Menguat 3,6%, Rupiah Terbaik di Asia pada November

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
01 December 2020 16:38
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam acara Pekan Fintech Nasional 2020 (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)
Foto: Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam acara Pekan Fintech Nasional 2020 (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)

Gubernur BI, Perry Warjiyo, dan sejawat menggelar RDG pada 18-19 November 2020. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan BI 7 Day Reverse Repo Rate masih bertahan di 4%.

Tetapi dalam pengumuman hasil RDG Kamis pekan lalu, BI memutuskan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 3,75%.
Sementara suku bunga Deposit Facility turun menjadi 3% dan suku bunga Lending Facility sekarang di 4,5%.

"Keputusan ini mempertimbangkan perkiraan inflasi yang tetap rendah, stabilitas eksternal yang terjaga dan langkah pemulihan ekonom nasional," kata Perry, dalam jumpa pers usai RDG, Kamis (19/11/2020)

BI memperkirakan inflasi akan rendah di tahun ini, bahkan di bawah 2%.

"Inflasi pada akhir 2020 lebih rendah dari batas bawah sasaran. Inflasi akan kembali ke kisaran 3% plus minus 1% pada 2021," kata Perry.

BI sebelumnya menetapkan inflasi 2020 di rentang 2% hingga 4%, sehingga di bawah batas bawah artinya di bawah 2%.

Penurunan suku bunga sebenarnya berdampak negatif bagi rupiah, sebab jumlah uang yang beredar berpotensi bertambah. Selain itu, imbal hasil (yield) di Indonesia menjadi menurun, sehingga ada risiko aliran modal asing tersendat. Tetapi, dengan inflasi yang rendah, real return berinvestasi di dalam negeri masih akan relatif tinggi, sehingga kemungkinan masih akan menarik bagi investor asing.

Selain itu, roda perekonomian bisa berputar lebih kencang, sebab biaya pinjaman baik untuk korporasi hingga rumah tangga akan menurun.

Rupiah juga masih ditopang oleh transaksi berjalan (current account) yang surplus untuk pertama kalinya dalam 9 tahun terakhir.

Pada kuartal III-2020, current account mencatat surplus sebesar US$ 1 miliar atau 0,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Transaksi berjalan menjadi faktor yang begitu krusial dalam mendikte laju rupiah lantaran arus devisa yang mengalir dari pos ini cenderung lebih stabil.

Transaksi berjalan sudah mengalami defisit sejak kuartal IV-2011, sehingga menjadi "hantu" bagi perekonomian Indonesia. Kala defisit membengkak, Bank Indonesia (BI) akan menaikkan suku bunga guna menarik hot money yang diharapkan dapat mengimbangi defisit transaksi berjalan, yang pada akhirnya dapat menopang penguatan rupiah.

Namun, kala suku bunga dinaikkan, suku bunga perbankan tentunya ikut naik, sehingga beban yang ditanggung dunia usaha hingga rumah tangga akan menjadi lebih besar. Akibatnya, investasi hingga konsumsi rumah tangga akan melemah, dan roda perekonomian menjadi melambat.

Kini dengan "hantu" CAD yang diperkirakan pergi dari Indonesia untuk pertama kalinya dalam 9 tahun terakhir, akan menjadi modal rupiah untuk menguat di sisa tahun ini, bahkan tidak menutup kemungkinan kembali ke kisaran Rp 13.00an/US$.

Kabar gembira lainnya datang dari data sektor manufaktur dan inflasi Indonesia.

IHS Markit hari ini melaporkan aktivitas manufaktur yang dicerminkan oleh Purchasing Managers' Index (PMI) berada di 50,6 pada November 2020. Naik hampir tiga poin dibandingkan posisi bulan sebelumnya yang sebesar 47,8.

PMI menggunakan angka 50 sebagai titik awal. Kalau di atas 50, artinya dunia usaha memasuki fase ekspansi.

Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa pada November 2020 terjadi inflasi 0,28% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/MtM). Ini membuat inflasi tahun kalender Januari-November 2020 (year-to-date/YtD) menjadi 1,23% dan inflasi tahunan (year-on-year/YoY) di 1,59%.

Realisasi ini tidak berbeda jauh dengan perkiraan pasar. Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan terjadi inflasi 0,195% MtM dan 1,53% YoY.

Dua data tersebut menandakan roda bisnis mulai berputar kembali, dan pemulihan ekonomi Indonesia sedang berjalan.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular