Masih Berat! KFC Rugi Rp 153 M Setelah Revisi Lapkeu Q2-2020

Monica Wareza, CNBC Indonesia
27 November 2020 12:15
In this Friday, Feb. 23, 2018 photo a person departs a Kentucky Fried Chicken fast food restaurant, in Boston. (AP Photo/Steven Senne)
Foto: Ilustrasi KFC (AP/Steven Senne)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemilik restoran ayam cepat saji, PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST) mengalami kerugian bersih sepanjang tahun ini karena kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mengurangi penyebaran covid-19. Hingga akhir Juni 2020 lalu tercatat rugi bersih perusahaan mencapai Rp 153,82 miliar.

Kinerja ini jauh memburuk dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang masih positif sebesar Rp 157,52 miliar.

Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, kerugian ini juga menyebabkan terjadinya rugi bersih per saham sebesar Rp 42 dibanding laba bersih per saham sebelumnya Rp 43.

Kerugian ini disebabkan karena turunnya pendapatan perusahaan secara tahunan (year in year/YoY) sebesar 25,40% menjadi Ro 2,51 triliun dari sebelumnya sebesar Rp 3,37 triliun di akhir kuartal ketiga tahun lalu.

Penurunan pendapatan ini mendorong turunnya beban pokok penjualan menjadi Rp 1,02 triliun dari Rp 1,25 triliun pada periode tahun lalu. Terjadi juga penurunan beban penjualan dan distribusi menjadi sebesar Rp 1,39 triliun dari Rp 1,65 triliun.

Namun demikian, beban umum dan administrasi malah naik tipis menjadi Rp 289,11 miliar, dari Rp 288,25 miliar.

Beban operasi lainnya juga naik cukup tinggi menjadi Rp 8,18 miliar dari sebelumnya Ro 3,61 miliar.

Sedangkan penghasilan operasi lainnya malah turun menjadi Rp 20,73 miliar dari Rp 22,003 miliar.

Nilai kas dan setara kas juga mengalami penurunan menjadi Rp 678,90 miliar dari sebelumnya senilai Rp 861,74 miliar. Sedangkan aset lancar secara total turun menjadi Rp 1,29 triliun dari posisi akhir tahun lalu yang sebesar Rp 1,41 triliun.

Namun demikian, aset tak lancar mengalami kenaikan menjadi Rp 2,31 triliun dari Rp 1,99 triliun karena adanya aset hak guna di tahun ini senilai Rp 373,27 miliar.

Total aset tercatat Ro 3,60 triliun, naik dari posisi 31 Desember yang senilai Rp 3,40 triliun.

Di pos liabilitas, terjadi kenaikan menjadi Rp 2,12 triliun dari posisi akhir tahun lalu yang senilai Rp 1,74 triliun.

Liabilitas jangka pendek naik menjadi Rp 1,01 triliun dari Rp 865,73 miliar, sedangkan liabilitas jangka panjang naik menjadi Rp 1,10 triliun dari Ro 888,37 miliar.

Kenaikan liabilitas sebesar 21,8% ini disebutkan karena adanya penerapan PSAK No. 73 yang berlaku efektif 1 Januari 2020. Penerapan ini menyebabkan adanya penyesuaian nilai-nilai yang diakui pada laporan keuangan.

Pada 30 Juni 2020 utang sewa bangunan yang timbul dari penerapan PSAK 73 adalah Rp 226,15 miliar.

"Perusahaan telah memutuskan untuk mengimplementasikan standar baru secara retrospektif dengan efek kumulatif dari awal pengaplikasian pada tanggal penerapan awal PSAK No. 73 Sewa, yaitu 1 Januari 2020 dengan dampak yang dicatat pada ekuitas (laba ditahan). Hal ini berarti data yang disajikan pada tahun 2019 tidak dapat dibandingkan," tulis manajemen perusahaan dalam keterangannya, Jumat (27/11/2020).

Di posisi ekuitas, terjadi penurunan tipis menjadi Rp 1,47 triliun dari posisi akhir 2019 yang senilai Rp 1,65 triliun.


(hps/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pandemi Terkendali, FAST Targetkan Pertumbuhan 24,1% di 2022

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular