Dolar AS Nyungsep! Makin Nggak Berharga Tahun Depan

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
03 December 2020 17:27
dollar
Foto: REUTERS/Dado Ruvic/Illustration

Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Amerika Serikat (AS) sang raja mata uang dunia tersungkur. Indeks dolar AS, yang mengukur kekuatan mata uang Paman Sam ini, terus menurun hingga menyentuh level terendah dalam lebih dari 2 tahun terakhir. 

Kejatuhan dolar AS sebenarnya sudah banyak diprediksi oleh para analis beberapa bulan lalu. Ada beberapa faktor utama yang diprediksi membuat the greenback ambrol, dan ternyata memang terjadi. Stimulus moneter dan fiskal di AS, kemenangan Joseph 'Joe' Binden di pemilihan presiden AS, serta vaksin virus corona.

Melansir data Refinitiv, indeks dolar AS turun 0,22% kemarin, setelah merosot 0,61% di hari Selasa. Sementara pada hari ini, indeks dolar AS ini kembali turun 0,19% ke 90,946 pada pukul 15:48 WIB, dan berada di level terendah sejak 27 April 2018.

Kemenangan Joe Biden dalam pilpres AS melawan petahana Donald Trump membuat kemerosotan dolar AS semakin terakselerasi. Selama bulan November indeks dolar membukukan pelemahan 2,31%.

Jika melihat lebih ke belakang, dolar AS sudah mulai tren menurun sejak pertengahan Maret setelah mencapai level tertinggi sejak Januari 2017 di 102,99.
Pemerintah dan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang merespon pandemi penyakit virus corona (Covid-19) dengan menggelontorkan stimulus fiskal dan moneter membuat dolar AS KO.

Stimulus fiskal yang digelontorkan Presiden Trump senilai US$ 2 trilliun, sangat jumbo, pada perjalanannya nilai stimulus tersebut bertambah hingga nyaris US$ 3 triliun.

Sementara itu, The Fed membabat habis suku bunga hingga <0,25% dan tidak akan dinaikkan hingga tahun 2023, plus melakukan pembelian aset atau yang dikenal dengan quantitative easing (QE) dengan nilai tak terbatas, artinya seberapa pun diperlukan untuk memulihkan perekonomian akan dilakukan.

Babak baru stimulus di AS kini muncul lagi yang membuat dolar AS tertekan.

Dalam keterangan tertulis, Ketua House of Representatives (salah satu dari dua kamar yang membentuk kongres) Nancy Pelosi mengatakan Menteri Keuangan Steven Mnuchin akan mengkaji proposal yang diajukan kubu Partai Demokrat. Salah satunya adalah pemberian vaksin anti-virus corona harus gratis dan bisa dinikmati oleh siapa saja.

Selain itu, Pelosi dan Pemimpin Partai Minoritas di Senat, Chuck Schumer mendukung paket stimulus fiskal jumbo senilai US$ 908 miliar. Ini siap digolkan oleh kedua partai politik mayoritas di AS untuk menyokong bisnis kecil dan pengangguran di AS

Keputusan stimulus harus cepat, karena tenggat waktu pengesahan anggaran tahun fiskal 2021 adalah 11 Desember 2020.

Selain itu, The Fed akan mengumumkan kebijakan moneter pada Kamis 17 Desember dini hari WIB. Ada peluang The Fed akan menambah stimulus moneternya dengan meningkatkan nilai QE.

Stimulus fiskal dan moneter tersebut membuat jumlah uang beredar, secara teori bertambahnya jumlah uang beredar membuat nilai tukar melemah. Dan kenyataanya dolar AS memang terus merosot.

Selain itu, stimulus fiskal dan moneter membuat sentimen pelaku pasar membaik, dan kembali memburu aset-aset berisiko, dolar AS yang menyandang status aset aman (safe haven) menjadi tak menarik.

Sentimen pelaku pasar semakin membaik merespon kabar vaksin virus corona. Perusahaan farmasi asal AS, Pfizier dan Moderna dalam 2 pekan terakhir melaporkan vaksin buatannya sukses menanggulangi virus corona hingga lebih dari 90%.

Selain perusahaan di AS, perusahaan farmasi asal Inggris, AstraZeneca, juga mengumumkan vaksinnya sukses menanggulangi virus corona hingga 90% tanpa efek samping yang serius.

Vaksin AstraZeneca dianggap sebagai 'game changer' untuk melawan Covid-19 ini. Ini karena vaksin ini lebih murah dari vaksin Pfizer dan Moderna serta berpotensi lebih mudah untuk mendistribusikannya secara global sehingga sangat bermanfaat bagi negara miskin dan negara berkembang.

AstraZeneca berjanji tidak akan mengambil keuntungan dari vaksin Covid-19 selama pandemi. Itu membuat harga vaksinnya lebih murah. Menurut Financial Times, vaksin ini diharga US$3-US$4 per dosis. Vaksin ini butuh 2 dosis untuk memberi perlindungan maksimal.

Sementara itu, Pfizer telah resmi mengajukan izin penggunaan darurat (Emergency Use Authorization/EUA) terhadap vaksin anti-virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) yang mereka kembangkan kepada otoritas pengawas obat dan makanan AS (US FDA). Ini adalah proposal izin EUA pertama yang diajukan ke FDA.

Selain itu, Pfizer dikabarkan sudah mendapatkan ijin dari pemerintahan Britania Raya untuk penggunaan darurat bagi vaksin Pfizer dan partnernya BioNTec Sedangkan ijin dari pemerintahan AS akan datang sebentar lagi, bahkan banyak yang beranggapan bahwa vaksin Pfizer akan disetujui untuk penggunaan darurat sebelum tahun 2021.

Citigroup memprediksi di tahun 2021, ketika vaksin virus corona didistribusikan dan perekonomian global mulai bangkit, maka dolar AS akan ambrol 20%. Citigroup mengatakan ada banyak alasan untuk optimistis dari pengembangan vaksin saat ini, dan ketika didistribusikan ke masyarakat akan menjadi awal penurunan dolar AS.

"Kami percaya distribusi vaksin akan memenuhi semua tanda-tanda periode penurunan (bear market), dolar AS akan mengikuti pola sama yang terjadi pada pertengahan 2.000an, ketika memulai tren melemah yang berlangsung selama bertahun-tahun," kata ahli strategi Citigroup dalam sebuah laporan yang dikutip Bloomberg beberapa pekan lalu.

Harapan akan hidup kembali normal sedang membuncah dengan adanya vaksin tersebut, yang membuat dolar AS terus tertekan. Dolar AS sepertinya baru akan pulih dari tekanan jika perekonomian AS sudah pulih, dan The Fed mulai mengurangi QE dan mempertimbangkan menaikkan suku bunga. Atau jika vaksin virus corona belum mampu menghentikan pandemi, dolar AS akan melesat lagi seperti di bulan Maret lalu, saat terjadi aksi jual di pasar saham hingga logam mulia.

TIM RISET CNBC INDONESIA 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular