Internasional

Kritis, Kala Resesi Selimuti Ekonomi Raksasa Afrika Nigeria

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
25 November 2020 14:53
judi online Nigeria

Jakarta, CNBC Indonesia - Bak jatuh tertimpa tangga, lebih dari 200 juta masyarakat Nigeria akan jatuh ke dalam kemiskinan akibat pandemi virus corona (Covid-19). Pandemi juga membuat harga minyak anjlok, mendorong salah satu negara ekonomi terbesar di Afrika ini jatuh ke dalam lubang resesi.

Meski harga minyak sedikit naik, prospeknya juga akan tetap suram untuk sebab minyak mentah menyumbang sekitar 90% dari pendapatan valuta asing dan setengah dari pendapatan pemerintah di Nigeria.


Bank Dunia sempat melaporkan jumlah orang miskin di Nigeria diperkirakan akan meningkat sekitar dua juta sebagian besar karena pertumbuhan populasi. Namun dengan adanya pandemi, jumlahnya bisa meningkat menjadi 7 juta.

Kini, dengan adanya resesi, produk domestik bruto (PDB) Nigeria menyusut pada kuartal kedua berturut-turut sebesar 3,62%. Dengan kontraksi PDB, Shubham Chaudhuri, Country Director World Bank untuk Nigeria, mengatakan pendapatan per kapita Nigeria dengan basis yang disesuaikan dengan inflasi bisa sama seperti keadaan tahun 1980.



"Ini benar-benar saat yang sangat kritis," kata Chaudhuri pada Selasa (24/11/2020), dikutip dari AFP.

Aurelien Mali, analis di Moody's, mengatakan keadaan resesi ini akan semakin membuat para kaum muda di Nigeria frustasi. Hal ini dibenarkan ketika pada Oktober lalu, beberapa ribu anak muda Nigeria turun ke jalan dalam untuk berunjuk rasa.

Awalnya menentang kekerasan polisi, protes yang dipimpin pemuda ini dengan cepat berkembang menjadi demonstrasi anti-pemerintah. Meski gelombang kerusuhan dan intervensi kekerasan oleh tentara berhenti, rakyat muda tetap tidak merasa puas dengan pemerintah.

"Tampaknya penduduk akan menunjukkan rasa frustrasinya, khususnya kaum muda, selama beberapa tahun mendatang," kata Mali.

Pemerintah memang berusaha untuk mereformasi dan meredam guncangan ekonomi akibat pandemi. Namun, menurut masyarakat, pemerintah tidak melihat bencana yang datang ketika aturan penguncian (lockdown) nasional selama lima minggu dilakukan.

Joseph Olaniyan (30), guru bahasa Prancis yang bekerja di berbagai sekolah swasta di ibu kota Abuja, mengatakan ia tidak memiliki penghasilan selama enam bulan terakhir, sejak April hingga September, akibat penutupan sekolah.

"Rasanya kami telah mengalami resesi sejak awal tahun," katanya. "Uang yang bisa saya hasilkan selama lockdown juga hanya untuk terus berjalan, membeli makanan dan membayar listrik."

Wakil presiden Nigeria Yemi Osinbajo mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pemerintah siap untuk bereksperimen dan siap untuk melakukan lebih banyak lagi. Ini dilakukan untuk membatasi dampak penurunan, bank sentral negara itu mendevaluasi mata uangnya awal tahun ini, tetapi hal ini rupanya telah memicu inflasi.

"Secangkir beras yang dulu kami beli seharga N100 (0,22 euro) sekarang dua kali lipat," kata Edna Anidi (55) asisten kantor sebuah perusahaan minyak di negara bagian Delta selatan yang merupakan sumber minyak bumi.

Anidi, yang memiliki enam anak dengan suaminya sopir taksi, mengaku harus bergantung pada kiriman uang dari kakaknya di Amerika. Harga pangan di Nigeria telah meningkat sejak pemerintah menutup perbatasan darat pada 2019, dan memberlakukan tindakan proteksionis untuk mencoba serta mendiversifikasi ekonominya.

"(Tapi sampai itu tercapai) negara akan tetap sangat bergantung pada pendapatan minyak," kata Mali. Kecuali ada lonjakan harga minyak, negara akan membutuhkan beberapa tahun untuk pulih dari resesi ini.

Sementara, Chaudhuri, menunjuk pada masalah utama Nigeria dengan pendapatan dan pengeluaran publik yang rendah. "Banyak hal yang perlu dilakukan dalam krisis yang telah menjadi agenda dalam waktu lama," katanya.

Menteri keuangan Zainab Ahmed pada pertemuan puncak di Abuja mengatakan negara akan keluar dari resesi pada kuartal pertama 2021. "Bekerja sepanjang waktu untuk membalikkan tren dan memulihkan ekonomi di jalur yang berkelanjutan. pertumbuhan yang inklusif," katanya.

Tetapi taruhannya cukup tinggi bagi negara yang sudah memegang rekor terkenal untuk sebagian besar orang yang hidup dalam kemiskinan ekstrem. PBB juga memperkirakan jumlah orang yang berisiko kelaparan dapat meningkat sebesar 20% selama masa paceklik berikutnya.

Menurut data Worldometers per Rabu (25/11/2020), Nigeria tercatat memiliki 66.607 kasus positif, 1.169 kematian. Ada 62.311 pasien berhasil sembuh sejauh ini.


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular