Bertahan di Atas RM 3.400/Ton

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
08 December 2020 13:52
Pekerja mengangkut hasil panen kelapa Sawit di kebun Cimulang, Bogor, Jawa Barat, Jumat (15/3). Badan Pusat Statistik BPS  mengumumkan neraca Perdagangan (Ekspor-impor) Pada bulan Februari, nilai ekspor mencapai US$ 12,53 miliar, atau turun 11,33% dari tahun sebelumnya (YoY). Nilai ekspor minyak sawit sepanjang Januari-Februari 2019 hanya mencapai US$ 2,94 miliar, yang artinya turun 15,06% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2018.  (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Pekerja mengangkut hasil panen kelapa Sawit di kebun Cimulang, Bogor, Jawa Barat, Jumat (15/3). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga komoditas minyak sawit mentah (CPO) Malaysia ditransaksikan menguat pada perdagangan hari ini, Selasa (8/12/2020). Prospek produksi yang mengalami penurunan di akhir tahun membuat harga CPO terangkat. 

Harga kontrak futures CPO untuk pengiriman Februari 2021 di Bursa Malaysia Derivatif Exchange naik 0,29% dibanding posisi penutupan perdagangan kemarin. Pada 11.30 WIB, harga CPO dipatok di RM 3.402/ton. 

Perkiraan produksi Desember yang lebih rendah dan cuaca yang tidak menentu, bersama dengan prospek output yang lebih rendah pada kuartal pertama 2021, diharapkan bakal tetap menopang harga.

Produksi di kawasan Asia Tenggara terpukul oleh cuaca hujan yang disebabkan oleh fenomena iklim La Nina. Intensitas hujan deras akibat La Nina diperkirakan berlangsung hingga kuartal pertama tahun depan.

Pada hari Senin, Asosiasi Pabrik Kelapa Sawit Selatan memperkirakan produksi Malaysia selama 1-5 Desember turun 4,2% dari bulan sebelumnya. Sebuah survei Reuters pekan lalu menunjukkan produksi kemungkinan turun 10% menjadi 1,55 juta ton pada November dan stok turun 2%. 

Dewan Minyak Sawit Malaysia akan merilis data produksi resmi pada 10 Desember nanti.

Impor minyak sawit ke Uni Eropa dan Inggris pada musim 2020/21 yang dimulai pada 1 Juli mencapai 2,65 juta ton, naik 7% dari musim sebelumnya.

Namun harga CPO yang sudah melesat tajam juga berpotensi menyebabkan konsumen pindah ke lain hati. Tentu saja hal ini perlu diwaspadai. Apalagi bagi RI yang merupakan produsen terbesar minyak sawit di dunia yang bakal menerapkan tarif pungutan ekspor sawit terbaru.

Pemerintah kini menyesuaikan tarif pungutan CPO berdasarkan batasan lapisan nilai harga yang mengacu pada harga referensi yang ditetapkan Menteri Perdagangan.

Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No.191/PMK.05/2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan No.57/PMK.05/2020 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Pada Kementerian Keuangan.

Peraturan tersebut berlaku mulai 10 Desember mendatang. Dalam peraturan baru ini, tarif pungutan ekspor CPO minimal sebesar US$ 55 per ton dan paling tinggi US$ 255 per ton.

Tarif pungutan US$ 55 per ton dengan asumsi harga CPO berada di bawah atau sama dengan US$ 670 per ton. Setiap harga CPO naik US$ 25, maka pungutan naik US$ 5 per ton. Bila harga CPO di atas US$ 995 per ton, maka tarif pungutan ekspor mencapai US$ 255 per ton.

Kenaikan pungutan ekspor sawit ini berpotensi punya dampak pada permintaan tahun depan terutama bagi India sebagai importir terbesar yang sangat sensitif terhadap harga.

"India adalah pasar yang sangat sensitif terhadap harga, harga tinggi saat ini kemungkinan besar akan mengurangi permintaan lebih lanjut," kata Mehta dalam konferensi virtual, Kamis.


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Hore! Harga CPO Sudah di Atas RM 3.300/ton, Siap ke RM 3.500?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular